Kemarin (15/05) kami kedatangan sekelompok guru SMK yang
rencananya mau magang di perusahaan kami. Sebenarnya di perusahaan sangat
terbuka untuk menerima siswa atau mahasiswa yang magang, bahkan sudah pernah
mahasiswa S2 bahkan S3 yang melakukannya. Namun kali ini yang akan magang
adalah nota bene bapak dan ibu guru yang selama ini beraktivitas sebagai tenaga
pengajar. Lalu
apa yang sebenarnya menjadi ‘message’
dari keinginan magang ini? Dengan jujur menurut juru bicara para guru tersebut
adalah bahwa mereka mendapat mandat dari Diknas untuk dapat melakukan link and
match antara kompetensi yang ada di perusahaan dengan mata ajar dan praktek
yang selama ini dilakukan di sekolah mereka. Dengan kata lain bahwa sebagai
manpower supply – sekolah mereka menginginkan agar kurikulum di sekolah mereka
selaras (comply) dengan yang
diinginkan oleh dunia industri. Suatu keinginan dan cita-cita mulia tentunya.
Tatkala banyak kaum ilmuwan
yang sudah bersusah payah melakukan penelitiannya, namun hasil akhir penelitian
tersebut tidak dapat diserap oleh dunia industri. Di sisi lain dunia industri juga
berteriak agar industri mereka tetap eksis di tengah persaingan global yang
ketat. Kedatangan para guru SMK tersebut memberikan inspirasi bahwa untuk
menghasilkan out put yang berkualitas
tentunya harus dimulai dengan guru-guru yang berkualitas pula. Langkah untuk
mendatangi dunia industri merupakan upaya jemput bola yang sedikit sekali
dilakukan oleh guru-guru lainnya. Sebenarnya
proses magang merupakan learning by doing
bagi siapa saja yang ingin mendalami lebih lanjut tentang proses job desc yang ada di dunia kerja
(industri). Bagi siapa saja yang lebih siap kompetensinya dari awal, dapat
dipastikan ia lebih percaya diri untuk memasuki dunia kerja industri. Sekarang
ini antara dunia pendidikan (institusi) dan dunia kerja (industri) masih
terjadi gap yang cukup tinggi. Lulusan sekolah menengah atau perguruan tinggi
lebih sering siap dalam hal teori daripada dunia kerja yang nyata (real). Di sisi lain perusahaan sudah
merasa nyaman dengan rutinitas selama ini yang telah mereka lakukan. Padahal
proses kerja di dunia industri secanggih apapun, masih memerlukan up date dan up grade dari sisi peralatan dan pengoperasiannya.
Menghadapi persaingan global
yang menuntut semakin kompetitif dari segi cost dan man hour, mau tidak mau
perusahaan harus selau meng up date
dan meng up grade para karyawan dan
peralatan industri mereka. Semakin efisien suatu industri, maka semakin terbuka
lebar untuk menjadi leader di pasar
global. Perawatan peralatan (equipment)
merupakan hard ware bagi perusahaan,
sedangkan sistem dan human resource
merupakan soft ware yang juga harus dimaintenance.
Langkah para guru yang ingin
’mendekatkan’ diri dengan dunia industri untuk dapat melisting kebutuhan akan competency
yang dibutuhkan dunia industri terhadap lulusan SMK sudah sepatutnya didukung.
Perusahaan Kiat Motor yang memberikan kesempatan magang yang luas bagi
siswa-siswa SMK telah menghasilkan mobil Esemka yang fenomenal itu. Bisa
dibayangkan bila kaum industriawan mau berpikir dan bertindak seperti ini, maka
bukan tidak mungkin suatu saat Indonesia menjadi bangsa manufaktur yang
terdepan. Jepang, Korea, bahkan China dan India telah membuktikan bahwa dunia
pendidikan bukan hanya dunia menara gading dengan teorinya, tapi merupakan man power yang siap sedia untuk bekerja
dan mendukung dunia industri. Para industriawan mulai saat sudah harus merubah
paradigma mereka bahwa kebutuhan manpower merupakan ”raw material” yang harus dipersiapkan sedari dini untuk menunjang
kelangsungan industri mereka di masa depan.
Banuayu, 16 Mei 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar