Sabtu, 22 Desember 2012

Strong Country by Strong Mother

Sudah jamak di masyarakat kita bila keberhasilan seorang anak dalam keluarga--identik dengan nama baik bagi kepala rumah tanggal alias sang bapak. Tapi bila ada salah satu anggota keluarga yang tidak berhasil atau merusak nama baik keluarga, biasanya 'kesalahan' dialamatkan kepada ibu sang anak tersebut. Padahal kita semua tahu bahwa masalah sukses atau tidaknya seorang anak mutlak kerjasama antara suami atau isteri (ibu dan bapak kita). Tidak bisa salah satu pihak saja yang mengklaim suatu kesuksesan atau menyalahkan pihak lain bila mengalami suatu kegagalan!

Hari ini merupakan hari Ibu bagi jutaan ibu para ibu di tanah air. Peran para ibu di negeri ini tidaklah kecil. Mulai dari Cut Nyak Din, Rohana Kudus, RA Kartini, Dewi Sartika hingga Ainun merupakan orang-orang besar negeri ini yang telah melakukan perjuangan tiada henti untuk mendukung kemajuan anak negeri. Sebagai anak bangsa kita boleh berbesar hati karena setelah era Reformasi, keterwakilan wanita di parlemen sudah mencapai 30%. 

Menjelang tahun 2014 nanti -- berdasarkan data statistik suara kaum wanita (ibu) sudah melebihi angka 50% dari populasi kaum pria. Suara signifikan ini hendaknya dapat digunakan secara smart dalam artian kaum ibu atau perempuan bukan saja sebagai objek bagi si vote getter, tapi juga punya bargain position bagi kemajuan bangsa. Saatnya kaum ibu menyuarakan hak-hak mereka untuk mendapatkan fasilitas pendidikan dan kesehatan yang terjangkau di seluruh pelosok tanah air. Kaum ibu dapat menyuarakan dengan lantang standarisasi skills dan perlindungan bagi TKW yang akan dikirim ke luar negeri. Sehingga kita tidak ingin mendengar lagi kisah pilu para TKW kita yang diperlakukan tidak senonoh, diperkosa, bahkan dibunuh tanpa perlindungan maksimal dari negara.Memuliakan kaum Ibu merupakan keniscayaan. Mengapa? Karena tidak satupun putera-puteri terbaik yang lahir di negeri ini tanpa dirawat dan diasuh oleh seorang IBU.

"Selamat Hari IBU. Negara Kuat karena didukung oleh KAUM IBU yang HEBAT!"

Banuayu, 22 Desember 2012

Pelantikan Pejabat Publik; Ceremonial atau Substansial (?)

Zaman Orde Baru bila ada pejabat (publik - red) yang akan dilantik oleh Gubernur, Menteri, bahkan Presiden -- sudah jamak akan diadakan perhelatan yang memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Pengerahan massa, ormas, bahkan saat itu semua panitia pelantikan harus menggunakan uniform atau seragam yang menghabiskan anggaran yang tidak sedikit! Sejak era Reformasi -- sudah jarang terdengar adanya pelantikan pejabat publik yang menggunakan fasilitas dan biaya yang mewah dan mahal. Beberapa waktu lalu saat pelantikan Walikota Jakarta Utara, Gubernur DKI Joko Wi justru melakukan pelantikan walikota tersebut ditempat yang jauh dari kesan mewah atau glamor. Penyakit latah-isme yang selama ini terjadi adalah bahwa bila ada pelantikan seorang pejabat publik, katakanlah setingkat bupati, gubernur bahkan presiden sekalipun -- selalu diasosiasikan sebagai 'pesta kemenangan' -- padahal hakikat pelantikan pejabat publik adalah memperkenalkan (siapa) dan bakal melakukan (apa) sang pejabat publik disaat ia menjabat. Sehingga tidak jarang orang lupa dengan janji-janji dan program yang (dulu) pernah dikampanyekan atau didengang-dengungkan oleh si pejabat publik tersebut.

Sangat jarang dilakukan oleh pejabat publik (baru) dengan pejabat (lama) bahwa ketika perjadi perpindahan estafet kepemimpinan itu terjadi, maka haruslah diserah terimakan tentang apa yang telah dilakukan sebelumnya, apa pencapaian yang telah dilakukan dan kendala apa saja yang terjadi. Selanjutnya rakyat juga harus diberitahu bahwa ketika sang pejabat (baru) tersebut mengambil alih dari pejabat lama, perlu juga diketahui inventaris apa saja yang ditinggalkan oleh pejabat lama. Sering kita lihat bahwa ketika terjadi bahwa peralihan pejabat lama ke pejabat baru identik dengan perubahan 'selera' dari pribadi pejabat itu sendiri, sehingga publik tidak pernah tahu standarisasi fasilitas pejabat publik tersebut dan (juga) pertanggung jawabannya. Ambil contoh seorang pejabat lama yang doyan menggunakan fasilitas mobil mewah untuk menunjang operasionalnya, ternyata digantikan dengan pejabat baru yang berpola hidup sederhana dan tidak mau menggunakan fasilitas mobil mewah, lalu mau dikemanakan mobil mewah pejabat itu sebelumnya?

Yang perlu diberikan standarisasi dalam pelantikan pejabat publik adalah sebagai berikut:
  1. Anggaran Pelantikan. Harus diupayakan agar anggaran untuk pelantikan jangan terlalu mewah dan menghabiskan dana APBD/APBN. Sebab hakikat peralihan kekuasaan dari pejabat lama  ke pejabat yang baru adalah 'bekerja untuk rakyat' dan bukan menghabiskan uang rakyat!
  2. Program Kerja dan Bengkalai yang belum terselesaikan oleh pejabat lama. Pergantian pejabat lama dengan pejabat baru bukanlah merombak total cara berpikir atau bertindak pejabat lama kepada yang baru, namun evaluasi menyeluruh terhadap effort dan program yang telah dilaksanakan dan kendala yang dihadapi agar dapat segera diselesaikan dengan tuntas pada estafet kepemimpinan berikutnya.
  3. Komunikasi Langsung antara Pejabat dengan Rakyatnya. Saat dilantik menggantikan pejabat lama, di saat itulah sang pejabat (baru) telah menjadi Daulat Rakyat, bukan lagi Daulat Partai atau Daulat Para Pendukungnya! Oleh sebab itu saat pelantikan adalah pesta untuk seluruh elemen rakyat tanpa kecuali. Pejabat yang baru harus mendapat dukungan dari seluruh rakyat yang ada di wilayah kekuasaannya.
  4. Penghargaan terhadap pejabat Lama oleh pejabat Baru. Terlepas pejabat lama punya sisi plus dan minusnya, maka sebagai pejabat baru tetap harus memberikan apresiasi atas semua yang pernah dilakukan oleh pejabat terdahulu. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada kesan bahwa pejabat lama sudah tidak 'diperlukan lagi' untuk proses pembangunan di daerah atau wilayahnya. Keberadaan mantan pejabat justru tetap dibutuhkan sebagai penasehat atau pemberi masukan bila diperlukan terutama yang berhubungan dengan komunikasi atau rencana strategis bagi kemajuan daerah tersebut. Adalah indah bila tanpa sungkan pejabat baru tetap menjaga silaturahmi dengan mantan pejabat lama untuk bahu membahu memberikan masukan bagi kemajuan bersama.
Banuayu, 22 Desember 2012

Minggu, 09 September 2012

Chairul Tanjung for Candidate of President 2014 (?)


Tahun 2014 masih menyisakan waktu sekitar 2 (dua) tahun lagi. Para politisi, pengusaha, militer dan mantan pejabat tinggi negara sudah pasang kuda-kuda untuk menuju RI 1. Para analis memperkirakan bahwa untuk calon presiden RI tahun 2014 nanti, ada diantaranya berasal dari kaum pengusaha. Di sisi lain ada tulisan yang menyatakan bahwa era tahun 2014 nanti adalah Entrepreneurial Government secara sederhana dapat diartikan sebagai pemerintahan yang memiliki watak kewirausahaan atau menganut asas entrepreneurshipdalam menjalankan roda pemerintahan.

Secara garis besar bahwa negeri ini setidaknya sudah menganut 3 (tiga) sistem pemerintahan yakni:

Pertama, periode 1945-1967 era Presiden Soekarno yang menitikberatkan pada pembangunan sikap nasionalisme kepada seluruh rakyatnya. Sikap nasionalisme saat itu sangat diperlukan karena bangsa yang baru merdeka ini masih rentan dari kembalinya sang kolonialis yang masih berpeluang untuk memecah belah dan menjajah kembali bangsa ini. Di dalam negeri masih terdapat berbagai persoalan kebangsaan dan kedaerahan yang harus diselesaikan. Sementara itu dari sisi ekonomi dan infrastruktur masih belum memadai. Namun sang Presiden setidaknya telah menunjukkan suatu tekad dan keinginan untuk menjadi bangsa yang besar dan diperhitungkan di dunia internasional.

Kedua, periode tahun 1968-1998 era Presiden Soeharto yang menitikberatkan pada pembangunan ekonomi dan infrastruktur. Sayangnya estafet dari Soekarno dan Soeharto tidaklah berlangsung mulus. Akibatnya era pembangunan nasionalisme menuju pembangunan ekonomi dan infrastruktur bukanlah saling melengkapi tapi seakan terpisahkan. Namun pencapaian era Soeharto terlihat dengan stabilitas politik dan ekonomi yang lebih baik daripada era sebelumnya. Era Soekarno dikenal dengan Demokrasi Terpimpin, maka era Soeharto identik dengan era Ekonomi Terpimpin. Pertumbuhan ekonomi cukup tinggi -- namun  tidak terdistribusi merata ke seluruh wilayah dan golongan. Sama seperti Presiden Soekarno, era Soeharto juga melahirkan era kultus individu dan anti regenerasi. Padahal demokrasi mensyaratkan pergantian pucuk kepemimpinan nasional paling lama dipegang oleh seorang presiden selama 10 (sepuluh) tahun. Kepemimpinan dua priode kali berturut-turut juga mensyaratkan prestasi yang gemilang untuk bangsa dan negara selama 5 tahun kepemimpinannya itu.

Ketiga, periode 1999 sampai sekarang. Era BJ Habibie telah melahirkan kebebasan pers, otonomi daerah dan era demokratisasi menyeluruh kepada seluruh bangsa Indonesia. Era Reformasi selanjutnya dipegang oleh Presiden Abdurahaman Wahid, Megawati Soekarno Puteri dan Susilo Bambang Yudoyono yang telah memimpin pemerintahan selama 2 (dua) periode. Tahun 2014 nanti merupakan periode akhir kabinet Indonesia Bersatu Jilid II dalam kepemimpinan presiden SBY. Era BJ Habiibie hingga SBY saat ini dapat dikatakan sebagai era menuju Nasionalisme Ekonomi Terpadu. Mengapa Terpadu? Sejarah telah membuktikan bahwa pembangunan demokrasi dan ekonomi tidaklah boleh terlalu diatur dan terpusat dalam suatu rezim saja. Tugas pemimpin adalah bagaimana memberikan motivasi, strategi dan tindakan nyata agar seluruh potensi anak negeri dapat muncul dengan prestasi gemilang. Dikotomi pemimpin antara sipil versus militer, Jawa dan luar Jawa, Birokrat versus Pengusaha -- sudah seharusnya diakhiri. Rakyat Indonesia sudah cerdas dan sudah dapat memilih dan menentukan sendiri mana pemimpin loyang atau besi. Mana pemimpin yang loyalitas dan integritasnya untuk negeri atau dirinya sendiri. Mana pemimpin yang percaya diri atau yang berani mengambil resiko (risk taker).

Dalam suatu film dokumenter tentang keberhasilan tim Barack Obama dalam pemilihan presiden AS adalah bagaimana penggalangan visidan misi seorang kandidat presiden dari partai demokrat itu telah dimulai selama 2 (dua) tahun sebelum President Election dimulai. Seorang Barack Obama telah mengunjungi negara bagian demi negara bagian untuk menyampaikan visi dan misinya seandainya ia terpilih menjadi seorang presiden AS nantinya. Di Indonesia ada 'kecurigaan' bila ada pejabat publik yang masih menjabat -- tiba-tiba mengadakan perjalanan ke daerah (safari - red). Pertanyaannya adalah apakah pejabat tersebut cuti di luar tanggungan negara dan bagaimana pembiayaan perjalanan tersebut didanai oleh dana APBD/APBN atau tidak? Adalah positif bila seorang Chairul Tanjung seandainya berminat untuk menuju RI (road to RI 01) bila dapat melakukannya sekarang juga. Mengapa? Sebagai seorang pengusaha tidak terikat dengan waktu dan fasilitas negara. Seandainya mengunjungi sekolah atau kampus, pasar-pasar, pesantren, LSM, kaum veteran, asosiasi pengusaha, mantan pejabat negara untuk dapat menyampaikan kembali Visi Indonesia 2030 yang terdiri 4 (empat) pilar yakni:

  1. Pengelolaan kekayaan alam yang berkelanjutan;
  2. Mendorong supaya Indonesia masuk dlam 5 (lima) besar kekuatan ekonomi dunia dengan pendapatan per kapita 18.000 dolar AS per tahun;
  3. Perwujudan kualitas hidup modern yang merata;
  4. Sedikitnya 30 (tiga puluh) perusahaan Indonesia dalam daftar Fortune 500 Companies.
Saatnya bung Chairul Tanjung untuk maju dan memajukan bangsa ini dalam konteks politik. Seorang Mahathir Muhammad mengatakan bahwa untuk mengubah suatu bangsa tidak cukup dengan tulisan, seruan atau menjadi orang kaya saja. Anda perlu menjadi seorang Political Maker yang membuat kebijakan dengan otoritas yang dimilikinya sehingga dapat mewujudkan apa dipikirkannya selama ini. So, kalau bukan sekarang kapan lagi. Kalau bukan Bung Chairul Tanjung, siapa lagi?

Sumber: Chairul Tanjung si Anak Singkong (Penerbit Buku Kompas, Juni 2012)
                Warta Ekonomi Co.Id (09 September 2012)

Rabu, 11 Juli 2012

Pemimpin Fokus (Bagian Pertama)




Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa Presiden Pertama RI, Bung Karno adalah founding father bangsa Indonesia. Beliau jugalah yang fokus membentuk karakter bangsa yang sebagai bangsa yang besar, tidak gampang diombang-ambingkan oleh negara manapun. Jiwa kharismatik dan percaya diri sebagai pemimpin bangsa yang besar -- beliau tunjukkan kepada kepala negara yang ada. Bahkan dengan rekan pemimpin negara Asia & Afrika, terjadilah Konfrensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955. Begitu juga dengan Gerakan Non Blok yang memberikan pilihan politik bagi setiap negara untuk menganut garis politik luar negerinya masing-masing. Semangat untuk membela harga diri bangsa beliau tunjukkan meskipun saat itu kondisi bangsa Indonesia masih terpuruk. Belum pernah kita dengar Bung Karno mengeluh karena keterbatasan sumber daya dan fasilitas yang dimilikinya. Beliau tetap memimpin bangsa ini dengan percaya diri dan gagahnya.

Saat pak Habibie menjadi presiden ketiga RI tahun 1999 lalu, beliau mencanangkan agar setiap warga negara dibebaskan untuk menyatakan pendapat, begitu juga dengan kebebasan pers. Dampak snowing ball kebebasan mengemukakan pendapat dan pers yang independen hingga kini sudah dapat kita rasakan manfaatnya. Di tangan pak Habibie pula bangsa ini seolah-olah memiliki energi baru sebagai bangsa yang besar. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan tentang bangsa ini. Bahkan negara Singapura dimana banyak pejabat tinggi dan warga Indonesia yang menyanjung kehebatan Singapura dibandingkan dengan Indonesia. Bahkan negara Singapura digambarkan pak Habibie sebagai ' a little red dot' country! Sayangnya orang secemerlang pak Habibie tidak sempat berlama-lama jadi orang nomor satu di republik ini. Karena faktor sejarah masa lalu dan politik instan dari pelaku politik di Indonesia -- kecemerlangan pak Habibie yang sudah diakui dunia internasional untuk mengabdi lebih lama kepada Republik ini sirna sudah. Namun sejarah tidak akan pernah berbohong. Pak Habibie telah menorehkan dan menghembuskan angin demokrasi bagi seluruh rakyat Indonesia untuk selanjutnya berkesempatan menjadi negara besar yang maju.

Di negeri tetangga (Malaysia) juga ada seorang yang dijuluki Soekarno Kecil yakni Mahathir Muhammad. Beliau sempat menjadi PM terlama di Malaysia. Meskipun demikian pak Mahathir fokus selama pemerintahannya untuk membangun Malaysia sejajar dengan negara-negara maju lainnya. Mereka punya visi Malaysia 2020 -- dimana saat itu Malaysia dapat dikategorikan sebagai negara maju. Untuk itu fokus beliau selama memerintah adalah bagaimana meningkatkan SDM Malaysia dengan pendidikan dan pengembangan ilmu-ilmu dasar. Selain itu kaum Melayu juga diberikan akses skills dan permodalan untuk membawa kelompok UKM menjadi pengusaha yang berstandar internasional. Perusahaan BUMN diarahkan agar bersinergi dengan proyeksi kebutuhan dan target Malaysia ke depan. Lihat industri perminyakan, mobil, perkebunan dan pariwisata Malaysia langsung melejit prestasinya  ke tingkat dunia. 

Indonesia yang awalnya merupakan guru bangsa Malaysia justru seperti kapal pinisi yang mengarungi lautan lepas tanpa arah. Meskipun kita sudah punya nakhoda, tetapi tidak fokus mau dibawa kemana perahu yang bernama Republik Indonesia ini selanjutnya. Semestinya para pemimpin negeri ini harus fokus tindakan yang akan membawa Indonesia menjadi negara besar, maju, dan berperadaban. Janganlah kita mengulangi kesalahan pemimpin di masa lalu. Fokuslah kepada nilai-nilai kebaikan dan prestasi dari pemimpin sebelumnya untuk dapat meningkatkan prestasi dan kebanggaan bagi bangsa dan negara ini di masa depan.

"Tidak ada rakyat yang bodoh atau miskin. Yang ada hanyalah para Pemimpin yang tidak bisa menjalankan amanah dan kreatif serta inovatif dalam mengelola potensi bangsa."

Banuayu, 11 Juli 2012

Senin, 02 Juli 2012

Saweran Untuk Pembangunan


"Politician think the next election but Statesman think for the next Generation"

Kita tidak tahu apa yang ada di benak anggota Dewan dan KPK tatkala ada 'perseteruan' terselubung antara kedua lembaga negara tersebut. Yang rakyat tahu bahwa KPK butuh 'bantuan' untuk mewujudkan gedung baru bagi aktivitas organisasi yang akan membasmi musuh bersama yakni KORUPSI. Sekedar perbandingan bahwa pegawai KPK yang kabarnya tidak mencapai 1.000 (seribuan) orang tersebut -- dalam kegiatannya terhambat karena lokasi kerja yang nyambi di gedung lain. Padahal dibandingkan dengan Singapura atau Hongkong -- mereka memiliki pegawai yang banyak dengan fasilitas yang lengkap. Terlepas pro kontra apakah kebutuhan gedung baru KPK merupakan urgent atau tidak -- sebagai rakyat menangkap isyarat bahwa adanya pihak yang ingin  'menghambat' dibangunnya gedunga baru KPK. Titik!

Semestinya kita sebagai anak bangsa apalagi sebagai wakil rakyat dapat segera menangkap esensi kebutuhan gedung baru KPK tersebut sebagai 'kebutuhan' bukan 'keinginan' dari KPK an sich. Bila niatnya untuk memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya -- maka semestinya apapun langkah yang menghambat pembangunan gedung itu harus disingkirkan! Jika rakyat sekarang ini melakukan saweran untuk pembangunan KPK -- sebenarnya potensi jumlah rakyat yang besar itu bukan saja sanggup untuk membiayai gedung KPK saja -- tapi juga membangun infrastruktur lainnya. Masih ingatkah di tahun 1950-an Bung Hatta pernah menyarankan agar setiap orang Indonesia menabung uang 1 (satu) Rupiah perhari. Bilamana hal ini diterapkan, bukan hal yang mustahil bangsa ini sudah dapat membangun infrastruktur yang hebat. Namun semua itu akan tiada gunanya bila mental pemimpin negeri ini bukan mau nyawer untuk pembangunan bangsanya -- tapi malah 'minta saweran' dari dana pembangunan yang telah diamanahkan kepada pundak mereka.

Jangan pernah remehkan kekuatan rakyat yang berniat melakukan saweran pembangunan negeri ini. Mestinya para pejabat tinggi negeri ini malu karena rakyat telah membayar pajak dan memberikan mandat untuk dapat mengelola uang rakyat yang dititipkan kepada mereka. Jangan pernah pula menganggap bahwa rakyat 'kurang kerjaan' dengan melakukan saweran untuk pembangunan. Bahasa lain dari rakyat yang melakukan saweran tersebut bahwa mereka rela mengeluarkan uang dari hasil keringat mereka demi kemajuan bangsa ini yang selama ini masih ada pihak-pihak tertentu yang bermental korup yang rela menilep uang hasil keringat rakyat. Semoga hal ini tidak terjadi.

Banuayu, 03 Juli 2012

Majulah Papua-ku! (Bagian Ketiga Tulisan)



Kesulitan terbesar untuk membangun infrastruktur di Papua adalah masalah biaya (cost) yang sangat besar. Sebagai perbandingan jika 1 zak semen seharga 150 ribu, maka di Papua harganya akan meningkat menjadi 10 kali lipat! Mungkin dengan dasar itulah proyek pengadaan infrastruktur di sana menjadi tersendat. Oleh sebab itu pembangunan di Papua haruslah mencari ’strategi khusus’. Khusus di sini maksudnya bagaimana pembangunan di Papua haruslah bisa mengakomodir potensi alam dan sumber daya manusia dengan peluang yang ’cocok’ dengan kondisi kekinia Papua. Adalah hal yang contra produktif bila menerapkan strategi pembangunan di Papua dengan daerah Jawa atau provinsi lainnya di Indonesia. Sebab setiap daerah punya potensi dan karakteristik yang berbeda satu sama lainnya.

Dalam tulisan saya terdahulu sempat dipertanyakan bagaimana seandainya Papua menjadi Provinis Olah Raga? Mungkin kedengarannya kurang keren atau prestisius.Tapi tahukah Anda bahwa negara-negara maju saat ini justru sedang menggalakkan pembangunan infrastruktur olah raga di negara mereka. Perhelatan Piala Eropa 2012 lalu di Polandia-Ukraina membuktikan bahwa negara-negara Eropa Timur saat ini kelihatan kemajuannya dengan telah dibangunnya stadion dan  saraana olah raga kelas dunia di negara mereka. Bahkan transaksi antar pemain sepak bola yang direkrut oleh klub-klub sepak bola Eropa menunjukkan kecendrungan meningkat dari tahun ke tahun. Anda dan saya mungkin terhenyak bila melihat ada pemain sepak bola yang dikontrak seharga 100 hingga 500 milyar rupiah untuk bermain sepak bola di klub tertentu di Eropa. Jadi memfokuskan Papua menjadi provinsi yang mempunyai kekhususan (misalnya olah raga) bukanlah hal yang merendahkan gengsi atau martabat.

Atau pemerintah dan rakyat Papua dapat juga membuat suatu terobosan dengan memfokuskan provinsi ini menjadi daerah wisata alam dan laut (bahari). Bukankah provinsi Bali juga tidak memiliki sumber kekayaan alam namun dengan industri wisata dan budaya yang mereka miliki, mejadikan provinsi Bali sebagai pusat wisata utama di Indonesia maupun dunia! Atau bila perlu orang Papua difokuskan untuk dapat menjadi nelayan memiliki keahlian sebagaimana yang dimiliki oleh nelayan Jepang atau Amerika yang dapat menangkap ikan-ikan komoditas ekspor ke manca negara. Tidak ada yang tidak mungkin bila kita bekerja keras, bekerja sama dan bekerja cerdas untuk mewujudkan cita-cita luhur tersebut.

Merajut Kemakmuran di Tanah Papua

Ada pepatah yang mengatakan bahwa Kota Roma dibangun tidak dalam sehari. Perlu waktu dan sumber daya (manusia, modal, peralatan dan teknologi) untuk mewujudkan suatu kota atau provinsi impian. Provinsi Papua haruslah dijadikan pilot project untuk dapat membangun sumber daya manusia dan mega proyek. Bila perlu siapapun presiden RI periode 2014 nantinya – dalam salah satu fokus kerja kabinetnya untuk dapat mewujudkan agar provinsi Papua dapat menjadi salah satu provinsi andalan di Indonesia. Tidak cukup membangun Provinsi Papua dengan slogan atau pidato an sich. Atau juga membangun Papua dengan Undang-Undang atau Keppres semata. Membangun provinsi Papua haruslah dimulai dengan semangat kebersamaan hati, kerja sama dan kerja keras secara Nasional.

Banuayu, 02 Juli 2012

Majulah Papua-ku! (Bagian Kedua Tulisan)


 Banyak ceritera sukses suatu daerah atau suku di tanah air yang bila dilihat dari segi kekayaan alamnya – daerah tersebut boleh dikatakan daerah yang minus. Namun ada beberapa daerah yang tidak terlalu peduli dengan modal sumber daya alamnya, tapi tetap mengedepankan sumber daya manusianya. Pendidikan merupakan intangible asset bagi setiap daerah di Indonesia. Daerah yang sdmnya bagus – meskipun kekayaan alam daerahnya tidak ada – masih mempunyai harapan untuk menjadi daerah yang maju. Bandingkan dengan daerah yang awalnya mempunyai sumber kekayaan alam yang besar, namun karena over exploitation dan tidak mempersiapkan sumber daya yang terdidik – lambat-laun tetap menjadi daerah yang tidak berkembang. Bahkan bisa jadi kemiskinan akan langgeng bercokol di daerah mereka.

The Power of Education

Ada keyakinan pada orang tua kita dulu bahwa mereka (orang tua –red) rela hidup apa adanya, yang penting anak-anak mereka dapat melanjutkan pendidikan setinggi-tingginya. Memiliki pendidikan yang tinggi merupakan modal untuk dapat memiliki pekerjaan, akses dan relasi yang lebih luas dan berkualitas. Ada suatu dialog dalam film tentang Afrika dimana seorang bule agak terkejut melihat seorang anak Afrika yang ternyata bisa berbahasa Inggris. Oleh sang bapak dijelaskan bahwa ia sengaja mendidik anaknya agar bisa berbahasa Inggris supaya kehidupannya lebih baik daripada orang tuanya. Atas penjelasan sang orang tua si anak, si bule menyimpulkan bahwa you must speak English for better future!

Tidak dapat dipungkiri juga bahwa kemajuan negara manapun di dunia ini pastilah didukung oleh tingkat pendidikan yang tinggi dan bermutu. Jepang termasuk negara yang kurang memperhatikan aspek penguasaan bahasa Inggris bagi warganya. Tapi jangan ditanya bagaimana dengan sistem pendidikan di Jepang yang menerapkan standar disiplin dan kualitas tinggi terhadap murid-murid sekolah mereka. Orang Jepang mempunyai prinsip menguasai ilmu dan penerapannya. Sehingga aspek penguasaan bahasa selain bahasa Jepang dikesampingkan.

Pendapat seorang Jusuf Kalla, kala beliau masih menjadi wapres yang mengatakan bahwa bila ada perbedaan mutu pendidikan sekolah di Jawa dengan Papua, maka janganlah membuat standar kelulusan siswa di Papua di down grade, tapi lakukan perbaikan mutu guru dengan memberikan kompetensi dan sertifikasi yang standar nasional serta membangun infrastruktur yang sama baiknya  dengan saudara-saudaranya di pulau Jawa. Bila mutu guru dan fasilitas sudah terpenuhi – bukan tidak mungkin prestasi putera-puteri terbaik Papua akan muncul dengan gilang-gemilang. Daerah yang mutu sumber dayanya hebat, akan membuat negara menjadi kuat dan bermartabat!



Banuayu, 02 Juli 2012

Rabu, 27 Juni 2012

Majulah Papua-ku! (Bagian Satu)


Mendengar nama Papua mengingatkan kita akan kisah heroik sekitar awal tahun 1960-an dimana tanah terujung di Bumi Cenderawasih ini direbut kembali ke pangkuan Pertiwi dari penjajah Belanda. Saat Orde Baru berkuasa -- masih sering terdengar ada berita tentang Organisasi Papua Merdeka (OPM) atau tawuran antara desa atau suku. Sungguh miris hati dan perasaan kita sebagai bangsa karena saat inipun ceritera duka tentang saudara-saudara kita di Tanah Papua yang masih belum maju dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia. Otonomi daerah yang didengungkan di Tanah Papua hingga kini belumlah menunjukkan perkembangan yang signifikan.

Dari catatan provinsi yang terkaya di Indonesia, Tanah Papua termasuk daerah yang kaya akan sumber daya alamnya. Kekayaan alam yang tersimpan di perut bumi Tanah Papua hingga kini masih dieksploitasi oleh investor yang nota bene belum memberikan sebesar-besar kemakmuran rakyat meskipun sudah dikeruk sejak awal kembalinya Irian Jaya atau Papua ke Ibu Pertiwi. Kita sedih betapa kekayaan alam yang luar biasa itu tidak paralel dengan kemajuan yang seharusnya dapat dinikmati oleh saudaraku di Tanah Papua. Bila Pemerintah ingin membuat maju Tanah Papua, maka siramlah mereka dengan pendidikan yang baik, infrastruktur yang memadai, akses informasi dan modal yang cukup sehingga berita-berita yang akan kita dengar, baca dan lihat di media surat kabar atau elektronik tidak lagi seperti saat ini. 

Peribahasa yang mengatakan 'ayam mati di lumbung padi', mungkin masih bisa dialamatkan kepada kondisi saudara kita di Tanah Papua. Padahal provinsi tersebut sudah berkembang dari segi otonomi daerah, tapi mengapa percepatan kemajuan hingga kini belum terwujud?

Ada saran untuk percepatan kemajuan Tanah Papua yakni melalui jalur ABG.

Pertama, Akademis. Pendidikan di Tanah Papua harus diberikan akses guru atau dosen yang bermutu. Agar para guru atau dosen mau mengajar di Tanah Papua, maka perlu diberikan insentif khusus bagi para guru atau dosen yang mengajar di sana.

Kedua, Businessmen. Perlu dirangkul para pebisnis dari seluruh tanah air khususnya dan dunia -- agar mau berbondong-bondong menanamkan modalnya di Tanah Papua. Mulai dari perusahaan pertambangan, migas, pariwisata, perkebunan dan lain-lain untuk dapat berkiprah lebih banyak lagi di sana.

Ketiga, Government. Pemerintah dan PNS di Tanah Papua harus diberikan kompetensi yang standar dan sejajar dengan yang dimiliki oleh provinsi lain di Indonesia. Bila perlu PNS di Papua melakukan program magang dengan provinsi di Sumatera atau Jawa.

Saatnya kita berbagi pengalaman, keahlian dan modal kepada saudara kita di Papua. Tanah Papua merupakan benteng pertahanan Indonesia di masa depan. Papua yang kuat, kaya dan makmur tentunya akan membuat bangsa ini lebih dihormati baik oleh orang Papua sendiri atau dunia Internasional.

Banuayu, 27 Juni 2012
 
 


Jumat, 22 Juni 2012

"Cek Kosong" Pemimpin











Salah seorang pengamat politik mengatakan bahwa 'kesalahan' yang dilakukan oleh para demonstran ketika awal berdirinya orde baru tatkala 'menaikkan' pak Harto saat itu adalah hanya fokus pada musuh bersama yang bernama komunis. Tatkala komunis berhasil dipadamkan -- orang sudah lupa bahwa kesalahan yang dilakukan oleh orde sebelumnya dikarenakan kekuasaan yang terlalu lama dan cenderung disalahgunakan oleh penguasa.

Belajar dari hal tersebut ketika era reformasi tahun 1998 yang merupakan koreksi atas orde baru yang sudah kehilangan kepercayaan dari rakyat, memunculkan era reformasi hingga sekarang ini. Hanya saja, sejarah lama berulang kembali. Memang diakui bahwa beda bubarnya orla dengan orba, melahirkan 'cek kosong' buat pemimpin baru. Akibatnya si penguasa yang baru -- lama kelamaan lupa dengan amanah yang dititipkan ke pundaknya untuk berbuat dan bertindak untuk kepentingan rakyatnya -- justru malah kehilangan kepercayaan itu tatkala pemimpin tersebut tidak dapat mewujudkan cita-citanya untuk mensejahterakan rakyat. Meskipun pejabat pengganti pak Harto selanjutnya tidak lagi mengantongi 'cek kosong' alias sudah ada TAP MPR yang berisi butir-butir Reformasi yang harus dilaksanakan. 

Pelajaran dari pergantian kepeimpinan nasional dari sejak Soekarno, Soeharto hingga Habibie merupakan pelajaran bagaimana kepemimpinan era reformasi haruslah diisi dengan cek atas nama si pemimpin tersebut. Jadi siapapun yang menjadi pemimpin di negeri ini haruslah dapat 'mencairkan' cek (isi atas nama tersebut) untuk dapat digunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Mestinya tidak ada lagi pemimpin negeri ini yang tidak tahu apa dan bagaimana tugas yang harus diembannya. Naif rasanya bila ada pemimpin yang mengeluh terhadap persoalan bangsa yang sudah menjadi tanggung jawabnya untuk dapat diselesaikan.Masih ingatkah kita bahwa pemimpin era pasca proklamasi yang masih dibebani perang menghadapi kolonial Belanda, kemiskinan dan kebodohan. Namun sejarah menunjukkan bahwa para pemimpin bangsa saat itu anti keluhan atau protes atas minimnya fasilitas untuk jabatan mereka.

Saat negara dilanda krisis, kita membutuhkan pemimpin yang berani berbuat untuk dapat mengisi 'cek kemakmuran' untuk rakyatnya. Tidak ada pemimpin hebat dilahirkan saat negaranya dalam kondisi aman atau biasa saja. Pemimpin yang hebat muncul saat negara membutuhkan dirinya dengan segala amanah ada kepercayaan yang disematkan di pundaknya.


Banuayu, 22 Juni 2012

Jumat, 15 Juni 2012

Pemimpin Dadakan


Dalam istilah kepemimpinan dikenal dua sistem rekruitmen yakni pemimipin yang dilahirkan (leader was born) atau pemimpin yang diciptakan (leader was made). Namun saat ini kedua pola tersebut nampaknya akan tergerus dengan tampilnya pola kepemimpinan baru yakni pemimpin dadakan (a sudden leader). Kenapa pemimpin dadakan ini lahir? Adapun pemimpin dadakan ini lahir karena jalur untuk menjadi pemimpin selama ini haruslah formal (baik pendidikan atau partai politik) atau jalur singkat (shorcut) yakni pemimpin yang karena kekuatan finansialnya bisa 'membeli' suara dari konstituennya. Akan halnya pemimpin dadakan bisa jadi bukan karena kekuatan jalur formal atau finansial, namun karena sesuatu dan lain hal -- akhirnya ia muncul sebagai pemimpin alternatif dibandingkan dengan  output pemimpin yang selama ini ada (jalur konvensional yakni partai politik atau pemerintahan).

Pemimpin dadakan ini biasanya lebih tegas, lugas, dan tidak banyak basa basi. Ia tidak peduli apakah yang ia lakukan tersebut telah 'menabrak' aturan atau tidak. Yang penting baginya adalah persoalan dapat diselesaikan dengan segera. Sebab bukan berita baru bila ada pemimpin mulai dari bupati/walikota, gubernur hingga presiden yang bila ditanya terhadap persoalan yang ada -- selalu 'tengok kiri-kanan' alias membandingkan apa yang telah dilakukan oleh pemimpin sebelumnya dengan apa yang hendak dilakukan ke depan. Biasanya, ia akan menjadi the Good Promised (Pemberi Janji yang Baik) sebelum ia terpilih, dan akan menjadi the Good Excused (Pemberi Alasan yang Baik) bila dalam kepemimpinannya ia tidak berhasil membuktikan janji-janjinya. 

Yang perlu diwaspadai dengan fenomena pemimpin dadakan tersebut adalah apakah kehadirannya tersebut karena direkayasa secara sistemik atau memang karena stock pemimpin yang ada tidak dapat mengakomodir kebutuhan rakyat akan pemimpin yang dapat memberikan solusi terhadap persoalan yang dihadapi rakyat! Bahasa gamblangnya bila seseorang diangkat menjadi pemimpin lokal atau nasional adalaha bagaimana di daerah yang dipimpinnya tersebut tidak ada yang kelaparan (termasuk pengangguran), tidak ada anak sekolah yang tidak dapat melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi (pendidikan), dan tidak ada yang sakit yang tidak mampu berobat ke dokter atau ke rumah sakit. Boleh jadi ini termasuk job desk dasar bagi siapapun pemimpin yang akan dipilih rakyat sebagai pemimpin mereka.

Namun kehadiran pemimpin dadakan ini dapat dieliminir apabila setiap produsen calon pemimpin (partai politik atau pemerintahan) dapat menjalankan pola rekruitmen yang baik. Jadi setiap orang yang bergabung di partai politik atau pemerintahan adalah orang yang terbaik dari sisi pendidikan, prestasi, dan integritas. Bila hal ini tidak dibenahi karena kecenderungan partai politik merekrut anggotanya hanya untuk kepentingan sesaat (vote getter), apalagi setelah ia terpilih bukanlah memberikan kontribusi terbaik kepada rakyat, maka kelak pemimpin seperti itu akan dicap rakyat sebagai pemimpin yang sebaiknya segera dilupakan (better for forget!)

Banuayu, 15 Juni 2012

Jumat, 01 Juni 2012

Janji Sang Pengusaha India


Bila seorang penguasa prihatin dengan kehidupan rakyat yang dipimpin adalah hal biasa atau sudah semestinya! Namun bila yang prihatin dengan rakyatnya dan berusaha untuk membantu meringankan beban rakyatnya – hal ini patut dihargai. Adalah seorang pengusaha otomotif India bernama Sir Ratan Tata yang melihat betapa kondisi rakyat India yang dari 1.000 orang, yang memiliki kendaraan roda empat hanya 15 orang. Lalu apa moda transportasi rakyat kebanyakan di India? Jawabannya adalah kendaraan roda dua (sepeda motor) atau roda tiga (bajaj). Sayangnya sepeda motor itupun akhirnya ‘dipaksakan’ menjadi kendaraan ‘roda empat’ karena penumpang dari sepeda motor tersebut rata-rata tiga atau empat orang. Boleh jadi sepeda motor diibaratkan sebagai ‘familly vehicle’ bagi rakyat kebanyakan. Jadi memiliki kendaraan roda empat merupakan harapan atau bahkan mimpi dari sebagian besar rakyat India. Namun ada yang lebih memperihatinkan lagi – bahwa meskipun sudah overload – pengemudi atau penumpang sepeda motor tersebut enggan bahkan tidak peduli dengan keselamatan (tidak memakai helm).

Dilatarbelakangi kedua hal tersebut maka sang pengusaha untuk membuat cetak biru (blueprint) mobil rakyat (India) tersebut. Sejarah dunia menunjukkan bahwa Amerika juga punya program mobil rakyat, bahkan Jerman malah membuat icon produk mobil mereka dengan sebutan mobil rakyat (Volkswagen). Indonesia bahkan pernah mengadopsi mobil rakyat tersebut dengan MR 90 (mobil rakyat tahun 1990) yang diproduksi oleh Mazda (Jepang). Begitu juga dengan pencanangan mobil rakyat versi menjelang tahun 2000-an yakni mobil Timor yang diproduksi oleh Kia Motor (Korea). Awal tahun 2012 ini ada juga karya anak bangsa (SMK) diberi nama mobil Esemka. Sayangnya belum ada pengusaha otomotif nasional Indonesia atau  pejabat tinggi di bawah lembaga tertinggi Negara yang mendukung penuh karya anak bangsa ini. Bahkan ada diantara pejabat yang seolah-olah ‘tidak percaya’ bahkan ‘meragukan’ kemampuan anak bangsa sendiri!

Awalnya sang pengusaha otomotif India itu sudah berani mematok harga dengan mengatakan bahwa mobil produksi mereka bakal menjadi the cheapest car in the world (mobil termurah di dunia). Harga mobil tersebut dipatok seharga 100.000 Rupee atau setara 2.100 USD. Untuk mewujudkan membuat produksi mobil murah tersebut tidaklah mudah. Namun sang pengusaha tetap berkomitmen untuk menjadikan mimpi mobil murah tersebut menjadi kenyataan. Ia berpendapat; Promise is as Promise!
Komitmen ingin membantu rakyat agar dapat memiliki mobil dengan harga terjangkau akhirnya terwujudlah.

Adalah pak Sukiat yang mendirikan “Kiat Motor” untuk memproduksi mobil Esemka yang fenomenal itu. Semestinya pengusaha-pengusaha lainnya bisa bergabung untuk mendirikan perusahaan multi nasional yang kelak akan melahirkan mobil nasional yang murah untuk rakyat. Selain membuat mobil Tata Nano yang murah, kabarnya pihak Tata Motors juga akan membuat mobil listrik (Electric Vehicle/EV). Beberapa waktu lalu pak Dahlan Iskan selaku Meneg BUMN juga sempat melontarkan ide bahwa Indonesia sedang mempersiapkan suatu rancangan untuk pembuatan mobil listrik nasional. Langkah ini tentunya kita dukung karena dampak rencana kenaikan BBM (tertunda – red) telah banyak menimbulkan kerugian bagi rakyat. Semakin banyak para spekulan yang menyelundupkan BBM bersubsidi dan ujung-ujungnya konsumenlah (rakyat) yang dirugikan. Kita semua berharap janji pak Dahlan Iskan tersebut tetaplah janji sebagaimana janji yang mesti diwujudkan sebagaimana telah dibuktikan oleh seorang pengusaha otomotif dari India itu. Promise is as Promise!

Banuayu, 01 Juni 2012

Rabu, 23 Mei 2012

3 on 3 Ways (Solusi Macet Jangka Panjang)


Entah mengapa tiba-tiba Macet dan Banjir seolah-olah menjadi Main Program bagi para calon gubernur DKI tahun 2012 ini. Bila para calon gubernur DKI masih dipusingkan dengan program apa seharusnya segera dilakukan apabila salah satu dari mereka terpilih menjadi gubernur nantinya. Sebenarnya masalah macet dan banjir hendaknya dapat menjadi pelajaran bagi setiap walikota dan gubernur non DKI yang suatu saat kelak ingin berlaga atau ‘mengadu nasib’ menjadi orang nomor satu di DKI.
Solusi yang ditawarkan ini lebih cocok dijadikan kajian bagi walikota atau gubernur dimana luas dan kepadatan lalu-lintas atau penduduknya belum semegapolitan Jakarta. Mengapa? Salah satu kendala untuk pembangunan infrastruktur di Jakarta adalah masalah pembebasan tanah yang konon kabarnya hampir mendekati separuh dari investasi yang akan dikeluarkan. Misalkan saja bila investasi membutuhkan 1 Triliun, maka dana yang harus digelontorkan untuk pembebasan tanah seharga 500 Milyar!
Prinsipnya, 3 on 3 Ways ini merupakan perpaduan 2 (dua) jalan raya (arteri dan tol) dan jalan kereta api. Mengapa ada jalan kereta api? Karena sebagaimana diketahui jalur sepanjang jalan kereta api adalah tanah milik Negara. Jadi bila terjadi perluasan di sisi kiri dan kanan, tentunya dana untuk pembebasan tanah tidak akan terlalu besar. Lagi pula pengerjakan land clearing dan civil tidak akan serumit bila tanah bakal jalan tadi merupakan tanah pemukiman penduduk. Jadi bila setiap jalan (2 jalan raya, 1 jalan kereta api) dibuat 2 (dua) jalur selebar 2 x 8 meter) – maka lebar tanah yang harus disiapkan sebesar 2 (double track) x 8 meter x 3 (moda). Dikalikan berapa km jalan yang harus dibangun plus biaya per km investasi yang harus disediakan oleh pihak investor (BUMN/BUMD  atau swasta nasional/asing).
Diharapkan dengan 3 on 3 Ways System ini masalah kemacetan akan dapat diatasi minimal untuk jangka waktu 30-50 tahun bahkan mungkin bisa sampai 100 tahun. Koq bisa? Sebab sejarah membuktikan bahwa setiap kemacetan lalu-lintas yang terjadi di seluruh kota besar di Indonesia lebih disebabkan karena pemimpin daerah (bupati/walikota atau gubernur) yang berpikir reaktif ketimbang berpikir antisipatif. Bahkan tidak jarang masalah kemacetan lalu-lintas seperti penyakit yang tidak tahu apa penyebabnya dan sulit mencari obat atau solusinya. Manfaat 2 (dua) jalur utama (double track kereta api dan 2 (dua) jalur tol dengan 2 (lajur) di masing-masing sisi tol – akan memberikan multi flyer effect bagi pertumbuhan dan perkembangan perekonomian dan mobilitas penduduk. Sinyalemen bahwa banyak uang ‘terbuang’ gara-gara macet dapat dieliminir.
Nah, lalu apakah 1 jalan arteri atau tanah menjadi mubazir? Tentu saja tidak. Jalan ini dipergunakan untuk kebutuhan kendaraan berat baik untuk operasional industry atau kendaraan yang menurut peruntukannya lebih cocok di jalan ini daripada berjalan di jalan tol. Selain itu, jalan ini dapat dijadikan jalan alternative seandainya terjadi kerusakan atau kecelakaan pada jalur tol atau kereta api. Semoga dapat menjadi bahan pemikiran dan kajian kita bersama.

Banuayu, 22 Mei 2012   

Contra Flow Investment (Bagaimana China Membangun Infrastruktur di Afrika) Bagian Ketiga Tulisan


Bagian Ketiga

Pepatah China mengatakan “Bila Ingin Lepas dari Kemiskinan, maka Bangunlah Jalan!” Saat ini pembangunan infrastruktur merupakan keniscayaan. Hampir tidak ada Negara yang berangsur makmur tanpa dibarengi dengan pembangunan infrastruktur, terutama jalan. Bila diibaratkan tubuh manusia, maka jalan tak obahnya seperti urat nadi peredaran darah. Salah satu handicap rendahnya daya saing produk kita di luar negeri karena factor harga dan kecepatan distribusi barang dan jasa. Ada guyonan bahwa apel dari Malang harganya hanya lebih murah lima ribuan saja dibandingkan dengan Washington apple yang diimpor dari Amerika. Selisih harga 5 ribuan itu dengan perbandingan tampilan yang mencolok baik dari segi packaging, rasa dan kualitas pasca panen. Hebatnya lagi selisih harga tersebut juga sangat mencolok dari segi transportasinya. Apel Malang diangkut pakai truk atau kereta api menuju Jakarta atau kota lainnya di Indonesia, sedangkan apel Washington dari perkebunannya langsung dibawa ke bandara selanjutnya naik pesawat cargo boeing menuju Indonesia. Suatu kisah ‘perjalanan apel’ yang membedakan harga jual berikutnya bagi si apel Amerika itu.
Strategi China untuk mengundang high class investor untuk berinvestasi di China, sementara itu di sisi lain mereka memberikan kemudahan bagi investor dalam negeri menanamkan investasi ke Negara-negara potensial untuk mendatangkan keuntungan berlipat sekaligus mendukung penyediaan bahan baku atau energy untuk industry China sendiri. Strategy ini dapat dikatakan sebagai Pull and Push Investment Strategy. Bagi investor asing yang masuk, pihak China sangat selektif dan memberikan persyaratan yang ‘menguntungkan’ rakyat China. Penekanan terhadap ‘syarat-syarat’ ini merupakan strategy untuk dapat memfilter investor yang benar-benar memberikan gain yang signifikan bagi China. Sementara itu dorongan akan diberikan sepenuhnya bagi siapa saja warga China yang mau menanamkan investasinya ke luar negeri. Salah satu strategi yang dilakukan  yaitu komposisi 30% untuk kerjasama dengan investor dalam negeri bidang engineering (struktur dan desain), keuangan (financing) dan tentunya SDM. Dengan strategi 30% ini maka sebenarnya China secara otomatis telah mencanangkan learning by doing terhadap industry apa saja yang masuk ke China. Dalam jangka relative singkat – seandainya sang investor harus hengkang dari China – modal 30% tadi telah dapat melanjutkan atau bahkan membeli industry yang sudah mereka tanamkan di China.
Ketika ada kunjungan anggota DPR RI Pusat ke Sumatera Selatan yang meninjau industry pulp beberapa waktu lalu, salah seorang anggota dewan memberikan motivasi agar direksi perusahaan yang asli orang Indonesia – hendaknya memperhatikan betul tentang kompetensi dan pelatihan bagi karyawannya. Modal dan system boleh dikuasai oleh investor asing, namun bagaimana system itu berjalan dan dijalankan tentunya orang (karyawan) Indonesia-lah yang lebih tahu. Bila sewaktu-waktu si investor hengkang dari Indonesia, maka bermodalkan SDM yang sudah well trained dan tahu seluk-beluk menjalankan industry ini – tidak tertutup kemungkinan kita bisa menjadi tuan di negeri sendiri – meskipun pada industry yang high capital atau high-tech sekalipun!

Banuayu, 22 Mei 2012

Selasa, 22 Mei 2012

Contra Flow Investment (Bagaimana China Membangun Infrastruktur di Afrika) Bagian Kedua Tulisan

Bagian Kedua

Sudah jamak diketahui bahwa produk film barat khususnya Hollywood merupakan industri kapitalis dan global dan high technology. Ujung-ujungnya tentunya high cost. Baru-baru ini pihak BBC TV memperlihatkan bagaimana untuk membuat film berdurasi beberapa menit tersebut ternyata membutuhkan biaya yang cukup mahal. Kreativitas tim akhirnya muncul dengan menggunakan filosofi biaya yang optimal dengan hasil yang maksimal. Hal yang sama juga dilakukan oleh crew production house di India yang membuat film action dengan modal tidak semahal biaya yang dikeluarkan oleh produser film Hollywood. Pendek kata kreativitas harus diutamakan ketika berhadapan dengan pesaing yang lebih dulu eksis dan mempunyai teknologi dan modal yang lebih besar. 

"Bila anda tidak bisa lebih besar, maka sebaiknya anda lebih cepat. Atau setidaknya bila keduanya tidak bisa dipenuhi, maka setidaknya anda haruslah lebih murah"

Mungkin hal inilah yang mendasari bagaimana investasi China merambah demikian massive di benua Afrika. Contra flow kedua dalam tulisan ini menunjukkan bahwa segmentasi investasi mutlak dilakukan bila kita tetap mau melakukan ekspansi modal ke negara lain yang nota benen juga mempunyai banyak pilihan investasi dari negara lain. Pilihan menggunakan teknologi tepat guna dan low cost ditambah dengan faktor kemudahan dalam 'barter' investasi, sehingga 'tawaran' yang diajukan oleh China lebih reasonable dibandingkan dengan kompetitor (investor) lainnya.

Keunggulan lainnya bahwa China secara budaya dan kontinental tidak terlalu jauh berbeda dengan Afrika. Faktor kemiripan sejarah masa lalu yang juga sama-sama merasakan akibat penjajahan -- hal mana sebagian besar negara-negara Afrika adalah merupakan daerah bekas jajahan bangsa Eropa. Stigma para penjajah akan mengeksploitasi hasil bumi dari daerah jajahan tentunya tidak begitu saja dilupakan oleh bangsa-bangsa yang pernah mengalami penjajahan itu sendiri. Meskipun tidak dapat dipungkiri posisi tawar negara yang low technology and capital dapat di'kendalikan' oleh negara yang berposisi sebagai investor.

Pendekatan low cost dan kemudahan pembayaran (bisa barter - red) juga diiringi dengan pembuktian bahwa bangsa China merupakan bangsa yang bisa bekerja sama dengan negara manapun dengan overhead yang rendah bila hal yang sama dilakukan oleh pihak barat misalnya. Dalam suatu wawancara BBC TV dengan pekerja China yang mengerjakan proyek infrastruktur di salah satu negara Afrika -- sang kontraktor menjelaskan bahwa mereka bekerja sangat disiplin dan keras. Mereka jarang berinteraksi (inklusif) dengan penduduk lokal mengingat sifat pekerjaan mereka yang sangat dikejar target. Namun dengan teknologi IT saat ini -- kerinduan pekerja China terhadap keluarganya di kampung halaman yang berjarak ribuan mil dapat diatasi.

Adalah hal yang mungkin saja terjadi bila ada pengusaha swasta nasional atau BUMN RI yang mendapatkan kontrak pembangunan mega proyek (infrastruktur) di negara-negara Afrika atau Arab yang menyedot tenaga kerja profesional yang banyak. Bukan tidak mungkin juga bila contra flow investment ini juga dimanfaatkan oleh Indonesia, maka suatu saat kita akan banyak mengekspor tenaga-tenaga ahli konstruksi yang teruji dari segi kualitas dan tentunya dengan effective cost yang bersaing. Daripada kita mengeksport TKI atau TKW yang low quality dan tentunya low protection (safety and regulation), alangkah baiknya mindset ekspor tenaga kerja dibuat perencanaan yang strategis (per kawasan atau G to G) dengan negara yang membutuhkan capital atau manpower dari Indonesia.

Bila China saja mampu melakukannya, kenapa Indonesia tidak bisa? Yang membedakan antara China dengan Indonesia adalah Yin dan Yang. China tidak saja piawai dalam membaca peluang dan memanfaatkannya, sedangkan Indonesia masih melihat ada treatment pada setiap opportunity yang ada. Saatnya kita harus melihat opportunity meskipun ada treatment di hadapan kita.


Banuayu, 21 Mei 2012

Minggu, 20 Mei 2012

Contra Flow Inves tment (Bagaimana China Membangun Infrastruktur di Afrika) Bagian Pertama


Tatkala Negara-negara Barat mempertahankan reputasi mereka bahwa pihak baratlah yang paling berpengalaman dalam membangun infrastruktur dan berinventasi terhadap negara-negara dunia ketiga atau lebih cenderung disebut Negara-negara miskin, setidaknya hanya ada tersisa peluang kerja sama selain barat yakni pihak timur. Sayangnya, pasca rontoknya Uni Soviet – praktis yang tersisa hanya blok komunis diluar yaitu (eropah timur, China dan Kuba). Mungkin hanya China yang termasuk pengecualian negeri komunis yang menjadi sparing partner of enemy bagi pihak barat. Mengapa hal ini terjadi? Setidaknya karena factor China sebagai pangsa pasar produk barat yang potensial, juga adanya mindset bahwa ideology kapitalis dan komunis masih bisa ‘direkat’ dengan ideology pasar. Dengan kata lain kita boleh berbeda paham politik dan agama sekalipun, namun untuk kebutuhan perekonomian – kita boleh berhubungan dengan siapa dan Negara mana saja!
Sudah jamak terbukti bahwa pihak barat sangat saklek dan solid di dalam mempertahankan system, policy dan strategy kapitalis mereka bila berinvestasi dengan Negara non barat. Kerjasama investasi yang saling menguntungkan – apakah itu oleh pihak barat atau pihak blok manapun –cenderung lebih menguntungkan bagi para investor. Profit tends going to the Investors!
Peluang pihak Negara-negara yang kaya sumber daya alam namun ‘miskin’ kreativitas ini, mendorong China untuk dapat menjadi ‘dewa penolong’ bagi Negara-negara Afrika yang butuh infrastruktur dengan persyaratan yang tidak ‘serumit’ pihak kapitalis barat selama ini. Persyaratannya tidak perlu harus menekan otoritas politik (seperti isu hak azazi manusia, lingkungan, dsb). Toch, kami datang untuk berdagang atau berbisnis dengan Anda bukan ikut ‘mengurusi’ rumah tangga Anda!
Satu hal yang perlu dicatat bahwa politik China lebih sedikit soft dibandingkan dengan pihak barat untuk membackup kelangsungan hidup industry kapitalis mereka. Pihak barat setidaknya punya 3 (tiga) scenario terhadap Negara-negara yang bakal menghambat laju perekonomian (kapitalis) mereka. Selain politik dan ekonomi, opsi militer menjadi salah satu yang akan diambil apabila ada Negara yang kaya SDA namun ‘sulit’ diajak ‘bekerjasama’. Hal tersebut sulit (setidaknya hingga saat ini – red) bila diterapkan terhadap China. Bargaining position sebagai salah satu Negara yang mempunyai hak veto di PBB dan tingkat pertumbuhan ekonomi paling dinamis di dunia, membuat langkah China sebagai alternative kerjasama bagi Negara-negara di Afrika. Evaluasi yang harus diperhatikan bahwa adagium no lunch free sudah pasti ada. Kabarnya pihak China diberikan konsesi atas pengelolaan minyak dan mineral atas dibangunnya infrastruktur di Negara-negara Afrika itu.

Banuayu, 20 Mei 2012

Mengisi Ulang “Cek Kosong” Reformasi (Kebangkitan Nasional RI ke-104 pada tanggal 20 Mei 2012)


Dibutuhkan waktu 37 tahun sejak kebangkitan nasional 1908 sebelum proklamasi 17 Agustus 1945. Sejak proklamasi hingga runtuhnya orde baru, sudah setengah abad (53 tahun) harus dilewati bangsa ini sebelum akhirnya lahir orde perubahan atau reformasi Mei 1998. Saat itu kita sebagai anak bangsa sudah sangat paham bahwa ketika orde baru menumbangkan orde lama – maka ‘pola’ pada orde baru tidak akan terulang lagi setela estafet pemerintahan dipegang oleh orde baru. Namun kenyataan berkata  lain. Ketika rakyat dan mahasiswa menjadi “parlemen jalanan” di saat lahirnya orde baru – ketika itu ada yang terlupakan bahwa rezim baru yang akan menggantikan rezim lama haruslah diberikan guidance untuk menjalankan pemerintahan ke depan. Sayangnya karena eforia berhasil menggulingkan ‘orde lama’ dan ‘memberangus’ paham komunis – ‘kontrak politik’ bagi pemimpin baru pemerintahan-pun urung terjadi.
Meskipun saat rezim orde baru akhirnya “bubar” pada Mei 1998 --  dan para reformis telah memberikan 10 (sepuluh) pokok-pokok reformasi – hingga saat ini belum berjalan optimal. Mungkin masalah kebebasan pers yang setidaknya leading dibandingkan dengan program lainnya (pemberantasan KKN, otonomi daerah, pemberantasan kemiskinan, dll). Kesalahan terulang kembali tatkala negeri ini berhasil mengganti pemimpinnya tapi gagal dalam merobah system rekruitmen calon pemimpin di semua lini (eksekutif, legislative, dan yudikatif). Lebih parahnya ketika zaman orba yang dikatakan executive heavy – maka potensi korupsi kebanyakan terjadi di pemerintahan.Cobalah lihat sekarang, hampir di semua sendi-sendi Negara telah terjadi wabah korupsi ini.
Saat menjelang pergantian pucuk pemerintahan dari pak Harto ke pak Habibie, sempat ada pemikiran ekstrem bahwa untuk mewujudkan Indonesia baru yang bebas dari KKN, maka harus dilakukan policy ‘potong satu generasi’ di semua lini pemerintahan dan partai politik! Sebab menurut si pengusung ide ini -- bahwa Indonesia tidak akan banyak berubah meskipun telah terjadi pergantian pucuk pemerintahan bila masih dipegang oleh orang-orang yang masih menjalankan “system lama”. Dengan kata lain bahwa mindset pemimpin di pemerintahan dan partai politik masih syarat untuk mementingkan kepentingan pribadi, kelompok dan golongan. Lebih parahnya lagi demi kepentingan itu (pribadi, kelompok dan golongan), upaya yang dilakukan telah menabrak rambu-rambu reformasi dengan tetap meningkatnya potensi kerugian Negara akibat praktik KKN.
Untuk mengisi ‘cek kosong’ reformasi yang telah berumur 14 tahun sebaiknya harus diisi ulang oleh segenap pemimpin negeri ini dengan prinsip 4 (empat) K, yaitu:
1.       Kejujuran. Pilihlah pemimpin dari level RT hingga presiden yang memiliki sifat jujur dalam hidupnya;
2.       Kerja Keras. Carilah tipikal calon pemimpin negeri yang mengajak dan membuktikan bahwa dirinya adalah sosok pekerja keras untuk bangsa dan rakyatnya;
3.       Kerja Sama. Pemimpin yang baik dan sukses bukanlah pemimpin yang one man show, namun menggalang seluruh potensi anak bangsa untuk kemakmuran bersama. Bukan pula pemimpin ketika tidak bisa menunjukkan kinerjanya, dengan gampang mencari kambing hitam bahwa carut-marut ketidakberesan sekarang ini juga merupakan akibat ‘ketidakmampuan’ pemerintahan atau pemimpin di masa lalu ;
4.       Kerja Cerdas. Diperlukan pemimpin yang cerdas dalam membuat perencanaan, menunjuk pelaksana yang tepat di lapangan, dan dapat mencapai target dan mempertanggungjawabkan atas amanah yang telah diberikan rakyat kepadanya.
Selamat atas Kebangkitan Nasional Indonesia ke-104. Saatnya untuk Bertindak, Kita Harus Bisa!
Banuayu, 20 Mei 2012

Jumat, 18 Mei 2012

Gagalkah Lady Gaga ke Indonesia?


Ada sepenggal percakapan dalam novel "Ayat-ayat Cinta" dimana ada seseorang yang anti Amerika yang tidak suka dengan tamu asing (wisatawan) yang datang ke Mesir. Di dalam bus tersebut terdapat juga seorang mahasiswa asal Indonesia yang ikut terlibat dalam dialog tersebut. Intinya ada yang pro dan kontra terhadap seorang bule yang ada dalam bus tersebut. Yang kontra mengatakan bahwa wisatawan asing tersebut merupakan musuh karena pemerintahnya dianggap telah mempelopori kejahatan sistemik terhadap bangsa Palestina dan Arab pada umumnya. Sedangkan yang tidak setuju justeru mengatakan bahwa si bule yang datang sebagai wisatawan tersebut harus dihormati sebagai tamu karena dalam agama (Islam) kita diwajibkan untuk memuliakan tamu. Selain itu sebagai tamu resmi negara, maka merekapun juga harus dihormati karena telah membayar pajak dan memberikan masukan terhadap devisa negara.

Saat ini ada artis yang kabarnya gagal masuk Indonesia karena kehadirannya akan lebih banyak menimbulkan mudharat daripada manfaatnya. Apalagi si artis kabarnya sering melakukan melakukan aksi erotisme di hadapan penontonnya. Sebenarnya hal ini dapat diatasi bila antara si tamu yang datang dan promotor yang membiayai kehadiran artis yang kontroversial tersebut dapat secara arif memilih kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan sesaat (bisnis/entertainment) atau keuntungan semata. Konon kabarnya ada tiket masuk yang dijual dengan harga mencapai 400  USD. Memang bisnis kreatif entertainment ini termasuk bisnis yang menggiurkan!

Jauh sebelum provinsi Aceh menjadi NAD sekarang ini, sudah jamak bagi siapa saja yang datang ke sana untuk berpikir dan bertindak menghargai bahwa Aceh adalah Serambi Mekah. Bahkan hingga sekarang ini siapa saja perempuan yang datang ke sana (baik muslimah atau non muslim) -- selalu menggunakan kerudung tatkala berada di sana. Namun tentunya tidak sesederhana itu ketika ada konser artis kelas dunia ke Indonesia untuk dapat berbusana dan bertingkah laku layaknya menghargai budaya Indonesia. Di banyak pengalaman justru ketika ada tamu artis ke suatu negara -- dimana si artis dan team kreatifnya memasukkan nilai-nilai budaya lokal negara yang dikunjungi saat konser, bukan tidak mungkin kehadiran si artis bukan saja menguntungkan dari sisi bisnis, tapi juga akan dikenang sebagai artis 'kelas dunia' yang mengakui keberagaman budaya dan values di setiap negara yang dikunjunginya.

Semoga ini dapat menjadi inspirasi bagi siapa saja 'artis tamu' yang akan datang ke tanah air. Indonesia adalah negara demokrasi yang memiliki nilai-nilai yang belum tentu sama dengan values yang dimiliki oleh si artis ketika ia berkunjung ke Indonesia.

Banuayu, 18 Mei 2012

Kamis, 17 Mei 2012

Membentuk Kabinet “Serius” (Bekerja)


Sudah sering terdengar kalau bangsa Jerman termasuk kategori bangsa yang serius. Mau bukti? Tatkala ada pagelaran misi kebudayaan di KBRI Berlin beberapa waktu lalu – salah-seorang peserta dimintai keterangan bagaimana kesan terhadap penonton Jerman tersebut. Spontan saja ia mengatakan bahwa mereka (tim kesenian) harus serius untuk melakukan pagelaran karena disamping sebagai duta bangsa – bangsa Jerman termasuk bangsa yang serius dalam segala hal. Cobalah perhatikan, dalam bertepuk tangan saja mereka sudah sangat ‘irit’ alias sekadarnya saja. Belum lagi reaksi mimic penonton yang  rada-rada serius dalam menikmati pagelaran tari dan music Indonesia itu. Untuk hal-hal yang santai atau enjoy saja mereka serius, gimana kalo yang lebih serius, bekerja misalnya.

Orang Amerika terkenal dengan sikap straight to the point alias enggak banyak basa-basi. Mereka  bangsa yang efisien dalam penggunaan waktu (time management) dalam segala hal. Dalam suatu dialog film Hollywood disebutkan bahwa alkisah seorang konsultan (arsitek) yang diberikan waktu membuat rancangan bangunan untuk investor Jepang. Sang Pemilik Firma tersebut memerintahkan agar sang arsitek  dapat menyelesaikan draft bangunan gedung yang diminta keesokan harinya. Namun oleh sang arsitek perintah itu ditampik dengan alasan ia sudah 2 (dua) tahun berturut-turut tidak bisa mengambil cuti demi berbagai proyek kantor yang ia kerjakan. Bahkan ia memohon sangat karena besok pagi adalah hari ulang tahun putera sulungnya yang sudah dua kali tidak bisa dihadiri! Bukan memberikan empati terhadap karyawannya, sang Pemilik dengan santai dan dingin mengatakan bahwa ia tetap menolak mengizinkan cuti arsitek dan memberikan 2 (dua) pilihan; tetap menyelesaikan proyek tersebut hingga besok pagi atau silakan cari perusahaan lain yang bisa menampungnya bekerja! Pilihan sulit tersebut akhirnya membuat sang arsitek geram dan sakit hati. Lalu dengan wajah geram dan marah, sang arsitek bertanya; alasan terkuat apakah sehingga ia sebagai bos harus memaksakan kehendak terhadap bawahannya? Jawaban sang Pemilik benar-benar diluar perkiraan (beyond expectation) bagi sang arsitek. 

                “Proyek ini adalah Mega Proyek bagi kita, karena si investor orang Jepang. Orang Jepang adalah bangsa yang sangat tidak sabaran dan tergesa-gesa. Coba saja kamu bayangkan, jangankan menunggu sekian jam, saking terburu-burunya mereka (orang Jepang –red) -- sampai merasa tidak perlu lagi memasak ikan yang harus disantapnya!” jelas sang Bos dengan mimic serius

Kontan saja sang arsitek itupun langsung bekerja lembur hingga larut malam di kantornya, tanpa meminta penjelasan lebih lanjut.

Zaman Orde Lama pernah dikenal dengan Zaken Kabinet alias “Kabinet Pekerja”, alias menteri-menteri yang ditunjuk oleh partai yang berkuasa saat itu lebih mengutamakan bekerja atau berkarya daripada yang lainnya (misalnya politik).Kenapa kita tidak menghidupkan kembali tradisi ‘Bekerja sebagai Panglima” dalam cabinet pemerintahan kita. Bukanlah rakyat tidak akan mengenang siapa dan dari mana menterinya berasal, tapi lebih cenderung melihat hasil kerja nyata untuk rakyatnya!

Banuayu, 17 Mei 2012

Papua Menjadi Provinsi Olah Raga, Mungkinkah?


Tidak dapat dipungkiri bahwa putera-puteri terbaik dari saudara kita di Papua telah memberikan sumbangsih cukup signifikan dalam prestasi dunia olah raga di tanah air. Statistik menunjukkan bidang olah raga atletik dan sepak bola merupakan cabang olah yang mendominasi atlet dari provinsi Papua ini. Menilik sisi lain dari tanah Papua yang masih banyak sumber daya alam yang potensial untuk kemakmuran warganya – hingga kini masih merupakan ‘pe-er’ bagi pemerintah daerah setempat dan pusat tentunya.
Sebagai salah satu provinsi terkaya di Indonesia, provinsi Papua sudah selayaknya memiliki infrastruktur olah raga kelas dunia. Provinsi Sumsel saja yang merupakan provinsi terkaya ke-4 (empat) di Indonesia sudah memiliki infrastruktur olah raga standar internasional di Jaka Baring Sport City. Fasilitas mewah dan megah ini sudah dibuktikan penggunaan pada even internasional saat digelarnya SEA GAME XXVI di Palembang dan Jakarta tanggal 11-22 Nopember 2011 lalu. Bukan tidak mungkin provinsi Papua yang nota bene ‘gudang’ olahragawan tanah air, dapat melakukan hal yang sama.
Pembangunan infrastruktur kelas dunia tentunya membutuhkan dana yang tidak sedikit. Namun investasi yang besar tersebut bila dibarengi oleh system manajemen yang baik dan perencanaan yang matang – akan memberikan efek yang positif bagi peningkatan kesejahteraan rakyatnya. Mungkin kita terperangah dengan milyarder dunia saat ini sudah banyak disabet oleh kalangan olah ragawan terutama sepak bola. Untuk ukuran Indonesia biaya transeferan pemain kelas dunia bisa mencengangkan! Betapa tidak. Ada transfer pemain dari klub sepak bola raksasa dunia yang rela mengeluarkan fulus sebesar hampir 300 Milyar Rupiah untuk satu orang pemain. Namun bagi pemilik dan pengelola klub sepak bola professional – berapapun biaya transfer pemain tidak menjadi masalah karena si pemain yang direkrut merupakan ‘asset’ bagi klubnya untuk menghasilkan pundi-pundi uang yang berlipat ganda nantinya.
Bila dipersiapkan lebih matang tentunya, suatu saat kita akan berpaling untuk menyaksikan pertandingan sepak bola dari Senayan ke Jaya Pura atau Biak. Mengapa? Karena di Papua telah berdomisili klub-klub sepak bola professional seperti Persipura, Persiwa atau Persiram yang telah mempunyai prestasi nasional dan internasional. Pemain dan pelatihnya sudah caliber internasional. Lalu siapakah fans mereka. Ya kita semua rakyat Indonesia. Kita semua  berhak untuk menjadi fans klub mana saja di tanah air ini. Mengapa? Sekali lagi, ketika pertandingan sepak bola akan dilaksanakan di tanah Papua – di sana sudah tersedia infrastruktur kelas dunia. Mulai dari Bandara Internasional, hotel, jalan tol hingga event organizer kelas dunia. Jadi ketika kita berada di sana (Tanah Papua) tak obahnya seperti kita berada di Senayan, Jaka Baring Sport City, Jalak Harupat, atau Kutai Kertanegara. Sekali lagi tantangan bagi setiap pemimpin daerah (Walikota/Bupati atau Gubernur) untuk berlomba-lomba meningkatkan pembangunan infrastruktur di daerahnya masing-masing agar suatu saat dengan semangat sportivitas (olah raga – red) akan mengadakan event olah raga nasional dan internasional. Provinsi Papua saat ini merupakan provinsi yang paling memungkinkan untuk menjadi pelopor sebagai provinsi olah raga pertama di Indonesia!

Banuayu, 17 Mei 2012

Rabu, 16 Mei 2012

“Mengintip” Job Desc Dunia Industri

Kemarin (15/05) kami kedatangan sekelompok guru SMK yang rencananya mau magang di perusahaan kami. Sebenarnya di perusahaan sangat terbuka untuk menerima siswa atau mahasiswa yang magang, bahkan sudah pernah mahasiswa S2 bahkan S3 yang melakukannya. Namun kali ini yang akan magang adalah nota bene bapak dan ibu guru yang selama ini beraktivitas sebagai tenaga pengajar. Lalu apa yang sebenarnya menjadi ‘message’ dari keinginan magang ini? Dengan jujur menurut juru bicara para guru tersebut adalah bahwa mereka mendapat mandat dari Diknas untuk dapat melakukan link and match antara kompetensi yang ada di perusahaan dengan mata ajar dan praktek yang selama ini dilakukan di sekolah mereka. Dengan kata lain bahwa sebagai manpower supply – sekolah mereka menginginkan agar kurikulum di sekolah mereka selaras (comply) dengan yang diinginkan oleh dunia industri. Suatu keinginan dan cita-cita mulia tentunya.

Tatkala banyak kaum ilmuwan yang sudah bersusah payah melakukan penelitiannya, namun hasil akhir penelitian tersebut tidak dapat diserap oleh dunia industri. Di sisi lain dunia industri juga berteriak agar industri mereka tetap eksis di tengah persaingan global yang ketat. Kedatangan para guru SMK tersebut memberikan inspirasi bahwa untuk menghasilkan out put yang berkualitas tentunya harus dimulai dengan guru-guru yang berkualitas pula. Langkah untuk mendatangi dunia industri merupakan upaya jemput bola yang sedikit sekali dilakukan oleh guru-guru lainnya. Sebenarnya proses magang merupakan learning by doing bagi siapa saja yang ingin mendalami lebih lanjut tentang proses job desc yang ada di dunia kerja (industri). Bagi siapa saja yang lebih siap kompetensinya dari awal, dapat dipastikan ia lebih percaya diri untuk memasuki dunia kerja industri. Sekarang ini antara dunia pendidikan (institusi) dan dunia kerja (industri) masih terjadi gap yang cukup tinggi. Lulusan sekolah menengah atau perguruan tinggi lebih sering siap dalam hal teori daripada dunia kerja yang nyata (real). Di sisi lain perusahaan sudah merasa nyaman dengan rutinitas selama ini yang telah mereka lakukan. Padahal proses kerja di dunia industri secanggih apapun, masih memerlukan up date dan up grade dari sisi peralatan dan pengoperasiannya.

Menghadapi persaingan global yang menuntut semakin kompetitif dari segi cost dan man hour, mau tidak mau perusahaan harus selau meng up date dan meng up grade para karyawan dan peralatan industri mereka. Semakin efisien suatu industri, maka semakin terbuka lebar untuk menjadi leader di pasar global. Perawatan peralatan (equipment) merupakan hard ware bagi perusahaan, sedangkan sistem dan human resource merupakan soft ware yang juga harus dimaintenance.

Langkah para guru yang ingin ’mendekatkan’ diri dengan dunia industri untuk dapat melisting kebutuhan akan competency yang dibutuhkan dunia industri terhadap lulusan SMK sudah sepatutnya didukung. Perusahaan Kiat Motor yang memberikan kesempatan magang yang luas bagi siswa-siswa SMK telah menghasilkan mobil Esemka yang fenomenal itu. Bisa dibayangkan bila kaum industriawan mau berpikir dan bertindak seperti ini, maka bukan tidak mungkin suatu saat Indonesia menjadi bangsa manufaktur yang terdepan. Jepang, Korea, bahkan China dan India telah membuktikan bahwa dunia pendidikan bukan hanya dunia menara gading dengan teorinya, tapi merupakan man power yang siap sedia untuk bekerja dan mendukung dunia industri. Para industriawan mulai saat sudah harus merubah paradigma mereka bahwa kebutuhan manpower merupakan ”raw material” yang harus dipersiapkan sedari dini untuk menunjang kelangsungan industri mereka di masa depan. 

Banuayu, 16 Mei 2012