Rabu, 23 Mei 2012

3 on 3 Ways (Solusi Macet Jangka Panjang)


Entah mengapa tiba-tiba Macet dan Banjir seolah-olah menjadi Main Program bagi para calon gubernur DKI tahun 2012 ini. Bila para calon gubernur DKI masih dipusingkan dengan program apa seharusnya segera dilakukan apabila salah satu dari mereka terpilih menjadi gubernur nantinya. Sebenarnya masalah macet dan banjir hendaknya dapat menjadi pelajaran bagi setiap walikota dan gubernur non DKI yang suatu saat kelak ingin berlaga atau ‘mengadu nasib’ menjadi orang nomor satu di DKI.
Solusi yang ditawarkan ini lebih cocok dijadikan kajian bagi walikota atau gubernur dimana luas dan kepadatan lalu-lintas atau penduduknya belum semegapolitan Jakarta. Mengapa? Salah satu kendala untuk pembangunan infrastruktur di Jakarta adalah masalah pembebasan tanah yang konon kabarnya hampir mendekati separuh dari investasi yang akan dikeluarkan. Misalkan saja bila investasi membutuhkan 1 Triliun, maka dana yang harus digelontorkan untuk pembebasan tanah seharga 500 Milyar!
Prinsipnya, 3 on 3 Ways ini merupakan perpaduan 2 (dua) jalan raya (arteri dan tol) dan jalan kereta api. Mengapa ada jalan kereta api? Karena sebagaimana diketahui jalur sepanjang jalan kereta api adalah tanah milik Negara. Jadi bila terjadi perluasan di sisi kiri dan kanan, tentunya dana untuk pembebasan tanah tidak akan terlalu besar. Lagi pula pengerjakan land clearing dan civil tidak akan serumit bila tanah bakal jalan tadi merupakan tanah pemukiman penduduk. Jadi bila setiap jalan (2 jalan raya, 1 jalan kereta api) dibuat 2 (dua) jalur selebar 2 x 8 meter) – maka lebar tanah yang harus disiapkan sebesar 2 (double track) x 8 meter x 3 (moda). Dikalikan berapa km jalan yang harus dibangun plus biaya per km investasi yang harus disediakan oleh pihak investor (BUMN/BUMD  atau swasta nasional/asing).
Diharapkan dengan 3 on 3 Ways System ini masalah kemacetan akan dapat diatasi minimal untuk jangka waktu 30-50 tahun bahkan mungkin bisa sampai 100 tahun. Koq bisa? Sebab sejarah membuktikan bahwa setiap kemacetan lalu-lintas yang terjadi di seluruh kota besar di Indonesia lebih disebabkan karena pemimpin daerah (bupati/walikota atau gubernur) yang berpikir reaktif ketimbang berpikir antisipatif. Bahkan tidak jarang masalah kemacetan lalu-lintas seperti penyakit yang tidak tahu apa penyebabnya dan sulit mencari obat atau solusinya. Manfaat 2 (dua) jalur utama (double track kereta api dan 2 (dua) jalur tol dengan 2 (lajur) di masing-masing sisi tol – akan memberikan multi flyer effect bagi pertumbuhan dan perkembangan perekonomian dan mobilitas penduduk. Sinyalemen bahwa banyak uang ‘terbuang’ gara-gara macet dapat dieliminir.
Nah, lalu apakah 1 jalan arteri atau tanah menjadi mubazir? Tentu saja tidak. Jalan ini dipergunakan untuk kebutuhan kendaraan berat baik untuk operasional industry atau kendaraan yang menurut peruntukannya lebih cocok di jalan ini daripada berjalan di jalan tol. Selain itu, jalan ini dapat dijadikan jalan alternative seandainya terjadi kerusakan atau kecelakaan pada jalur tol atau kereta api. Semoga dapat menjadi bahan pemikiran dan kajian kita bersama.

Banuayu, 22 Mei 2012   

Contra Flow Investment (Bagaimana China Membangun Infrastruktur di Afrika) Bagian Ketiga Tulisan


Bagian Ketiga

Pepatah China mengatakan “Bila Ingin Lepas dari Kemiskinan, maka Bangunlah Jalan!” Saat ini pembangunan infrastruktur merupakan keniscayaan. Hampir tidak ada Negara yang berangsur makmur tanpa dibarengi dengan pembangunan infrastruktur, terutama jalan. Bila diibaratkan tubuh manusia, maka jalan tak obahnya seperti urat nadi peredaran darah. Salah satu handicap rendahnya daya saing produk kita di luar negeri karena factor harga dan kecepatan distribusi barang dan jasa. Ada guyonan bahwa apel dari Malang harganya hanya lebih murah lima ribuan saja dibandingkan dengan Washington apple yang diimpor dari Amerika. Selisih harga 5 ribuan itu dengan perbandingan tampilan yang mencolok baik dari segi packaging, rasa dan kualitas pasca panen. Hebatnya lagi selisih harga tersebut juga sangat mencolok dari segi transportasinya. Apel Malang diangkut pakai truk atau kereta api menuju Jakarta atau kota lainnya di Indonesia, sedangkan apel Washington dari perkebunannya langsung dibawa ke bandara selanjutnya naik pesawat cargo boeing menuju Indonesia. Suatu kisah ‘perjalanan apel’ yang membedakan harga jual berikutnya bagi si apel Amerika itu.
Strategi China untuk mengundang high class investor untuk berinvestasi di China, sementara itu di sisi lain mereka memberikan kemudahan bagi investor dalam negeri menanamkan investasi ke Negara-negara potensial untuk mendatangkan keuntungan berlipat sekaligus mendukung penyediaan bahan baku atau energy untuk industry China sendiri. Strategy ini dapat dikatakan sebagai Pull and Push Investment Strategy. Bagi investor asing yang masuk, pihak China sangat selektif dan memberikan persyaratan yang ‘menguntungkan’ rakyat China. Penekanan terhadap ‘syarat-syarat’ ini merupakan strategy untuk dapat memfilter investor yang benar-benar memberikan gain yang signifikan bagi China. Sementara itu dorongan akan diberikan sepenuhnya bagi siapa saja warga China yang mau menanamkan investasinya ke luar negeri. Salah satu strategi yang dilakukan  yaitu komposisi 30% untuk kerjasama dengan investor dalam negeri bidang engineering (struktur dan desain), keuangan (financing) dan tentunya SDM. Dengan strategi 30% ini maka sebenarnya China secara otomatis telah mencanangkan learning by doing terhadap industry apa saja yang masuk ke China. Dalam jangka relative singkat – seandainya sang investor harus hengkang dari China – modal 30% tadi telah dapat melanjutkan atau bahkan membeli industry yang sudah mereka tanamkan di China.
Ketika ada kunjungan anggota DPR RI Pusat ke Sumatera Selatan yang meninjau industry pulp beberapa waktu lalu, salah seorang anggota dewan memberikan motivasi agar direksi perusahaan yang asli orang Indonesia – hendaknya memperhatikan betul tentang kompetensi dan pelatihan bagi karyawannya. Modal dan system boleh dikuasai oleh investor asing, namun bagaimana system itu berjalan dan dijalankan tentunya orang (karyawan) Indonesia-lah yang lebih tahu. Bila sewaktu-waktu si investor hengkang dari Indonesia, maka bermodalkan SDM yang sudah well trained dan tahu seluk-beluk menjalankan industry ini – tidak tertutup kemungkinan kita bisa menjadi tuan di negeri sendiri – meskipun pada industry yang high capital atau high-tech sekalipun!

Banuayu, 22 Mei 2012

Selasa, 22 Mei 2012

Contra Flow Investment (Bagaimana China Membangun Infrastruktur di Afrika) Bagian Kedua Tulisan

Bagian Kedua

Sudah jamak diketahui bahwa produk film barat khususnya Hollywood merupakan industri kapitalis dan global dan high technology. Ujung-ujungnya tentunya high cost. Baru-baru ini pihak BBC TV memperlihatkan bagaimana untuk membuat film berdurasi beberapa menit tersebut ternyata membutuhkan biaya yang cukup mahal. Kreativitas tim akhirnya muncul dengan menggunakan filosofi biaya yang optimal dengan hasil yang maksimal. Hal yang sama juga dilakukan oleh crew production house di India yang membuat film action dengan modal tidak semahal biaya yang dikeluarkan oleh produser film Hollywood. Pendek kata kreativitas harus diutamakan ketika berhadapan dengan pesaing yang lebih dulu eksis dan mempunyai teknologi dan modal yang lebih besar. 

"Bila anda tidak bisa lebih besar, maka sebaiknya anda lebih cepat. Atau setidaknya bila keduanya tidak bisa dipenuhi, maka setidaknya anda haruslah lebih murah"

Mungkin hal inilah yang mendasari bagaimana investasi China merambah demikian massive di benua Afrika. Contra flow kedua dalam tulisan ini menunjukkan bahwa segmentasi investasi mutlak dilakukan bila kita tetap mau melakukan ekspansi modal ke negara lain yang nota benen juga mempunyai banyak pilihan investasi dari negara lain. Pilihan menggunakan teknologi tepat guna dan low cost ditambah dengan faktor kemudahan dalam 'barter' investasi, sehingga 'tawaran' yang diajukan oleh China lebih reasonable dibandingkan dengan kompetitor (investor) lainnya.

Keunggulan lainnya bahwa China secara budaya dan kontinental tidak terlalu jauh berbeda dengan Afrika. Faktor kemiripan sejarah masa lalu yang juga sama-sama merasakan akibat penjajahan -- hal mana sebagian besar negara-negara Afrika adalah merupakan daerah bekas jajahan bangsa Eropa. Stigma para penjajah akan mengeksploitasi hasil bumi dari daerah jajahan tentunya tidak begitu saja dilupakan oleh bangsa-bangsa yang pernah mengalami penjajahan itu sendiri. Meskipun tidak dapat dipungkiri posisi tawar negara yang low technology and capital dapat di'kendalikan' oleh negara yang berposisi sebagai investor.

Pendekatan low cost dan kemudahan pembayaran (bisa barter - red) juga diiringi dengan pembuktian bahwa bangsa China merupakan bangsa yang bisa bekerja sama dengan negara manapun dengan overhead yang rendah bila hal yang sama dilakukan oleh pihak barat misalnya. Dalam suatu wawancara BBC TV dengan pekerja China yang mengerjakan proyek infrastruktur di salah satu negara Afrika -- sang kontraktor menjelaskan bahwa mereka bekerja sangat disiplin dan keras. Mereka jarang berinteraksi (inklusif) dengan penduduk lokal mengingat sifat pekerjaan mereka yang sangat dikejar target. Namun dengan teknologi IT saat ini -- kerinduan pekerja China terhadap keluarganya di kampung halaman yang berjarak ribuan mil dapat diatasi.

Adalah hal yang mungkin saja terjadi bila ada pengusaha swasta nasional atau BUMN RI yang mendapatkan kontrak pembangunan mega proyek (infrastruktur) di negara-negara Afrika atau Arab yang menyedot tenaga kerja profesional yang banyak. Bukan tidak mungkin juga bila contra flow investment ini juga dimanfaatkan oleh Indonesia, maka suatu saat kita akan banyak mengekspor tenaga-tenaga ahli konstruksi yang teruji dari segi kualitas dan tentunya dengan effective cost yang bersaing. Daripada kita mengeksport TKI atau TKW yang low quality dan tentunya low protection (safety and regulation), alangkah baiknya mindset ekspor tenaga kerja dibuat perencanaan yang strategis (per kawasan atau G to G) dengan negara yang membutuhkan capital atau manpower dari Indonesia.

Bila China saja mampu melakukannya, kenapa Indonesia tidak bisa? Yang membedakan antara China dengan Indonesia adalah Yin dan Yang. China tidak saja piawai dalam membaca peluang dan memanfaatkannya, sedangkan Indonesia masih melihat ada treatment pada setiap opportunity yang ada. Saatnya kita harus melihat opportunity meskipun ada treatment di hadapan kita.


Banuayu, 21 Mei 2012

Minggu, 20 Mei 2012

Contra Flow Inves tment (Bagaimana China Membangun Infrastruktur di Afrika) Bagian Pertama


Tatkala Negara-negara Barat mempertahankan reputasi mereka bahwa pihak baratlah yang paling berpengalaman dalam membangun infrastruktur dan berinventasi terhadap negara-negara dunia ketiga atau lebih cenderung disebut Negara-negara miskin, setidaknya hanya ada tersisa peluang kerja sama selain barat yakni pihak timur. Sayangnya, pasca rontoknya Uni Soviet – praktis yang tersisa hanya blok komunis diluar yaitu (eropah timur, China dan Kuba). Mungkin hanya China yang termasuk pengecualian negeri komunis yang menjadi sparing partner of enemy bagi pihak barat. Mengapa hal ini terjadi? Setidaknya karena factor China sebagai pangsa pasar produk barat yang potensial, juga adanya mindset bahwa ideology kapitalis dan komunis masih bisa ‘direkat’ dengan ideology pasar. Dengan kata lain kita boleh berbeda paham politik dan agama sekalipun, namun untuk kebutuhan perekonomian – kita boleh berhubungan dengan siapa dan Negara mana saja!
Sudah jamak terbukti bahwa pihak barat sangat saklek dan solid di dalam mempertahankan system, policy dan strategy kapitalis mereka bila berinvestasi dengan Negara non barat. Kerjasama investasi yang saling menguntungkan – apakah itu oleh pihak barat atau pihak blok manapun –cenderung lebih menguntungkan bagi para investor. Profit tends going to the Investors!
Peluang pihak Negara-negara yang kaya sumber daya alam namun ‘miskin’ kreativitas ini, mendorong China untuk dapat menjadi ‘dewa penolong’ bagi Negara-negara Afrika yang butuh infrastruktur dengan persyaratan yang tidak ‘serumit’ pihak kapitalis barat selama ini. Persyaratannya tidak perlu harus menekan otoritas politik (seperti isu hak azazi manusia, lingkungan, dsb). Toch, kami datang untuk berdagang atau berbisnis dengan Anda bukan ikut ‘mengurusi’ rumah tangga Anda!
Satu hal yang perlu dicatat bahwa politik China lebih sedikit soft dibandingkan dengan pihak barat untuk membackup kelangsungan hidup industry kapitalis mereka. Pihak barat setidaknya punya 3 (tiga) scenario terhadap Negara-negara yang bakal menghambat laju perekonomian (kapitalis) mereka. Selain politik dan ekonomi, opsi militer menjadi salah satu yang akan diambil apabila ada Negara yang kaya SDA namun ‘sulit’ diajak ‘bekerjasama’. Hal tersebut sulit (setidaknya hingga saat ini – red) bila diterapkan terhadap China. Bargaining position sebagai salah satu Negara yang mempunyai hak veto di PBB dan tingkat pertumbuhan ekonomi paling dinamis di dunia, membuat langkah China sebagai alternative kerjasama bagi Negara-negara di Afrika. Evaluasi yang harus diperhatikan bahwa adagium no lunch free sudah pasti ada. Kabarnya pihak China diberikan konsesi atas pengelolaan minyak dan mineral atas dibangunnya infrastruktur di Negara-negara Afrika itu.

Banuayu, 20 Mei 2012

Mengisi Ulang “Cek Kosong” Reformasi (Kebangkitan Nasional RI ke-104 pada tanggal 20 Mei 2012)


Dibutuhkan waktu 37 tahun sejak kebangkitan nasional 1908 sebelum proklamasi 17 Agustus 1945. Sejak proklamasi hingga runtuhnya orde baru, sudah setengah abad (53 tahun) harus dilewati bangsa ini sebelum akhirnya lahir orde perubahan atau reformasi Mei 1998. Saat itu kita sebagai anak bangsa sudah sangat paham bahwa ketika orde baru menumbangkan orde lama – maka ‘pola’ pada orde baru tidak akan terulang lagi setela estafet pemerintahan dipegang oleh orde baru. Namun kenyataan berkata  lain. Ketika rakyat dan mahasiswa menjadi “parlemen jalanan” di saat lahirnya orde baru – ketika itu ada yang terlupakan bahwa rezim baru yang akan menggantikan rezim lama haruslah diberikan guidance untuk menjalankan pemerintahan ke depan. Sayangnya karena eforia berhasil menggulingkan ‘orde lama’ dan ‘memberangus’ paham komunis – ‘kontrak politik’ bagi pemimpin baru pemerintahan-pun urung terjadi.
Meskipun saat rezim orde baru akhirnya “bubar” pada Mei 1998 --  dan para reformis telah memberikan 10 (sepuluh) pokok-pokok reformasi – hingga saat ini belum berjalan optimal. Mungkin masalah kebebasan pers yang setidaknya leading dibandingkan dengan program lainnya (pemberantasan KKN, otonomi daerah, pemberantasan kemiskinan, dll). Kesalahan terulang kembali tatkala negeri ini berhasil mengganti pemimpinnya tapi gagal dalam merobah system rekruitmen calon pemimpin di semua lini (eksekutif, legislative, dan yudikatif). Lebih parahnya ketika zaman orba yang dikatakan executive heavy – maka potensi korupsi kebanyakan terjadi di pemerintahan.Cobalah lihat sekarang, hampir di semua sendi-sendi Negara telah terjadi wabah korupsi ini.
Saat menjelang pergantian pucuk pemerintahan dari pak Harto ke pak Habibie, sempat ada pemikiran ekstrem bahwa untuk mewujudkan Indonesia baru yang bebas dari KKN, maka harus dilakukan policy ‘potong satu generasi’ di semua lini pemerintahan dan partai politik! Sebab menurut si pengusung ide ini -- bahwa Indonesia tidak akan banyak berubah meskipun telah terjadi pergantian pucuk pemerintahan bila masih dipegang oleh orang-orang yang masih menjalankan “system lama”. Dengan kata lain bahwa mindset pemimpin di pemerintahan dan partai politik masih syarat untuk mementingkan kepentingan pribadi, kelompok dan golongan. Lebih parahnya lagi demi kepentingan itu (pribadi, kelompok dan golongan), upaya yang dilakukan telah menabrak rambu-rambu reformasi dengan tetap meningkatnya potensi kerugian Negara akibat praktik KKN.
Untuk mengisi ‘cek kosong’ reformasi yang telah berumur 14 tahun sebaiknya harus diisi ulang oleh segenap pemimpin negeri ini dengan prinsip 4 (empat) K, yaitu:
1.       Kejujuran. Pilihlah pemimpin dari level RT hingga presiden yang memiliki sifat jujur dalam hidupnya;
2.       Kerja Keras. Carilah tipikal calon pemimpin negeri yang mengajak dan membuktikan bahwa dirinya adalah sosok pekerja keras untuk bangsa dan rakyatnya;
3.       Kerja Sama. Pemimpin yang baik dan sukses bukanlah pemimpin yang one man show, namun menggalang seluruh potensi anak bangsa untuk kemakmuran bersama. Bukan pula pemimpin ketika tidak bisa menunjukkan kinerjanya, dengan gampang mencari kambing hitam bahwa carut-marut ketidakberesan sekarang ini juga merupakan akibat ‘ketidakmampuan’ pemerintahan atau pemimpin di masa lalu ;
4.       Kerja Cerdas. Diperlukan pemimpin yang cerdas dalam membuat perencanaan, menunjuk pelaksana yang tepat di lapangan, dan dapat mencapai target dan mempertanggungjawabkan atas amanah yang telah diberikan rakyat kepadanya.
Selamat atas Kebangkitan Nasional Indonesia ke-104. Saatnya untuk Bertindak, Kita Harus Bisa!
Banuayu, 20 Mei 2012

Jumat, 18 Mei 2012

Gagalkah Lady Gaga ke Indonesia?


Ada sepenggal percakapan dalam novel "Ayat-ayat Cinta" dimana ada seseorang yang anti Amerika yang tidak suka dengan tamu asing (wisatawan) yang datang ke Mesir. Di dalam bus tersebut terdapat juga seorang mahasiswa asal Indonesia yang ikut terlibat dalam dialog tersebut. Intinya ada yang pro dan kontra terhadap seorang bule yang ada dalam bus tersebut. Yang kontra mengatakan bahwa wisatawan asing tersebut merupakan musuh karena pemerintahnya dianggap telah mempelopori kejahatan sistemik terhadap bangsa Palestina dan Arab pada umumnya. Sedangkan yang tidak setuju justeru mengatakan bahwa si bule yang datang sebagai wisatawan tersebut harus dihormati sebagai tamu karena dalam agama (Islam) kita diwajibkan untuk memuliakan tamu. Selain itu sebagai tamu resmi negara, maka merekapun juga harus dihormati karena telah membayar pajak dan memberikan masukan terhadap devisa negara.

Saat ini ada artis yang kabarnya gagal masuk Indonesia karena kehadirannya akan lebih banyak menimbulkan mudharat daripada manfaatnya. Apalagi si artis kabarnya sering melakukan melakukan aksi erotisme di hadapan penontonnya. Sebenarnya hal ini dapat diatasi bila antara si tamu yang datang dan promotor yang membiayai kehadiran artis yang kontroversial tersebut dapat secara arif memilih kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan sesaat (bisnis/entertainment) atau keuntungan semata. Konon kabarnya ada tiket masuk yang dijual dengan harga mencapai 400  USD. Memang bisnis kreatif entertainment ini termasuk bisnis yang menggiurkan!

Jauh sebelum provinsi Aceh menjadi NAD sekarang ini, sudah jamak bagi siapa saja yang datang ke sana untuk berpikir dan bertindak menghargai bahwa Aceh adalah Serambi Mekah. Bahkan hingga sekarang ini siapa saja perempuan yang datang ke sana (baik muslimah atau non muslim) -- selalu menggunakan kerudung tatkala berada di sana. Namun tentunya tidak sesederhana itu ketika ada konser artis kelas dunia ke Indonesia untuk dapat berbusana dan bertingkah laku layaknya menghargai budaya Indonesia. Di banyak pengalaman justru ketika ada tamu artis ke suatu negara -- dimana si artis dan team kreatifnya memasukkan nilai-nilai budaya lokal negara yang dikunjungi saat konser, bukan tidak mungkin kehadiran si artis bukan saja menguntungkan dari sisi bisnis, tapi juga akan dikenang sebagai artis 'kelas dunia' yang mengakui keberagaman budaya dan values di setiap negara yang dikunjunginya.

Semoga ini dapat menjadi inspirasi bagi siapa saja 'artis tamu' yang akan datang ke tanah air. Indonesia adalah negara demokrasi yang memiliki nilai-nilai yang belum tentu sama dengan values yang dimiliki oleh si artis ketika ia berkunjung ke Indonesia.

Banuayu, 18 Mei 2012

Kamis, 17 Mei 2012

Membentuk Kabinet “Serius” (Bekerja)


Sudah sering terdengar kalau bangsa Jerman termasuk kategori bangsa yang serius. Mau bukti? Tatkala ada pagelaran misi kebudayaan di KBRI Berlin beberapa waktu lalu – salah-seorang peserta dimintai keterangan bagaimana kesan terhadap penonton Jerman tersebut. Spontan saja ia mengatakan bahwa mereka (tim kesenian) harus serius untuk melakukan pagelaran karena disamping sebagai duta bangsa – bangsa Jerman termasuk bangsa yang serius dalam segala hal. Cobalah perhatikan, dalam bertepuk tangan saja mereka sudah sangat ‘irit’ alias sekadarnya saja. Belum lagi reaksi mimic penonton yang  rada-rada serius dalam menikmati pagelaran tari dan music Indonesia itu. Untuk hal-hal yang santai atau enjoy saja mereka serius, gimana kalo yang lebih serius, bekerja misalnya.

Orang Amerika terkenal dengan sikap straight to the point alias enggak banyak basa-basi. Mereka  bangsa yang efisien dalam penggunaan waktu (time management) dalam segala hal. Dalam suatu dialog film Hollywood disebutkan bahwa alkisah seorang konsultan (arsitek) yang diberikan waktu membuat rancangan bangunan untuk investor Jepang. Sang Pemilik Firma tersebut memerintahkan agar sang arsitek  dapat menyelesaikan draft bangunan gedung yang diminta keesokan harinya. Namun oleh sang arsitek perintah itu ditampik dengan alasan ia sudah 2 (dua) tahun berturut-turut tidak bisa mengambil cuti demi berbagai proyek kantor yang ia kerjakan. Bahkan ia memohon sangat karena besok pagi adalah hari ulang tahun putera sulungnya yang sudah dua kali tidak bisa dihadiri! Bukan memberikan empati terhadap karyawannya, sang Pemilik dengan santai dan dingin mengatakan bahwa ia tetap menolak mengizinkan cuti arsitek dan memberikan 2 (dua) pilihan; tetap menyelesaikan proyek tersebut hingga besok pagi atau silakan cari perusahaan lain yang bisa menampungnya bekerja! Pilihan sulit tersebut akhirnya membuat sang arsitek geram dan sakit hati. Lalu dengan wajah geram dan marah, sang arsitek bertanya; alasan terkuat apakah sehingga ia sebagai bos harus memaksakan kehendak terhadap bawahannya? Jawaban sang Pemilik benar-benar diluar perkiraan (beyond expectation) bagi sang arsitek. 

                “Proyek ini adalah Mega Proyek bagi kita, karena si investor orang Jepang. Orang Jepang adalah bangsa yang sangat tidak sabaran dan tergesa-gesa. Coba saja kamu bayangkan, jangankan menunggu sekian jam, saking terburu-burunya mereka (orang Jepang –red) -- sampai merasa tidak perlu lagi memasak ikan yang harus disantapnya!” jelas sang Bos dengan mimic serius

Kontan saja sang arsitek itupun langsung bekerja lembur hingga larut malam di kantornya, tanpa meminta penjelasan lebih lanjut.

Zaman Orde Lama pernah dikenal dengan Zaken Kabinet alias “Kabinet Pekerja”, alias menteri-menteri yang ditunjuk oleh partai yang berkuasa saat itu lebih mengutamakan bekerja atau berkarya daripada yang lainnya (misalnya politik).Kenapa kita tidak menghidupkan kembali tradisi ‘Bekerja sebagai Panglima” dalam cabinet pemerintahan kita. Bukanlah rakyat tidak akan mengenang siapa dan dari mana menterinya berasal, tapi lebih cenderung melihat hasil kerja nyata untuk rakyatnya!

Banuayu, 17 Mei 2012

Papua Menjadi Provinsi Olah Raga, Mungkinkah?


Tidak dapat dipungkiri bahwa putera-puteri terbaik dari saudara kita di Papua telah memberikan sumbangsih cukup signifikan dalam prestasi dunia olah raga di tanah air. Statistik menunjukkan bidang olah raga atletik dan sepak bola merupakan cabang olah yang mendominasi atlet dari provinsi Papua ini. Menilik sisi lain dari tanah Papua yang masih banyak sumber daya alam yang potensial untuk kemakmuran warganya – hingga kini masih merupakan ‘pe-er’ bagi pemerintah daerah setempat dan pusat tentunya.
Sebagai salah satu provinsi terkaya di Indonesia, provinsi Papua sudah selayaknya memiliki infrastruktur olah raga kelas dunia. Provinsi Sumsel saja yang merupakan provinsi terkaya ke-4 (empat) di Indonesia sudah memiliki infrastruktur olah raga standar internasional di Jaka Baring Sport City. Fasilitas mewah dan megah ini sudah dibuktikan penggunaan pada even internasional saat digelarnya SEA GAME XXVI di Palembang dan Jakarta tanggal 11-22 Nopember 2011 lalu. Bukan tidak mungkin provinsi Papua yang nota bene ‘gudang’ olahragawan tanah air, dapat melakukan hal yang sama.
Pembangunan infrastruktur kelas dunia tentunya membutuhkan dana yang tidak sedikit. Namun investasi yang besar tersebut bila dibarengi oleh system manajemen yang baik dan perencanaan yang matang – akan memberikan efek yang positif bagi peningkatan kesejahteraan rakyatnya. Mungkin kita terperangah dengan milyarder dunia saat ini sudah banyak disabet oleh kalangan olah ragawan terutama sepak bola. Untuk ukuran Indonesia biaya transeferan pemain kelas dunia bisa mencengangkan! Betapa tidak. Ada transfer pemain dari klub sepak bola raksasa dunia yang rela mengeluarkan fulus sebesar hampir 300 Milyar Rupiah untuk satu orang pemain. Namun bagi pemilik dan pengelola klub sepak bola professional – berapapun biaya transfer pemain tidak menjadi masalah karena si pemain yang direkrut merupakan ‘asset’ bagi klubnya untuk menghasilkan pundi-pundi uang yang berlipat ganda nantinya.
Bila dipersiapkan lebih matang tentunya, suatu saat kita akan berpaling untuk menyaksikan pertandingan sepak bola dari Senayan ke Jaya Pura atau Biak. Mengapa? Karena di Papua telah berdomisili klub-klub sepak bola professional seperti Persipura, Persiwa atau Persiram yang telah mempunyai prestasi nasional dan internasional. Pemain dan pelatihnya sudah caliber internasional. Lalu siapakah fans mereka. Ya kita semua rakyat Indonesia. Kita semua  berhak untuk menjadi fans klub mana saja di tanah air ini. Mengapa? Sekali lagi, ketika pertandingan sepak bola akan dilaksanakan di tanah Papua – di sana sudah tersedia infrastruktur kelas dunia. Mulai dari Bandara Internasional, hotel, jalan tol hingga event organizer kelas dunia. Jadi ketika kita berada di sana (Tanah Papua) tak obahnya seperti kita berada di Senayan, Jaka Baring Sport City, Jalak Harupat, atau Kutai Kertanegara. Sekali lagi tantangan bagi setiap pemimpin daerah (Walikota/Bupati atau Gubernur) untuk berlomba-lomba meningkatkan pembangunan infrastruktur di daerahnya masing-masing agar suatu saat dengan semangat sportivitas (olah raga – red) akan mengadakan event olah raga nasional dan internasional. Provinsi Papua saat ini merupakan provinsi yang paling memungkinkan untuk menjadi pelopor sebagai provinsi olah raga pertama di Indonesia!

Banuayu, 17 Mei 2012

Rabu, 16 Mei 2012

“Mengintip” Job Desc Dunia Industri

Kemarin (15/05) kami kedatangan sekelompok guru SMK yang rencananya mau magang di perusahaan kami. Sebenarnya di perusahaan sangat terbuka untuk menerima siswa atau mahasiswa yang magang, bahkan sudah pernah mahasiswa S2 bahkan S3 yang melakukannya. Namun kali ini yang akan magang adalah nota bene bapak dan ibu guru yang selama ini beraktivitas sebagai tenaga pengajar. Lalu apa yang sebenarnya menjadi ‘message’ dari keinginan magang ini? Dengan jujur menurut juru bicara para guru tersebut adalah bahwa mereka mendapat mandat dari Diknas untuk dapat melakukan link and match antara kompetensi yang ada di perusahaan dengan mata ajar dan praktek yang selama ini dilakukan di sekolah mereka. Dengan kata lain bahwa sebagai manpower supply – sekolah mereka menginginkan agar kurikulum di sekolah mereka selaras (comply) dengan yang diinginkan oleh dunia industri. Suatu keinginan dan cita-cita mulia tentunya.

Tatkala banyak kaum ilmuwan yang sudah bersusah payah melakukan penelitiannya, namun hasil akhir penelitian tersebut tidak dapat diserap oleh dunia industri. Di sisi lain dunia industri juga berteriak agar industri mereka tetap eksis di tengah persaingan global yang ketat. Kedatangan para guru SMK tersebut memberikan inspirasi bahwa untuk menghasilkan out put yang berkualitas tentunya harus dimulai dengan guru-guru yang berkualitas pula. Langkah untuk mendatangi dunia industri merupakan upaya jemput bola yang sedikit sekali dilakukan oleh guru-guru lainnya. Sebenarnya proses magang merupakan learning by doing bagi siapa saja yang ingin mendalami lebih lanjut tentang proses job desc yang ada di dunia kerja (industri). Bagi siapa saja yang lebih siap kompetensinya dari awal, dapat dipastikan ia lebih percaya diri untuk memasuki dunia kerja industri. Sekarang ini antara dunia pendidikan (institusi) dan dunia kerja (industri) masih terjadi gap yang cukup tinggi. Lulusan sekolah menengah atau perguruan tinggi lebih sering siap dalam hal teori daripada dunia kerja yang nyata (real). Di sisi lain perusahaan sudah merasa nyaman dengan rutinitas selama ini yang telah mereka lakukan. Padahal proses kerja di dunia industri secanggih apapun, masih memerlukan up date dan up grade dari sisi peralatan dan pengoperasiannya.

Menghadapi persaingan global yang menuntut semakin kompetitif dari segi cost dan man hour, mau tidak mau perusahaan harus selau meng up date dan meng up grade para karyawan dan peralatan industri mereka. Semakin efisien suatu industri, maka semakin terbuka lebar untuk menjadi leader di pasar global. Perawatan peralatan (equipment) merupakan hard ware bagi perusahaan, sedangkan sistem dan human resource merupakan soft ware yang juga harus dimaintenance.

Langkah para guru yang ingin ’mendekatkan’ diri dengan dunia industri untuk dapat melisting kebutuhan akan competency yang dibutuhkan dunia industri terhadap lulusan SMK sudah sepatutnya didukung. Perusahaan Kiat Motor yang memberikan kesempatan magang yang luas bagi siswa-siswa SMK telah menghasilkan mobil Esemka yang fenomenal itu. Bisa dibayangkan bila kaum industriawan mau berpikir dan bertindak seperti ini, maka bukan tidak mungkin suatu saat Indonesia menjadi bangsa manufaktur yang terdepan. Jepang, Korea, bahkan China dan India telah membuktikan bahwa dunia pendidikan bukan hanya dunia menara gading dengan teorinya, tapi merupakan man power yang siap sedia untuk bekerja dan mendukung dunia industri. Para industriawan mulai saat sudah harus merubah paradigma mereka bahwa kebutuhan manpower merupakan ”raw material” yang harus dipersiapkan sedari dini untuk menunjang kelangsungan industri mereka di masa depan. 

Banuayu, 16 Mei 2012

Selasa, 15 Mei 2012

Well Trained People Flight

Ada anekdot pada waktu rezim Saddam Husein masih berkuasa, bahwa mengapa kecenderungan tentara Irak saat itu suka ‘berperang’ dengan negara tetangganya? Salah-satu yang menjadi sorotan adalah bahwa penguasa Irak itu mempunyai tentara yang sangat handal dan well trained. Jadi dengan dukungan training dan dana yang cukup, maka tentara tersebut sangat profesional dan loyal terhadap Saddam Husein. Nah, salah-satu yang harus diperhatikan bila punya tentara yang profesional dan loyal adalah battle field bagi tentara tersebut. Jadi bila battle field itu tidak ada, maka harus segera dicari siapa musuhnya. Bagaimana jika tidak ada musuh dan battle field-nya? Jawabannya adalah bahwa tentara tersebut justru akan menyerang balik tuannya sendiri!

Tatkala perusahaan pembuat pesawat Indonesia (PT Dirgantara Indonesia) justru banyak mem-PHK karyawan, maka analoginya mirip yang terjadi di Irak tadi, hanya saja mereka bukan tentara tetapi tenaga juru tera (insinyur) terbaik yang dimiliki bangsa ini. Akibatnya mereka yang terdidik tersebut (well trained people) akan mencari pekerjaan yang sesuai dengan kompetensi yang dimiliki (ahli rancang bangun pesawat komersil atau militer). Hal yang manusiawi ketika ilmu dan keahlian kita sebagai anak bangsa kurang atau tidak dihargai oleh negeri sendiri, maka merekapun akan ‘bertebaran’ di seantero jagad bumi untuk melanjutkan kehidupan dan menjual skills mereka. Adalah berkah sekaligus keuntungan bagi Perusahaan yang berhasil merekrut dan mempekerjakan mantan karyawan PT DI tersebut untuk berkarya di Perusahaan mereka. Mereka (perusahaan perekrut – red) tidak usah repot-repot mentraining karyawan tersebut karena mereka sudah teruji pada perusahaan sebelumnya. Sayangnya, tatkala Indonesia membutuhkan pesawat canggih (komersial atau militer), lagi-lagi kita harus berurusan dengan pembuat pesawat (aircraft) yang sudah terkenal di dunia – yang nota benenya karya tersebut juga dihasilkan oleh anak bangsa Indonesia sendiri. Kita harus membayar mahal pembelian pesawat yang high tech tersebut karena memang man hours pekerjanya termasuk yang termahal di dunia. Tentunya akan lain ceriteranya bila para ahli pembuat pesawat terbang tersebut dipekerjakan di tanah air mereka sendiri. Namun apa mau dikata, nasi sudah jadi bubur. Kondisi industri dirgantara negara lain semakin canggih (karena juga didukung tenaga ahli dari eks karyawan pembuat pesawat Indonesia), sedangkan kondisi pabrik milk bangsa sendiri justru sebaliknya.

Sejarah membuktikan bahwa akan terjadi capital flight bila kondisi suatu negara bakal merugikan para investornya. Hanya saja dalam capital flight perpindahan hanya berupa uang atau investasi saja, sedangkan well trained people flight lebih dari itu! Kerugian yang bakal dialami oleh negara yang orang terdidiknya diambil oleh negara lain adalah mereka kehilangan human invest yang merupakan intangible asset bagi negara. Saatnya negarawan negeri ini berpikir untuk membuat anak negeri yang terdidik di negeri ini tidak lari atau bekerja di luar negeri. Bila tidak dipikirkan dari sekarang, setidaknya ada 2 (dua) hal yang akan menjadi konsekwensinya. Bila kita mengirimkan tenaga kerja yang low quality alias unskilled, maka akan terus terulang banyaknya TKI atau TKW yang menjadi korban di luar negeri. Sebaliknya bila well trained people tidak mendapatkan pekerjaan yang layak di dalam negeri, maka bersiap-siaplah kita akan menjadi bangsa pasar bagi produk-produk berkualitas yang nota bene dihasilkan oleh tenaga kerja bangsa sendiri dengan harga yang lebih mahal tentunya. Semoga hal ini tidak terjadi!



Banuayu, 15 Mei 2012

Senin, 14 Mei 2012

Joy Flight

Terbang wisata bagi pesawat baru dan canggih sebenarnya merupakan kehormatan dan kesempatan yang berharga bagi siapa saja yang menjadi penumpangnya. Sayangnya joy flight Sukhoi SJ 100 tanggal 09 Mei 2012 menjadi berita duka bagi awak pesawat yang mengikuti terbang wisata itu.
Terlepas masih dalam penyelidikan penyebab kecelakaan sedang dalam penyelidikan KNKT, maka apapun penyebabnya (Human Error atau Technical Error) atau bahkan Environment Error (weather or winds) sebaiknya kita sebagai bangsa lebih mawas diri.

Pelajaran pertama yang didapat adalah apakah joy flight tersebut merupakan bagian dari Testing Flight atau bukan. Bila jawabannya Ya, maka sebaiknya pihak penumpang yang ikut terbang sebaiknya bukan penumpang umum (dalam arti kata selain crew yang benar-benar dipersiapkan untuk test flight tersebut). Mengapa? Bila terbang wisata tersebut dimaksudkan juga sebagai test flight, maka bila terjadi apa-apa (maaf, kecelakaan misalnya) maka korban dapat dieliminir. Beberapa tahun lalu ketika test flight pesawat buatan anak negeri, terjadi kecelakaan dimana korbannya hanya crew pesawat yang memang ditugaskan untuk itu.

Pelajaran kedua adalah bagaimana kita sebagai bangsa dapat membuat suatu SOP secara nasional untuk mengantisipasi hal serupa di kemudian hari. Musibah yang terjadi di dekat pusat kekuasaan (Jakarta - red) saja kita sudah 'kewalahan' apalagi bila kejadian serupa terjadi dari wilayah yang jauh dari ibukota dan fasilitas yang memadai.

Pelajaran dari tenggelamnya kapal Titanic melahirkan SOP korban kecekaan laut sehingga data manifest korban dapat dilacak nama dan property si korban sehingga dapat dikenali siapa korban sebenarnya. Sekarang ini dengan test DNA kemungkinan besar jenazah si korban dapat dikenali dan diserahkan kepada keluarganya.
Semoga tim yang sekarang juga dapat melakukan hal serupa dengan segera sehingga tidak menimbulkan duka yang mendalam bagi korban.

Banuayu, 14 Mei 2012

Rabu, 02 Mei 2012

The Indonesian Commonwealth

Istilah persemakmuran lebih dikenal untuk negara Inggris Raya dan bekas negara jajahannya. Ada yang berpendapat seandainya Indonesia lebih lama dijajah Inggris ketimbang Belanda, maka setidaknnya perekonomian bangsa Indonesia lebih baik daripada saat ini. Para founding father negeri ini sudah merajut jiwa perekonomian kebangsaan itu dalam dasar Negara Pancasila dan UUD 1945 pada pasal 33. Sudah jelas kok, kalau para pemimpin negeri ini menghidupkan roh dari setiap sila Pancasila -- maka ketimpangan ekonomi dan ketidak adilan dapat dapat diminimalisir.

Era reformasi melahirkan kemandirian dari masing-masing daerah untuk dapat membangun daerahnya masing-masing. Akan terlihat nantinya dimana daerah yang kaya Sumber Daya Alam yang dikelola oleh kepempinan yang bersih dan cerdas, akan menimbulkan value added yang luar biasa bagi rakyatnya. Atau daerah yang minus SDA, namun dikelola oleh kepempimpinan yang jujur dan kerja keras -- tentunya akan menghasilkan kemajuan bagi daerahnya. Namun bila SDA yang melimpah ruah apalagi minus -- yang dipimpin oleh pejabat yang bermental korup dan tidak cerdas, maka jangan pernah bermimpi untuk dapat meningkatkan harkat dan martabat rakyatnya. Kalaupun ada kemajuan, pastilah hanya untuk kepada keluarga, kelompok atau golongan mereka saja.

Yang terlupakan oleh pemimpin pusat atau daerah saat ini adalah bahwa politik persemakmuran atau tepatnya kemakmuran (commonwealth policy) haruslah dikedepankan. Ingat ada anekdot; apa perbedaan korupsi di Malaysia dengan Indonesia? Kalau di Malaysia, pejabatnya berprinsip bahwa pertama kali uang negara digunakan untuk rakyat, sisanya baru kita korup. Nah di Indonesia kebalikannya, korupsi dulu -- baru sisanya digunakan untuk rakyat.
Seandainya saja para pejabat yang terpilih tersebut menjadikan Kemakmuran Sebagai Panglima, maka bukan sesuatu yang mustahil suatu ketika Indonesia menjadi Negeri Persemakmuran Baru setelah Inggris Raya. Mengapa? Karena seluruh provinsi yang ada di negeri ini saling membantu untuk menjadikan daerah mereka menjadi provinsi yang makmur dan sejahtera.

Banuayu, 02 Mei 2012