Sabtu, 03 Maret 2012

Petani, Buruh, dan Nelayan Kaya? Why Not?

Sekitar tiga dekade lalu, seorang guru besar pertanian pernah menceriterakan bahwa 'mengapa' generasi muda  sekarang tidak mau menjadi petani, atau sedikit sekali ada investor yang mau bergerak di bidang pertanian? Usut punya usut menurut pak profesor tersebut bahwa setelah 'dikalkulasikan' ternyata ketika seseorang akan menjadi petani maka paling banter hanya 'untung tipis' bila berprofesi sebagai petani. Menurut kalkulasi beliau, mulai dari persiapan lahan, bibit, pupuk dan pestisida hingga pasca panen -- ternyata hasil kerja keras seorang petani tidak sebanding dengan penghasilan yang akan didapatkannya setelah panen.

Setiap tahun buruh demo dan mogok?
Itu sudah seakan agenda rutin kaum buruh di negeri ini. Apalagi kalau bukan tuntutan tentang kenaikan UMR atau masalah kesejahteraan kaum buruh.

Karena ombak besar, sebagian besar nelayan tidak bisa melaut.
Lalu kalau tidak melaut, apakah keluarga nelayan akan 'puasa' dari makan dan minum?

Cobalah bandingkan dengan petani dan nelayan di Jepang yang memiliki alat pertanian modern. Harga jual beras petani di Jepang dapat membuat sang petani bisa menabung bahkan bisa liburan ke luar negeri. Baru-baru ini ada acara teve yang menjelaskan betapa nelayan Amerika yang cuma menangkap kepiting saja selama satu minggu -- ABK pangkat paling rendah saja bisa mengantongi uang sebesar 3.000 USD!
Nelayan negeri jiran (Malaysia) juga sudah meniru nelayan Jepang yang menggunakan GPS dalam menentukan arah pelayaran dan mencari (atau mencuri ikan) kawasan laut yang banyak ikannya. Tatkala nelayan kita 'menggantung jaring' karena takut ombak besar, nelayan Jepang dan Malaysia malah menyambangi ZEE negara kita dengan tenangnya.

Sayangnya dari dulu dan setidaknya kini, kaum petani, buruh dan nelayan lebih banyak dijadikan objek daripada subjek. Padahal salah satu indikator berkualitasnya hasil suatu produk industri adalah kualitas pekerja atau buruh yang membuatnya.Semakin terampil dan sejahtera seorang buruh akan paralel dengan kualitas produk yang dihasilkannya.
Saatnya pak dewan yang terhormat bersama pemerintah tentunya untuk membuat produk undang-undang yang akan menjadi road map bagi kaum petani, buruh dan nelayan agar mereka disamping memiliki profesinya masing-masing juga memiliki tingkat kesejahteraan seperti profesi lainnya pegawai bidang keuangan dan perpajakan, para medik dan dokter, pengacara, artis dan selebritis bahkan chef sekalipun.


Mindset para pemimpin saatnya diubah agar tidak memandang kaum petani, buruh dan nelayan sebagai faktor 'beban' dalam kepemimpinan mereka.Namun lebih dipikirkan dengan tindakan strategis agar mereka (petani, buruh dan nelayan - red) dapat diupgrade skill dan permodalan mereka sehingga suatu saat nanti para petani, buruh dan nelayan bukan lagi menjadi floating mass setiap kali dibutuhkan oleh kaum politikus, namun sebagai pihak yang 'diperhitungkan' suaranya.Semoga.

Banuayu, 03 Maret 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar