Rabu, 23 Mei 2012

Contra Flow Investment (Bagaimana China Membangun Infrastruktur di Afrika) Bagian Ketiga Tulisan


Bagian Ketiga

Pepatah China mengatakan “Bila Ingin Lepas dari Kemiskinan, maka Bangunlah Jalan!” Saat ini pembangunan infrastruktur merupakan keniscayaan. Hampir tidak ada Negara yang berangsur makmur tanpa dibarengi dengan pembangunan infrastruktur, terutama jalan. Bila diibaratkan tubuh manusia, maka jalan tak obahnya seperti urat nadi peredaran darah. Salah satu handicap rendahnya daya saing produk kita di luar negeri karena factor harga dan kecepatan distribusi barang dan jasa. Ada guyonan bahwa apel dari Malang harganya hanya lebih murah lima ribuan saja dibandingkan dengan Washington apple yang diimpor dari Amerika. Selisih harga 5 ribuan itu dengan perbandingan tampilan yang mencolok baik dari segi packaging, rasa dan kualitas pasca panen. Hebatnya lagi selisih harga tersebut juga sangat mencolok dari segi transportasinya. Apel Malang diangkut pakai truk atau kereta api menuju Jakarta atau kota lainnya di Indonesia, sedangkan apel Washington dari perkebunannya langsung dibawa ke bandara selanjutnya naik pesawat cargo boeing menuju Indonesia. Suatu kisah ‘perjalanan apel’ yang membedakan harga jual berikutnya bagi si apel Amerika itu.
Strategi China untuk mengundang high class investor untuk berinvestasi di China, sementara itu di sisi lain mereka memberikan kemudahan bagi investor dalam negeri menanamkan investasi ke Negara-negara potensial untuk mendatangkan keuntungan berlipat sekaligus mendukung penyediaan bahan baku atau energy untuk industry China sendiri. Strategy ini dapat dikatakan sebagai Pull and Push Investment Strategy. Bagi investor asing yang masuk, pihak China sangat selektif dan memberikan persyaratan yang ‘menguntungkan’ rakyat China. Penekanan terhadap ‘syarat-syarat’ ini merupakan strategy untuk dapat memfilter investor yang benar-benar memberikan gain yang signifikan bagi China. Sementara itu dorongan akan diberikan sepenuhnya bagi siapa saja warga China yang mau menanamkan investasinya ke luar negeri. Salah satu strategi yang dilakukan  yaitu komposisi 30% untuk kerjasama dengan investor dalam negeri bidang engineering (struktur dan desain), keuangan (financing) dan tentunya SDM. Dengan strategi 30% ini maka sebenarnya China secara otomatis telah mencanangkan learning by doing terhadap industry apa saja yang masuk ke China. Dalam jangka relative singkat – seandainya sang investor harus hengkang dari China – modal 30% tadi telah dapat melanjutkan atau bahkan membeli industry yang sudah mereka tanamkan di China.
Ketika ada kunjungan anggota DPR RI Pusat ke Sumatera Selatan yang meninjau industry pulp beberapa waktu lalu, salah seorang anggota dewan memberikan motivasi agar direksi perusahaan yang asli orang Indonesia – hendaknya memperhatikan betul tentang kompetensi dan pelatihan bagi karyawannya. Modal dan system boleh dikuasai oleh investor asing, namun bagaimana system itu berjalan dan dijalankan tentunya orang (karyawan) Indonesia-lah yang lebih tahu. Bila sewaktu-waktu si investor hengkang dari Indonesia, maka bermodalkan SDM yang sudah well trained dan tahu seluk-beluk menjalankan industry ini – tidak tertutup kemungkinan kita bisa menjadi tuan di negeri sendiri – meskipun pada industry yang high capital atau high-tech sekalipun!

Banuayu, 22 Mei 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar