Jumat, 22 Juni 2012

"Cek Kosong" Pemimpin











Salah seorang pengamat politik mengatakan bahwa 'kesalahan' yang dilakukan oleh para demonstran ketika awal berdirinya orde baru tatkala 'menaikkan' pak Harto saat itu adalah hanya fokus pada musuh bersama yang bernama komunis. Tatkala komunis berhasil dipadamkan -- orang sudah lupa bahwa kesalahan yang dilakukan oleh orde sebelumnya dikarenakan kekuasaan yang terlalu lama dan cenderung disalahgunakan oleh penguasa.

Belajar dari hal tersebut ketika era reformasi tahun 1998 yang merupakan koreksi atas orde baru yang sudah kehilangan kepercayaan dari rakyat, memunculkan era reformasi hingga sekarang ini. Hanya saja, sejarah lama berulang kembali. Memang diakui bahwa beda bubarnya orla dengan orba, melahirkan 'cek kosong' buat pemimpin baru. Akibatnya si penguasa yang baru -- lama kelamaan lupa dengan amanah yang dititipkan ke pundaknya untuk berbuat dan bertindak untuk kepentingan rakyatnya -- justru malah kehilangan kepercayaan itu tatkala pemimpin tersebut tidak dapat mewujudkan cita-citanya untuk mensejahterakan rakyat. Meskipun pejabat pengganti pak Harto selanjutnya tidak lagi mengantongi 'cek kosong' alias sudah ada TAP MPR yang berisi butir-butir Reformasi yang harus dilaksanakan. 

Pelajaran dari pergantian kepeimpinan nasional dari sejak Soekarno, Soeharto hingga Habibie merupakan pelajaran bagaimana kepemimpinan era reformasi haruslah diisi dengan cek atas nama si pemimpin tersebut. Jadi siapapun yang menjadi pemimpin di negeri ini haruslah dapat 'mencairkan' cek (isi atas nama tersebut) untuk dapat digunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Mestinya tidak ada lagi pemimpin negeri ini yang tidak tahu apa dan bagaimana tugas yang harus diembannya. Naif rasanya bila ada pemimpin yang mengeluh terhadap persoalan bangsa yang sudah menjadi tanggung jawabnya untuk dapat diselesaikan.Masih ingatkah kita bahwa pemimpin era pasca proklamasi yang masih dibebani perang menghadapi kolonial Belanda, kemiskinan dan kebodohan. Namun sejarah menunjukkan bahwa para pemimpin bangsa saat itu anti keluhan atau protes atas minimnya fasilitas untuk jabatan mereka.

Saat negara dilanda krisis, kita membutuhkan pemimpin yang berani berbuat untuk dapat mengisi 'cek kemakmuran' untuk rakyatnya. Tidak ada pemimpin hebat dilahirkan saat negaranya dalam kondisi aman atau biasa saja. Pemimpin yang hebat muncul saat negara membutuhkan dirinya dengan segala amanah ada kepercayaan yang disematkan di pundaknya.


Banuayu, 22 Juni 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar