Dalam istilah
kepemimpinan dikenal dua sistem rekruitmen yakni pemimipin yang dilahirkan (leader
was born) atau pemimpin yang diciptakan (leader was made). Namun
saat ini kedua pola tersebut nampaknya akan tergerus dengan tampilnya pola
kepemimpinan baru yakni pemimpin dadakan (a sudden leader). Kenapa
pemimpin dadakan ini lahir? Adapun pemimpin dadakan ini lahir karena jalur
untuk menjadi pemimpin selama ini haruslah formal (baik pendidikan atau partai
politik) atau jalur singkat (shorcut) yakni pemimpin yang karena
kekuatan finansialnya bisa 'membeli' suara dari konstituennya. Akan halnya
pemimpin dadakan bisa jadi bukan karena kekuatan jalur formal atau finansial,
namun karena sesuatu dan lain hal -- akhirnya ia muncul sebagai pemimpin
alternatif dibandingkan dengan output pemimpin yang selama ini ada (jalur
konvensional yakni partai politik atau pemerintahan).
Pemimpin dadakan ini
biasanya lebih tegas, lugas, dan tidak banyak basa basi. Ia tidak peduli apakah
yang ia lakukan tersebut telah 'menabrak' aturan atau tidak. Yang penting
baginya adalah persoalan dapat diselesaikan dengan segera. Sebab bukan berita
baru bila ada pemimpin mulai dari bupati/walikota, gubernur hingga presiden
yang bila ditanya terhadap persoalan yang ada -- selalu 'tengok kiri-kanan'
alias membandingkan apa yang telah dilakukan oleh pemimpin sebelumnya dengan
apa yang hendak dilakukan ke depan. Biasanya, ia akan menjadi the Good
Promised (Pemberi Janji yang Baik) sebelum ia terpilih, dan akan menjadi the
Good Excused (Pemberi Alasan yang Baik) bila dalam kepemimpinannya ia tidak
berhasil membuktikan janji-janjinya.
Yang perlu
diwaspadai dengan fenomena pemimpin dadakan tersebut adalah apakah kehadirannya
tersebut karena direkayasa secara sistemik atau memang karena stock pemimpin
yang ada tidak dapat mengakomodir kebutuhan rakyat akan pemimpin yang dapat
memberikan solusi terhadap persoalan yang dihadapi rakyat! Bahasa gamblangnya
bila seseorang diangkat menjadi pemimpin lokal atau nasional adalaha bagaimana
di daerah yang dipimpinnya tersebut tidak ada yang kelaparan (termasuk
pengangguran), tidak ada anak sekolah yang tidak dapat melanjutkan sekolah ke
jenjang yang lebih tinggi (pendidikan), dan tidak ada yang sakit yang tidak
mampu berobat ke dokter atau ke rumah sakit. Boleh jadi ini termasuk job
desk dasar bagi siapapun pemimpin yang akan dipilih rakyat sebagai pemimpin
mereka.
Namun kehadiran
pemimpin dadakan ini dapat dieliminir apabila setiap produsen calon pemimpin
(partai politik atau pemerintahan) dapat menjalankan pola rekruitmen yang baik.
Jadi setiap orang yang bergabung di partai politik atau pemerintahan adalah
orang yang terbaik dari sisi pendidikan, prestasi, dan integritas. Bila hal ini
tidak dibenahi karena kecenderungan partai politik merekrut anggotanya hanya untuk
kepentingan sesaat (vote getter), apalagi setelah ia terpilih bukanlah
memberikan kontribusi terbaik kepada rakyat, maka kelak pemimpin seperti itu
akan dicap rakyat sebagai pemimpin yang sebaiknya segera dilupakan (better
for forget!)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar