Tatkala
Negara-negara Barat mempertahankan reputasi mereka bahwa pihak baratlah yang paling
berpengalaman dalam membangun infrastruktur dan berinventasi terhadap
negara-negara dunia ketiga atau lebih cenderung disebut Negara-negara miskin,
setidaknya hanya ada tersisa peluang kerja sama selain barat yakni pihak timur.
Sayangnya, pasca rontoknya Uni Soviet – praktis yang tersisa hanya blok komunis
diluar yaitu (eropah timur, China dan Kuba). Mungkin hanya China yang termasuk
pengecualian negeri komunis yang menjadi sparing partner of enemy bagi pihak
barat. Mengapa hal ini terjadi? Setidaknya karena factor China sebagai pangsa
pasar produk barat yang potensial, juga adanya mindset bahwa ideology kapitalis
dan komunis masih bisa ‘direkat’ dengan ideology pasar. Dengan kata lain kita
boleh berbeda paham politik dan agama sekalipun, namun untuk kebutuhan
perekonomian – kita boleh berhubungan dengan siapa dan Negara mana saja!
Sudah
jamak terbukti bahwa pihak barat sangat saklek dan solid di dalam
mempertahankan system, policy dan strategy kapitalis mereka bila berinvestasi
dengan Negara non barat. Kerjasama investasi yang saling menguntungkan – apakah
itu oleh pihak barat atau pihak blok manapun –cenderung lebih menguntungkan
bagi para investor. Profit tends going to the Investors!
Peluang
pihak Negara-negara yang kaya sumber daya alam namun ‘miskin’ kreativitas ini, mendorong China untuk dapat menjadi ‘dewa penolong’ bagi Negara-negara Afrika
yang butuh infrastruktur dengan persyaratan yang tidak ‘serumit’ pihak
kapitalis barat selama ini. Persyaratannya tidak perlu harus menekan otoritas
politik (seperti isu hak azazi manusia, lingkungan, dsb). Toch, kami datang untuk berdagang atau berbisnis dengan Anda bukan
ikut ‘mengurusi’ rumah tangga Anda!
Satu
hal yang perlu dicatat bahwa politik China lebih sedikit soft dibandingkan dengan pihak barat untuk membackup kelangsungan hidup industry kapitalis mereka. Pihak barat
setidaknya punya 3 (tiga) scenario terhadap Negara-negara yang bakal menghambat
laju perekonomian (kapitalis) mereka. Selain politik dan ekonomi, opsi militer
menjadi salah satu yang akan diambil apabila ada Negara yang kaya SDA namun
‘sulit’ diajak ‘bekerjasama’. Hal tersebut sulit (setidaknya hingga saat ini –
red) bila diterapkan terhadap China. Bargaining position sebagai salah satu
Negara yang mempunyai hak veto di PBB dan tingkat pertumbuhan ekonomi paling
dinamis di dunia, membuat langkah China sebagai alternative kerjasama bagi
Negara-negara di Afrika. Evaluasi yang harus diperhatikan bahwa adagium no
lunch free sudah pasti ada. Kabarnya pihak China diberikan konsesi atas
pengelolaan minyak dan mineral atas dibangunnya infrastruktur di Negara-negara
Afrika itu.
Banuayu,
20 Mei 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar