Kamis, 17 Mei 2012

Membentuk Kabinet “Serius” (Bekerja)


Sudah sering terdengar kalau bangsa Jerman termasuk kategori bangsa yang serius. Mau bukti? Tatkala ada pagelaran misi kebudayaan di KBRI Berlin beberapa waktu lalu – salah-seorang peserta dimintai keterangan bagaimana kesan terhadap penonton Jerman tersebut. Spontan saja ia mengatakan bahwa mereka (tim kesenian) harus serius untuk melakukan pagelaran karena disamping sebagai duta bangsa – bangsa Jerman termasuk bangsa yang serius dalam segala hal. Cobalah perhatikan, dalam bertepuk tangan saja mereka sudah sangat ‘irit’ alias sekadarnya saja. Belum lagi reaksi mimic penonton yang  rada-rada serius dalam menikmati pagelaran tari dan music Indonesia itu. Untuk hal-hal yang santai atau enjoy saja mereka serius, gimana kalo yang lebih serius, bekerja misalnya.

Orang Amerika terkenal dengan sikap straight to the point alias enggak banyak basa-basi. Mereka  bangsa yang efisien dalam penggunaan waktu (time management) dalam segala hal. Dalam suatu dialog film Hollywood disebutkan bahwa alkisah seorang konsultan (arsitek) yang diberikan waktu membuat rancangan bangunan untuk investor Jepang. Sang Pemilik Firma tersebut memerintahkan agar sang arsitek  dapat menyelesaikan draft bangunan gedung yang diminta keesokan harinya. Namun oleh sang arsitek perintah itu ditampik dengan alasan ia sudah 2 (dua) tahun berturut-turut tidak bisa mengambil cuti demi berbagai proyek kantor yang ia kerjakan. Bahkan ia memohon sangat karena besok pagi adalah hari ulang tahun putera sulungnya yang sudah dua kali tidak bisa dihadiri! Bukan memberikan empati terhadap karyawannya, sang Pemilik dengan santai dan dingin mengatakan bahwa ia tetap menolak mengizinkan cuti arsitek dan memberikan 2 (dua) pilihan; tetap menyelesaikan proyek tersebut hingga besok pagi atau silakan cari perusahaan lain yang bisa menampungnya bekerja! Pilihan sulit tersebut akhirnya membuat sang arsitek geram dan sakit hati. Lalu dengan wajah geram dan marah, sang arsitek bertanya; alasan terkuat apakah sehingga ia sebagai bos harus memaksakan kehendak terhadap bawahannya? Jawaban sang Pemilik benar-benar diluar perkiraan (beyond expectation) bagi sang arsitek. 

                “Proyek ini adalah Mega Proyek bagi kita, karena si investor orang Jepang. Orang Jepang adalah bangsa yang sangat tidak sabaran dan tergesa-gesa. Coba saja kamu bayangkan, jangankan menunggu sekian jam, saking terburu-burunya mereka (orang Jepang –red) -- sampai merasa tidak perlu lagi memasak ikan yang harus disantapnya!” jelas sang Bos dengan mimic serius

Kontan saja sang arsitek itupun langsung bekerja lembur hingga larut malam di kantornya, tanpa meminta penjelasan lebih lanjut.

Zaman Orde Lama pernah dikenal dengan Zaken Kabinet alias “Kabinet Pekerja”, alias menteri-menteri yang ditunjuk oleh partai yang berkuasa saat itu lebih mengutamakan bekerja atau berkarya daripada yang lainnya (misalnya politik).Kenapa kita tidak menghidupkan kembali tradisi ‘Bekerja sebagai Panglima” dalam cabinet pemerintahan kita. Bukanlah rakyat tidak akan mengenang siapa dan dari mana menterinya berasal, tapi lebih cenderung melihat hasil kerja nyata untuk rakyatnya!

Banuayu, 17 Mei 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar