Minggu, 23 Juni 2013

The Most Influenced's Indonesian People 2013








Defenisi leader menurut Barack Obama adalah 'leader is influence', sedangkan menurut Mang Tujah (Leader is how to make the others follow you..."). Hal yang menarik bahwa menurut pengamat politik bahwa tahun 2013 adalah 'tahun politik' sedangkan tahun 2014 tepatnya tanggal 9 April 2014 adalah hari 'H' bagi penentuan RI Satu. Pooling atau jajak pendapat yang diadakan oleh lembaga survey tidak banyak berbeda dengan data tahun 2009 yakni, calon presiden yang muka lama dan muka baru. Disebut muka lama karena tahun 2009 tidak berhasil, mereka masih mencoba peruntungan untuk bisa bersaing pada pilpres 2014 nanti. Sementara muka baru adalah kaum muda atau tua yang terang-terangan pengen jadi presiden atau masih malu-malu kucing.

Parameter untuk melihat sejauh mana calon presiden Indonesia tahun 2014 bisa menjadi benar-benar masuk kategori pilihan rakyat dalam pilpres 2014 nanti adalah sebagai berikut:

  1. Statement atau solusi yang ditawarkan terhadap persoalan bangsa bersifat komprehensif dan untuk jangka waktu panjang;
  2. Tidak mau berspekulasi, meremehkan persoalan, atau membuat rumit persoalan, tapi fokus pada kerja keras dan fokus untuk penyelesaiannya;
  3. Bersikap jujur, tegas, dan berani mengambil resiko apapun -- asalkan memberikan manfaat sebesar-besar bagi kepentingan bersama;
  4. Rendah hati dan menganggap setiap karya yang dihasilkan merupakan hasil kerja tim dan tidak perlu mengatasnamakan individu, kelompok, atau golongan;
  5. Bukan tipe orang yang narsis, selfish, atau egois;
  6. Mengutamakan penyelesaian persoalan bangsa dengan lebih dahulu mencari akar permasalahan (root cause) dan bersama-sama dengan rakyat untuk mengembangkan potensi anak bangsa agar bisa menyelesaikan persoalan secara bersama-sama komponen bangsa;
  7. Meskipun berasal atau dibesarkan oleh partai tertentu, dalam tampilan individu atau jabatan yang diembannya selalu bersahaja dan memihak kepentingan rakyat;
  8. Bersikap sebagai pencari solusi (solution maker) dengan mengedepankan manajemen efektivitas dan efisiensi dalam setiap pemecahan masalah;
  9. Membangun budaya team work dan partisipatif terhadap persoalan yang dihadapi;
  10. Menunjukkan pola manajerial yang sistemis dan profesional sebagai pemimpin yang melayani rakyat.
Saat ini banyak iklan pribadi atau iklan terselubung bagi calon pemimpin negeri ini untuk pilpres 2014. Ada yang penuh percaya diri dan terang-terangan ingin menunjukkan bahwa ia layak memimpin negeri atau masih malu-malu kucing. Ada pula yang menjadi iklan untuk produk-produk tertentu yang juga membonceng iklan untuk diri sendiri. Siapapun yang telah berani atau masih malu-malu kucing untuk mengikrarkan diri sebagai salah seorang calon pemimpin RI -- sebaiknya kita apresiasi. Semakin banyak calon dan waktu yang tersedia untuk memimpin negeri ini , semakin baik bagi kita semua untuk melihat track record sang calon tersebut. Bukan saatnya lagi kita memilih pemimpin bak membeli kucing dalam karung.

Minggu, 16 Juni 2013

Jakarta Fair 2013, Pesta Rakyat atau Pebisniskah?

Dalam Jakarta Fair 1992 yang merupakan pelaksanaan Jakarta Fair atau Pekan Raya Jakarta terakhir yang biasanya dilaksanakan di Monumen Nasional. Pelaksanaan Jakarta Fair yang selama ini dilakukan di Monas adalah hal yang tepat, mengapa? Keberadaan Monas yang merupakan monumen kebanggaan bagi seluruh bangsa dan rakyat Indonesia itu merupakan pesta ajang tahunan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan ekonomi kerakyatan kita. Namun sejalan dengan perkembangan ekonomi dan kepemimpinan yang ada di DKI Jaya, Pekan Raya Jakarta seolah telah kehilangan jati dirinya. Betapa tidak. Menurut sejarahwan Betawi Bang Ridwan Saidi dalam suatu dialog di teve swasta (15/06) bahwa pemindahan tempat pelaksanaan Jakarta Fair yang selama ini dilakukan di Monas dan sekarang di Jakarta International Expo (JIEX) Kemayoran adalah salah kaprah dan mencederai rasa keadilan di tengah masyarakat.
“Zaman Belanda saja, Jakarta Fair gratis untuk rakyat. Masa’ iya, setelah Indonesia merdeka malah harus membayar!” kata bang Ridwan yang asli Betawi itu dengan nada tinggi. Secara tidak langsung bang Ridwan yang akraba disapa ‘Babe’ ini merefleksikan protes keras terhadap pemerintah Indonesia c.q. Pemda DKI yang telah memberikan ‘kuasa’ kepada pihak swasta untuk mengelola pesta rakyat ini ke tangan pebisnis. Bukankah peruntukkan Jakarta Fair ini sejak zaman Soekarno untuk memberikan kesempatan kepada seluruh rakyat menikmati hiburan gratis, berbelanja barang kebutuhan hasil produksi rakyat dengan harga terjangkau? Namun, saat ini Jakarta Fair seolah pesta yang ekslusif milik golongan ekonomi tertentu yang harus merogoh kocek sebesar Rp 30.000-an hanya untuk karcis masuknya saja. Ajang Jakarta Fair di Kemayoran itu lebih banyak didominasi oleh produsen otomotif, elektronik, property, perbankan dan industry makanan ringan (snack).
      “Jadi masyarakat ke sono (PRJ Kemayoran – red) hanya dijejali brosur mobil, perumahan, atau property saja. Pulangnya bawa chicki (makanan ringan yang bukan produk UKM  - red). Ini jelas bukan pesta rakyat!”, pungkas Bang Ridwan Saidi dengan nada gusar.
Revitalisasi Aset Pemda DKI
Menarik disimak kembali bahwa ada rencana gubernur Joko Wi untuk mendata ulang asset milik Pemda DKI yang selama ini merupakan wilayah publik. Salah satu yang akan dikembalikan ke habitatnya semula adalah keberadaan pantai yang selama ini justru ‘dikuasai’ pihak swasta dan dijadikan pusat rekreasi berbayar untuk rakyat. Padahal menurut orang nomor satu di DKI ini, semestinya pantai itu dikembalikan fungsinya sebagai prasarana untuk publik. Bahkan menurutnya DKI harus mempunyai ciri khas atau kota yang memiliki karakter. Kota yang tidak memiliki karakter justru akan kehilangan akar budaya dan identitasnya.
Di sisi lain menurut beberapa pengamat perkotaan bahwa hingga saat ini keberadaan Pemda DKI seolah teralienasi dengan pemerintah pusat. Padahal pemda DKI memiliki otonomi khusus untuk dapat mengelola wilayahnya dengan sebaik-baiknya. Persoalan pengelolaan tata ruang kota, manajemen transportasi publik, pengelolaan banjir atau sampah, merupakan hal-hal yang menjadi core business Pemda DKI. Hanya saja dengan kompleksitas permasalahan dan kedudukan sebagai ibukota negara RI -- membuat DKI syarat berbagai kepentingan tatkala Pemda DKI berusaha untuk menyelesaikan persoalan yang ada di wilayah mereka. Alhasil mobilitas dan otoritas Pemda DKI menjadi sedikit tergerus. Salah satu contoh yang menyolok tatkala pengelolaan tata ruang kota yang seharusnya menjadi domain Pemda DKI an sich, dalam pelaksanaannya justru menjadi ajang 'negosiasi' bagi pengusaha untuk dapat memperlancar dan memperluas bisnis mereka. Dengan demikian -- ada kesan bahwa pemilik modal yang berada di balik semua master plan kota DKI selama ini. Fakta menunjukkan bahwa berkurangnya lahan hijau di Jakarta -- salah satunya disebabkan karena daerah resapan air dan hijau telah disulap untuk digunakan oleh pemilik modal sebagai tempat membangun pusat perbelanjaan, apartemen, bahkan perumahan mewah.
Pekan Raya Jakarta merupakan sarana tahunan untuk menunjukkan kembali bahwa Pemda DKI memiliki daulat rakyat terhadap ajang pesta tahunan rakyat ini. Pemda DKI berhak secara mutlak untuk memilih dan menentukan apa dan dimana penyelenggaraan Pekan Raya Jakarta dilakukan. Tujuannya jelas bahwa PRJ dipersembahkan oleh rakyat dan untuk rakyat. Adalah tidak benar terkesan pelaksanaan PRJ yang selama ini dilakukan di Kemayoran seolah-olah Pemda DKI sebagai 'pengikut' saja apa yang dimaui oleh pihak investor. Jakarta adalah milik semua komponen bangsa ini. Bukanlah milik sekelompok etnis tertentu atau sekelompok pengusaha. Dan Jakarta harus dikelola secara profesional oleh Pemda DKI.
Nasib JEIXPO Kemayoran 2014
Agar tidak terjadi kesan seolah-olah pelaksanaan PRJ di Kemayoran lebih canggih dibandingkan bila pelaksanaannya dilakukan di Monas, alangkah baiknya areal bekas PRJ Kemayoran khusus untuk kegiatan tahunn bertaraf internasional saja. Bila kota Bangkok ada International Automotive Show yang dilaksanakan setiap tahunnya, maka dengan fasilitas yang ada sekarang -- lahan JIEXPO Kemayoran tersebut dapat digunakan sebagai sarana promosi untuk produk otomotif terbesar di tanah air. Dengan demikian tidak ada lagi dikotomi antara PRJ yang dilaksanakan diluar Kemayoran yang terkesan tidak profesional atau canggih. Peruntukan ex PRJ Kemayoran dapat full business oriented karena memang didesain untuk komersial dan mencari untung. Sedangkan PRJ di Monas digunakan untuk UKM, Koperasi, dan Home Industry yang akan memperkenalkan aneka produk mereka kepada rakyat. Harapannya ke depan, semua UKM peserta PRJ Monas akan naik kelas menjadi pengusaha yang besar di masa yang akan datang. Tidak seperti saat ini yang terkesan peserta PRJ Kemayoran adalah pengusaha kuat dan canggih dan tidak sebanding dengan UKM. Terjadilah persandingan dan persaingan yang tidak fair antara pengusaha kuat dan belum kuat (UKM) di PRJ Kemayoran selama ini. Kita harapkan Joko Wi segera menentukan peruntukan JIEXPO Kemayoran khusus produk high tech dan pangsa pasarnya adalah konsumen ekonomi kelas atas dan pesertanya juga harus internasional. Sedangkan PRJ Monas adalah sarana bagi calon-calon intrepreneur baru bangsa ini untuk dapat berkiprah sebagai calon pengusaha kuat di masa yang akan datang.

Rabu, 12 Juni 2013

Lack of Infrastructure vs Low Cost Green Car (LCGC) Policy







Pemerintah akhirnya menyetujui merealisasikan insentif untuk pengembangan mobil murah dan ramah lingkungan (low cost and green car/LCGC). Sementara itu pendapat di masyarakatpun beragam. Ada yang setuju dengan kebijakan ini karena memudahkan rakyat yang berpenghasilan menengah ke bawah untuk dapat memiliki mobil dengan harga di bawah Rp 100 jutaan. Namun di sisi lain ada juga kekhawatiran khususnya warga DKI yang selama ini setiap hari didera kemacetan yang akut -- dengan kebijakan mobil murah ini akan memperparah kemacetan di DKI. Meskipun dari pihak pemerintah juga telah memberikan pernyataan bahwa penjualan LCGC ini 80 % dilakukan di luar Jabodetabek, hanya 20 % saja yang dipasarkan di dalam wilayah DKI. Tapi sekali lagi tidak ada jaminan para pemilik mobil murah tersebut tidak akan membawa mobilnya masuk wilayat DKI bukan? So, kebijakan ini setidaknya bakal menimbulkan permasalahan baru nantinya.

Seyogianyalah Pemerintah Pusat dan DKI khususnya untuk berpikir logis bahwa penyebab kemacetan akut yang selama ini dialami warga DKI karena volume jalan raya yang kabarnya hanya bertumbuh 0,01 % pertahunnya yang tidak sebanding dengan pertumbuhan kendaraan bermotor yang bisa mencapai 24 %! Bisa dibayangkan bila tanpa ada kebijakan mobil murah saja, jalanan di DKI hanya bisa dipacu dengan kecepatan rata-rata 12 km/jam. Akan berapa lambat lagi kendaraan akan melaju di jalanan bila ada tambahan sekitar 10 juta kendaraan murah (LCGC) dari Jabodetabek? Apapun dasar dari pemikiran sebelum dikeluarkannya kebijakan LCGC ini merupakan keputusan yang tidak Smart, mengapa? Bukankah akal sehat kita justru mengatakan bahwa ketika pertumbuhan jalan dengan kendaraan ibarat langit dan bumi, eh..., malah diberikan kebijakan nambah volume macet di jalan raya dengan kebijakan mobil murah tersebut! Sebagaimana iklan Tukul Arwana di televisi -- bahwa kebijakan LCGC ini adalah sangat MENGHARUKAN!

Semestinya Pemerintah memprioritaskan untuk menambah volume jalan (arteri atau tol), atau moda transportasi masal. Dengan tambahan volume jalan yang baru saja (seandainya dicanangkan) -- belum tentu kemacetan yang ada sekarang dapat diatasi. Karena DKI adalah estalase negara Republik Indonesia, maka semua fasilitas dan sarana terbaik di negeri ini haruslah diadakan di DKI. Begitu juga dengan tingkat keselamatan dan kenyamanan bagi pengendara yang melintas. Bisa dibayangkan bagaimana penduduk DKI yang sudah penat dan lelah menghadapi kemacetan selama ini, justru akan dibebani penderitaan yang lebih dahysat lagi apabila kebijakan mobil murah ini jadi dijalankan. Penyelesaian dengan program LCGC ini menunjukkan bahwa pemerintah hanya mengambil jalan pintas (shortcut) saja terhadap ketidakmampuan pemerintah menambah infrastruktur jalan yang sudah sangat minim tersebut. Adalah perlu dipertimbangkan adanya rencana kementerian BUMN yang merencanakan untuk mengeluarkan kebijakan terhadap industri otomotif di Indonesia yang harus memproduksi kendaraan roda empat dengan teknologi mobil listrik (electric car) atau hybrid car. Dengan kebijakan ini, setidaknya negara ini telah melakukan lompatan jauh ke depan dengan memberikan tantangan bagi produsen otomotif yang sebagian besar dikuasai asing untuk memproduksi kendaraan yang high tech tapi dengan biaya murah. Dan untuk pelaksanaan proyek electric atau hybrid car ini, pihak produsen (asing) yang sudah lama menjajah pasar negeri ini dapat bekerjasama dengan UKM atau SMK yang saat ini sudah terbukti membuat mobil sendiri (Esemka). Wahai para petinggi negeri ini, tolong pikirkan solusi terbaik bagi anak negeri untuk jangka panjang, dan jangan hanya berpikir untuk tahun ini saja (2013) atau tahun depan saja (2014). Setelah itu, rakyat dan generasi muda yang akan memikul bebanya....

Proud to serve the nation









Kejadian insiden di KJRI Jeddah (10/06) adalah ironi dan memalukan. Media Indonesia mengangkat insiden tersebut sebagai hal yang memalukan bangsa (12/06). Seperti biasa, pejabat pemerintah saling tuding dan menyalahkan satu sama lainnya. Namun di balik semua tudingan dan saling membela diri masing-masing pihak, faktanya bangsa ini telah mencoreng nama bangsanya sendiri di negeri orang. Dari berbagai informasi yang dihimpun dari berbagai pihak di media, didapat benang merah bahwa faktor penyebab terjadinya insiden pembakaran di depan gedung KJRI Jeddah tersebut karena kurangnya antisipasi pihak KJRI terhadap membludaknya para TKI/TKW yang ada di negeri Saudi Arabia tersebut yang ingin segera mendapatkan SPLP (Surat Perjalanan Laksana Paspor). SPLP tersebut sangat mereka butuhkan karena pemerintah Arab Saudi sedang memberlakukan pemutihan bagi warga pendatang untuk diberikan waktu mengurus SPLP. Bila tenggat pemutihan tersebut terlewati, maka sanksi berat bakal diterima oleh warga negara Indonesia yang termasuk kategori over stay di negara tersebut. Namun akibat kelalaian mengurus kepentingan warga sendiri di negeri orang tersebut, terjadilah insiden yang memalukan bangsa tersebut. Penyebab insiden tersebut disinyalir karena pejabat yang mengurus SPLP termasuk kewalahan dalam melayani warga yang datang di kantor tersebut.Mengapa dikatakan kurang antisipatif? Sebab, berdasarkan informasi yang didapat dari pejabat terkait di sana, bahwa kedatangan TKI/TKW yang biasanya mengurus administrasi di KJRI tersebut berkisar 1000-2500 orang perharinya. Sedangkan saat kejadian insiden berlangsung, peserta yang datang diperkirakan mencapai 10.000- 12.500 orang! Dengan kemampuan SDM yang sangat terbatas dan tenggat waktu yang singkat inilah yang diperkirakan menjadi penyebab utama kejadian tersebut.

Hal yang perlu digaris bawahi bahwa kejadian tersebut merupakan refleksi dari buruknya kinerja aparat pemerintah kita yang khususnya melayani pelayanan publik (SPLP). Celakanya, kejadian yang menunjukkan ketidak profesionalan tersebut terjadi di negeri orang (Arab Saudi) yang sedang menata ulang sistem administrasi bagi kaum pendatang yang bekerja di negeri kaya minyak tersebut. Mestinya sejak dini para pejabat di KJRI tersebut sudah mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Bukankah selama ini ada event tahunan yang dinamakan jemaah haji Indonesia yang setiap tahun berjumlah sekitar 250.000 orang juga harus dilayani dengan sebaik mungkin? Mengapa untuk mengurus yang 12.500 orang saja kita seolah tidak memiliki kemampuan? Bukankah selama musim haji banyak sekali melibatkan tenaga musiman (temus) yang terdiri dari mahasiswa atau pekerja yang dihire untuk masa pelaksanaan haji? Toch, semuanya dapat berjalan lancar meskipun yang dilayani dalam skala yang lebih besar. Yang perlu mendapat perhatian dengan kejadian yang memalukan ini adalah bagaimana setiap orang yang notabene adalah pegawai negeri (KBRI/KJRI) tersebut, diberikan pembekalan mental yang cukup untuk dapat melayani bangsanya sendiri di negeri orang dengan sebaik mungkin.

Mental bangga melayani bangsa (proud to serve the nation) harusnya dimiliki lebih oleh orang-orang Indonesia yang nota bene adalah pejabat atau pegawai negeri yang telah diberikan mandat untuk bekerja di kedutaan atau konsulat kita di luar negeri. Dengan semangat dan jiwa melayani segenap bangsa (terutama TKI/TKW kita yang selama ini sudah hidup susah di negeri orang -- merupakan kehormatan sekaligus kebanggaan bila Anda semua pegawai negeri yang telah memberikan pelayanan terbaik bagi warga negara kita dimanapun berada, apalagi yang berada di luar negeri. Adalah kesalahan yang sangat tidak dapat dimaaftkan bila masih ada mental bukan untuk melayani bangsa bagi siapa saja pejabat atau pegawai negeri yang telah diberikan tugas untuk melayani anak bangsa, justru menggunakan segala upaya untuk mengeruk keuntungan pribadi atau golongan -- saat ada ribuan warga negara Indonesia yang justru sangat mengharapkan perlindungan dan pelayanan terbaik di negeri orang, malah melakukan hal yang sebaliknya. Ke depan, perlu dipikirkan pola rekruitmen dan pelatihan yang baik bagi siapa saja pegawai negeri yang akan ditempatkan di perwakilan kita di luar negeri (KBRI/KJRI) agar dapat memahami dengan sepenuhnya bahwa keberadaan mereka bekerja di luar negeri tersebut dalam rangka serve the nation. Dan yang lebih penting lagi adanya rasa kebanggaan dapat melaksanakan tugas melayani anak bangsa dimana saja berada, apalagi saat mereka berada di luar negeri.

Minggu, 09 Juni 2013

The Strongest Man (In Memoriam Taufiq Kiemas) in Indonesia








Kalau Anda ingin siapa orang terkuat saat ini di Indonesia? Dia adalah Dr (HC) Taufiq Kiemas yang telah meninggal dunia pukul 18.05 BBWI tanggal 08 Juni 2013. Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun. Saat Megawati Soekarno Putri menjadi presiden RI (2001-2004) lalu, sempat tersiar kabar bahwa almarhum Taufiq Kiemas mengumpulkan seluruh anggota keluarganya dan mengatakan bahwa saat itu (ketika Megawati menjadi Presiden RI - red); saatnya bukan untuk mencari puncak kekuasaan lagi, tapi memikirkan bagaimana caranya untuk setelah menjabat menjadi Presiden -- dapat menjalankan tugas kepresidenan secara baik-baik. Dan tidak banyak pula orang tahu almarhum Taufiq Kiemas merupakan penggagas dan penggerak dihidupkannya kembali nilai-nilai luhur kebangsaan yang selama ini ditinggalkan dan mungkin sudah dilupakan oleh bangsa Indonesia sendiri. Bahkan dalam editorial Media Indonesia hari ini (10/06) sempat dibahas tentang warisan Taufiq Kiemas yang dikenal sebagai 4 (empat) pilar kebangsaan yakni, Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika -- agar dapat dihidupkan kembali dalam kehidupan keseharian kita sebagai anak bangsa.

Dari banyak komentar para sahabat beliau, kebanyakan mereka mengatakan bahwa Taufiq Kiemas merupakan politikus lintas batas. Kemampuan komunikasi dan negosiasinya melampaui jarak apapun (partai, agama, bahkan ideologi seseorang). Hingga saat ini belum ada komentar dari pengamat politik manapun yang mengkait-kaitkan posisi Taufiq Kiemas yang saat ini masih menjabat Ketua MPR-RI Periode 2009-2014 dengan posisi sebagai suami mantan presiden atau menantu presiden pertama RI tersebut. Mengapa hal ini tidak terjadi? Keberadaan seorang Taufiq Kiemas di ajang perpolitikan Indonesia, bukanlah sebagai politikus dadakan atau besar karena media, beliau dibesarkan dari keluarga pejuan dan orang tuanya pernah menjadi pengurus salah satu partai terbesar di masa lalu (Masyumi). Darah pejuang yang melekat dalam diri beliau -- menjadikan beliau politikus yang paripurna. Menurut Budiman Sudjatmiko, kata-kata 'politikus paripurna' tersebut muncul karena seorang Taufiq Kiemas menjalani hidup sebagai politisi karena kompetensi yang ia miliki. Selagi mahasiswa, beliau adalah aktivis GMNI dan kabarnya pernah menjadi anggota HMI. Setelah menyelesaikan kuliahnya, beliau menjadi politikus di Partai PDI (kini menjadi PDIP). Tahun 2009 beliau dilantik menjadi ketua MPR-RI sampai akhir masa jabatan 2014 nanti. Namun ternyata Allah telah berkehendak untuk kembali keharibaan Sang Khalik, Sabtu, 08 Juni 2013. Sang Orang Terkuat (The Strongest Man) di Indonesia itu wafat dalam usia 70 tahun di Singapura.

Mengapa dikatakan sebagai the strongest man in Indonesia? Sejarah mencatat, bahwa baru kali inilah sepasang suami isteri pernah menduduki jabatan tinggi dan tertinggi negara. Megawati Soekarno Puteri sebagai isteri Taufiq Kiemas pernah menduduki jabataban sebagai Presiden ke-5 (lima) di Republik ini. Taufiq Kiemas sebagai suami Megawati, menjabat sebagai Ketua MPR-RI yang merupakan lembaga tertinggi di Indonesia. Jadi, tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa Taufiq Kiemas merupakan orang terkuat Indonesia saat ini karena disamping sebagai kepala rumah tangga (suami Megawati Soekarno Puteri yang mantan presiden itu), beliau juga menjadi ketua lembaga tertinggi di negeri ini (MPR-RI - red). Legacy atau warisan apa yang dapat disumbangkan oleh pasangan suami-isteri ini terhadap bangsa? Selain empat pilar yang telah dibukukan, Taufiq Kiemas dan isterinya (Megawati Soekarno Puteri) dapat menjadi penyambung lidah rakyat dan penyambung silaturahmi antar elit politik di negeri ini. Taufiq Kiemas telah membuktikan bahwa tatkala mertuanya (Soekarno) merupakan penyambung lidah rakyat, maka bung Taufiq Kiemas adalah penyambung silaturahmi antar anak bangsa negeri ini. Selamat jalan negarawanku, Taufiq Kiemas. Semoga Allah memberikan tempat terbaik bagimu di sisi-Nya. Amin...

Burn the Money Policy




Tarik ulur rencana Pemerintah untuk mengumumkan kenaikan harga BBM di awal bulan Juli 2013 seakan menjadi ‘ritual’ yang membosankan untuk diikuti. Betapa tidak, hampir disetiap rencana kenaikan BBM tersebut selalu dibarengi dengan unjuk  rasa kalangan mahasiswa dan masyarakat yang menolak kenaikan tersebut. Pemerintah dan DPR-pun terkesan ragu-ragu untuk melakukan kenaikan BBM yang sudah pasti menimbulkan efek berantai kenaikan harga barang-barang terutama sembako dan bahan baku industry. Kalangan pekerja akan menjerit karena dampaknya adalah pengeluaran biaya hidup akan meningkat dan biasanya tidak paralel dengan kenaikan upah yang diterima. Kalangan pengusahapun akan dipusingkan dengan dampak kenaikan kenaikan overhead industri mereka. So, sekecil apapun kenaikan BBM akan memberikan dampak yang negative bagi rakyat dan pihak pengusaha tentunya. Lalu bijakkah rencana pemerintah itu yang sudah dapat dipastikan lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya. Apakah pemerintah sudah tidak memiliki creative thinking untuk membuat keputusan yang lebih elegan dan memberikan kemaslahatan bersama?
Ada suatu pendapat umum (common sense) yang sulit untuk dibantah bahwa ketika pemerintah ingin mengurangi subsidi BBM yang konon kabarnya untuk tahun 2013 ini saja sudah harus mengeluarkan dana sebesar Rp 250.000 Milyar (250 Triliun Rupiah!) Uang sebesar itu akan hangus dibakar (burn the money) saja. Mengapa? Ketika pemerintah tidak menaikkan BBM, konsekwensinya adalah harus disiapkan dana dari APBN yang dianggarkan untuk digelontorkan bagi menutupi biaya subsidi tersebut. Celakanya, subsidi yang diberikan pemerintah saat ini diibaratkan pukat harimau alias trawl di tengah lautan – yang tidak bisa membedakan lagi ikan yang mana yang harus dijaring. Sama halnya dengan subsidi BBM yang telah diberikan selama ini. Dari sisi ekonomi sudah jelas membebani dan membiarkan  uang rakyat tersebut seolah-olah dibakar. Sebagaimana judul artikel di atas bahwa kebijakan pemerintah selama ini sama saja dengan kebijakan membakar uang (burn the money policy). Betapa tidak, penggunaan BBM merupakan keniscayaan bagi seluruh rakyat. Hampir tidak ada kegiatan rutin atau sector ekonomi manapun yang tidak bergantung pada energy yang membutuhkan BBM. Di sisi lain ketika kenaikan BBM dilakukan, pemerintah sadar bahwa dampaknya pastilah sangat dirasakan oleh kalangan rakyat ekonomi menengah ke bawah. Kemudian untuk mengurangi beban rakyat tersebut pemerintah mengeluarkan kebijakan jaring pengaman social atau bantuan tunai langsung (BLT) yang disampaikan langsung kepada rakyat per tri wulannya. Kebijakan ini jelas tidak efektif dan tidak smart. Kenapa tidak dilakukan reverse thinking saja. Bukankah ketika BBM dinaikkan justru akan meningkatkan tingkat inflasi dan perlu mengeluarkan biaya yang tidak perlu (subsidi kepada rakyat miskin dalam bentuk BLT). Bukankah selama ini kebijakan subsidi BBM tidak mendidik rakyat untuk lebih berhemat bagi rakyat kita. Ketika kita berbicara berhemat, mestinya tidak ada pengecualian bagi siapa saja. Sesungguh aneh kiranya yang harus  berhemat justru rakyat berpenghasilan kecil saja, sementara rakyat yang tingkat ekonominya lebih tinggi ‘tidak mesti’ berhemat. Lho, bukankah dengan menikmati subsidi BBM oleh golongan ekonomi menengah ke atas malah menunjukkan pembelajaran yang salah? Mestinya orang susah tidak usah disuruh berhemat, karena sudah konsekwensi. Namun bagi orang kaya, berhemat adalah MESTI. Bila tidak mau berhemat ,  harus siap membayar lebih mahal. Jadi pilihan bagi orang kaya membeli pertamax dan rakyat miskin membeli BBM non subsidi.
Belajar dari era awal berdirinya pemerintah reformasi, dari BJ Habibie hingga Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II (SBY – Budiono) saat ini, bahwa kebijakan menaikkan BBM merupakan keniscayaan. Bukankah BBM merupakan bahan yang tidak bisa diperbaharui (unrenewable energy). Sifat scarcity yang menyebabkan BBM semakin hari semakin sulit dicari dan mahal. Jadi semestinya pemerintah mencanangkan budaya hemat energy kepada seluruh rakyat tanpa terkecuali. Sejalan dengan ini pemeritah juga memberikan alternative cerdas untuk menyediakan fasilitas angkutan umum masal yang bisa meringankan beban masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Karena dana subsidi mencapai 250.000 Milyar yang bisa digunakan bagi biaya research & development (R&D) untuk mengurangi konsumsi fuels energy dengan energy yang murah dan ramah lingkungan (green energy). Kebijakan menyediakan angkutan masal yang murah tersebut harus juga dibarengi dengan pembangunan infrakstruktur jalan lebih baik. Pendek kata dari dana Rp 250 Triliun tersebut dapat digunakan sebanyak 30% untuk perbaikan dan penambahan infrastruktur jalan raya atau tol, 30% untuk riset green energy atau alternative energy, 30 % untuk pemberian modal kerja atau pelatihan bagi UKM. Nah, hanya 10% dana subsidi tersebut digunakan bagi benar-benar mereka kaum dhuafa (yang benar-benar miskin dan tidak mampu). Bukankah untuk rencana membangun deep tunnel di DKI saja butuh dana sebesar 17 Triliun. Dengan dana sebesar 30 % dari total subsidi BBM, setiap tahunnya bangsa ini akan menikmati perbaikan dan penambahan infrastruktur yang baru dan modern. Setiap tahun akan banyak tumbuh calon pengusaha baru dan hasil penelitian energy terbarukan bagi peneliti-peneliti muda bangsa ini. Mengapa pak Presiden tidak memulai dari sekarang (tahun 2013). Jadikan tahun 2013 sebagai tahun pintu masuk untuk menjadikan bangsa Indonesia bebas Subsidi BBM, dan bukan sebagai tahun politik yang justru bisa menjadikan subisidi BMM menjadi sia-sia…

Minggu, 02 Juni 2013

Agenda Gubernur Terpilih Sumsel 2013; Adakan Tour de Ranau 2015









Ada yang menarik tatkala pembukaan Tour de Singkarak (TdS) 2013 yang dibuka oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Marie Elka Pangestu di Monumen Jam Gadang Bukittinggi Minggu kemarin (02/06). Mengapa dikatakan menarik? Even olah raga balap sepeda yang selama ini hanya berkutat masalah olah raga an sich -- sekarang sudah 'meluas'. Kegiatan olah raga bukan hanya sekedar ajang memperebutkan medali juara bagi pemenangnya saja, tetapi ajang melihat sejauh mana infrastruktur (jalan terutama - red) yang ada di daerah tempat diselenggarakannya even kejuarana balap sepeda tersebut. Persiapan tuan rumah Sumatera Barat dalam kegiatan ini sekali lagi bukan sekedar melaksanakan even olah raga saja, tetapi lebih dari itu. Kehadiran para atlet tim balap sepeda yang didominasi oleh tim negara asing (15 tim) dari 21 tim yang berlaga di Tour de Singkarak tahun ini. Kehadiran mereka tentunya akan dimulai dari entry point Minangkabau International Airport, kemudian mereka akan menginap di hotel-hotel, menikmati sajian kuliner khas Sumatera Barat, dan terakhir akan membeli atau membawa souvenir khas daerah masing-masing yang dilalui oleh para pembalap profesional dunia tersebut.

Minggu malam (02/06) para kandidat gubernur Sumatera Selatan periode 2013-2018 telah melakukan debat kandidat yang disiarkan live (langsung) oleh salah satu teve nasional. Minggu lalu ada stasiun teve nasional juga yang melakukan hal yang sama. Sayangnya para kontestan debat ini tidak secara spesifik menjelaskan program-program unggulan bila seandainya mereka menjadi Sumsel 01; tapi lebih banyak menanggapi hal-hal yang standar saja alias kurang greget sama sekali. Sebagai orang Sumsel, saya sedikit iri melihat pelaksanaan Tour de Singkarak 2013 yang dilaksanakan oleh Sumatera Barat tanggal 06 - 09 Juni 2013 tersebut. Mengapa? Kesanggupan Sumatera Barat untuk menjadi tuan rumah Tds 2013 ini bukanlah tanpa persiapan yang panjang. Faktor utama yang tidak bisa dibantah bahwa infrastruktur jalan di Sumatera Barat ini relatif lebih baik dibandingkan provinsi-provinsi tetangganya. Bahkan menurut Marie Elka Pangestu, bahwa ada faktor plus yang dimiliki Sumbar dalam kegiatan kali ini adalah faktor antusiasme penduduk untuk menyukseskan acara bertaraf internasional ini. Dengan kegiatan ini secara tidak langsung pemerintah Sumatera Barat ingin menunjukkan bahwa infrastruktur jalan, fasilitas hotel, tempat jajanan wisata kuliner dan budaya, serta masyarakatnya sangat mendukung acara ini baik bagi wisatawan domestik maupun luar negeri.

Nah, bagi siapa saja yang akan terpilih menjadi Gubernur Sumsel periode 2013-2018 yang pencoblosannya tanggal 06 Juni 2013 nanti, mohon keberhasilan Sumatera Barat melaksanakan Tour de Singkarak -- dapat menjadi inspirasi bagi Sumatera Selatan yang merupakan Provinsi Terkaya No 5 di Indonesia untuk merancang pelaksanaan Tour de Ranau 2015. Namun persiapan ke arah sana tidaklah mudah. Pemkab dan Pemkot dan Gubernur Sumsel harus menyatukan pikiran dan langkah yang sama untuk segera membenahi infrastruktur jalan yang ada di lingkungan Sumsel yang kelak akan dilalui oleh para pebalap Tour de Ranau 2015. Pelaksanaan start awal dapat dilakukan di kota sejuk Pagaralam dan berakhir di Benteng Kuto Besak atau Stadion Jaka Baring Palembang. Hal ini bukanlah mimpi bila kita ingin mewujudkannya! Selamat membenahi infrastruktur di Sumatera Selatan....!