Minggu, 20 Mei 2012

Mengisi Ulang “Cek Kosong” Reformasi (Kebangkitan Nasional RI ke-104 pada tanggal 20 Mei 2012)


Dibutuhkan waktu 37 tahun sejak kebangkitan nasional 1908 sebelum proklamasi 17 Agustus 1945. Sejak proklamasi hingga runtuhnya orde baru, sudah setengah abad (53 tahun) harus dilewati bangsa ini sebelum akhirnya lahir orde perubahan atau reformasi Mei 1998. Saat itu kita sebagai anak bangsa sudah sangat paham bahwa ketika orde baru menumbangkan orde lama – maka ‘pola’ pada orde baru tidak akan terulang lagi setela estafet pemerintahan dipegang oleh orde baru. Namun kenyataan berkata  lain. Ketika rakyat dan mahasiswa menjadi “parlemen jalanan” di saat lahirnya orde baru – ketika itu ada yang terlupakan bahwa rezim baru yang akan menggantikan rezim lama haruslah diberikan guidance untuk menjalankan pemerintahan ke depan. Sayangnya karena eforia berhasil menggulingkan ‘orde lama’ dan ‘memberangus’ paham komunis – ‘kontrak politik’ bagi pemimpin baru pemerintahan-pun urung terjadi.
Meskipun saat rezim orde baru akhirnya “bubar” pada Mei 1998 --  dan para reformis telah memberikan 10 (sepuluh) pokok-pokok reformasi – hingga saat ini belum berjalan optimal. Mungkin masalah kebebasan pers yang setidaknya leading dibandingkan dengan program lainnya (pemberantasan KKN, otonomi daerah, pemberantasan kemiskinan, dll). Kesalahan terulang kembali tatkala negeri ini berhasil mengganti pemimpinnya tapi gagal dalam merobah system rekruitmen calon pemimpin di semua lini (eksekutif, legislative, dan yudikatif). Lebih parahnya ketika zaman orba yang dikatakan executive heavy – maka potensi korupsi kebanyakan terjadi di pemerintahan.Cobalah lihat sekarang, hampir di semua sendi-sendi Negara telah terjadi wabah korupsi ini.
Saat menjelang pergantian pucuk pemerintahan dari pak Harto ke pak Habibie, sempat ada pemikiran ekstrem bahwa untuk mewujudkan Indonesia baru yang bebas dari KKN, maka harus dilakukan policy ‘potong satu generasi’ di semua lini pemerintahan dan partai politik! Sebab menurut si pengusung ide ini -- bahwa Indonesia tidak akan banyak berubah meskipun telah terjadi pergantian pucuk pemerintahan bila masih dipegang oleh orang-orang yang masih menjalankan “system lama”. Dengan kata lain bahwa mindset pemimpin di pemerintahan dan partai politik masih syarat untuk mementingkan kepentingan pribadi, kelompok dan golongan. Lebih parahnya lagi demi kepentingan itu (pribadi, kelompok dan golongan), upaya yang dilakukan telah menabrak rambu-rambu reformasi dengan tetap meningkatnya potensi kerugian Negara akibat praktik KKN.
Untuk mengisi ‘cek kosong’ reformasi yang telah berumur 14 tahun sebaiknya harus diisi ulang oleh segenap pemimpin negeri ini dengan prinsip 4 (empat) K, yaitu:
1.       Kejujuran. Pilihlah pemimpin dari level RT hingga presiden yang memiliki sifat jujur dalam hidupnya;
2.       Kerja Keras. Carilah tipikal calon pemimpin negeri yang mengajak dan membuktikan bahwa dirinya adalah sosok pekerja keras untuk bangsa dan rakyatnya;
3.       Kerja Sama. Pemimpin yang baik dan sukses bukanlah pemimpin yang one man show, namun menggalang seluruh potensi anak bangsa untuk kemakmuran bersama. Bukan pula pemimpin ketika tidak bisa menunjukkan kinerjanya, dengan gampang mencari kambing hitam bahwa carut-marut ketidakberesan sekarang ini juga merupakan akibat ‘ketidakmampuan’ pemerintahan atau pemimpin di masa lalu ;
4.       Kerja Cerdas. Diperlukan pemimpin yang cerdas dalam membuat perencanaan, menunjuk pelaksana yang tepat di lapangan, dan dapat mencapai target dan mempertanggungjawabkan atas amanah yang telah diberikan rakyat kepadanya.
Selamat atas Kebangkitan Nasional Indonesia ke-104. Saatnya untuk Bertindak, Kita Harus Bisa!
Banuayu, 20 Mei 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar