Entah
mengapa tiba-tiba Macet dan Banjir seolah-olah menjadi Main Program bagi para
calon gubernur DKI tahun 2012 ini. Bila para calon gubernur DKI masih
dipusingkan dengan program apa seharusnya segera dilakukan apabila salah satu
dari mereka terpilih menjadi gubernur nantinya. Sebenarnya masalah macet dan
banjir hendaknya dapat menjadi pelajaran bagi setiap walikota dan gubernur non
DKI yang suatu saat kelak ingin berlaga atau ‘mengadu nasib’ menjadi orang
nomor satu di DKI.
Solusi
yang ditawarkan ini lebih cocok dijadikan kajian bagi walikota atau gubernur
dimana luas dan kepadatan lalu-lintas atau penduduknya belum semegapolitan
Jakarta. Mengapa? Salah satu kendala untuk pembangunan infrastruktur di Jakarta
adalah masalah pembebasan tanah yang konon kabarnya hampir mendekati separuh
dari investasi yang akan dikeluarkan. Misalkan saja bila investasi membutuhkan
1 Triliun, maka dana yang harus digelontorkan
untuk pembebasan tanah seharga 500 Milyar!
Prinsipnya,
3
on 3 Ways ini merupakan perpaduan 2 (dua) jalan raya (arteri dan tol)
dan jalan kereta api. Mengapa ada jalan kereta api? Karena sebagaimana
diketahui jalur sepanjang jalan kereta api adalah tanah milik Negara. Jadi bila
terjadi perluasan di sisi kiri dan kanan, tentunya dana untuk pembebasan tanah
tidak akan terlalu besar. Lagi pula pengerjakan land clearing dan civil tidak akan serumit bila tanah bakal jalan
tadi merupakan tanah pemukiman penduduk. Jadi bila setiap jalan (2 jalan raya,
1 jalan kereta api) dibuat 2 (dua) jalur selebar 2 x 8 meter) – maka lebar
tanah yang harus disiapkan sebesar 2 (double track) x 8 meter x 3 (moda).
Dikalikan berapa km jalan yang harus dibangun plus biaya per km investasi yang
harus disediakan oleh pihak investor (BUMN/BUMD
atau swasta nasional/asing).
Diharapkan
dengan 3 on 3 Ways System ini masalah kemacetan akan dapat diatasi minimal
untuk jangka waktu 30-50 tahun bahkan mungkin bisa sampai 100 tahun. Koq bisa?
Sebab sejarah membuktikan bahwa setiap kemacetan lalu-lintas yang terjadi di
seluruh kota besar di Indonesia lebih disebabkan karena pemimpin daerah
(bupati/walikota atau gubernur) yang berpikir reaktif ketimbang berpikir
antisipatif. Bahkan tidak jarang masalah kemacetan lalu-lintas seperti
penyakit yang tidak tahu apa penyebabnya dan sulit mencari obat atau solusinya.
Manfaat 2 (dua) jalur utama (double track
kereta api dan 2 (dua) jalur tol dengan 2 (lajur) di masing-masing sisi tol –
akan memberikan multi flyer effect
bagi pertumbuhan dan perkembangan perekonomian dan mobilitas penduduk.
Sinyalemen bahwa banyak uang ‘terbuang’ gara-gara macet dapat dieliminir.
Nah,
lalu apakah 1 jalan arteri atau tanah menjadi mubazir? Tentu saja tidak. Jalan
ini dipergunakan untuk kebutuhan kendaraan berat baik untuk operasional
industry atau kendaraan yang menurut peruntukannya lebih cocok di jalan ini
daripada berjalan di jalan tol. Selain itu, jalan ini dapat dijadikan jalan
alternative seandainya terjadi kerusakan atau kecelakaan pada jalur tol atau
kereta api. Semoga dapat menjadi bahan pemikiran dan kajian kita bersama.
Banuayu,
22 Mei 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar