Dalam
istilah politik dikenal bahwa suatu perubahan kebijakan yang dilakukan oleh penguasa
atau pemerintah akan menimbulkan berbagai dampak. Mulai dari dampak ekonomis,
psikologis bahkan dampak social. Biaya social ini awalnya sulit untuk dibuatkan
analisa kualitatifnya. Anda bisa bayangkan berapa biaya social akibat miscommunication
ketika bakalnya naiknya BBM bulan April 2012 nantinya. Hingga tulisan ini dibuat,
para demonstran menuntut agar Pemerintah membatalkan kenaikan BBM ini. Jauh
sebelumnya terjadinya social cost ini
terjadi, sebenarnya ada fase permulaan dimana bakal terjadi penolakan oleh
rakyat. Pertanyaannya adalah mengapa harus timbul social cost bila akar persoalan (root cause) nya dapat dikenali lebih awal?
Seorang
ustadz pernah menyentil bahwa bila ada masyarakat yang sering melakukan demo
terhadap Pemerintah – sementara itu rakyat tersebut mempunyai perwakilan (DPR)
– berarti wakil rakyat tersebut belum menjalankan fungsinya dengan sebenarnya.
Untuk apa dewan ada kalau setiap persoalan yang muncul justru bukan disampaikan
melalui wakil mereka? Namun di sisi lain Pemerintah juga harus merubah mindset mereka bahwa keberadaan
Pemerintah adalah sebagai ‘pengelola’ dari daulat rakyat yang dititipkan kepada
mereka. Adalah aneh rasanya bila seolah-olah suara anggota dewan bukanlah suara
rakyat, atau program yang akan dijalankan Pemerintah itu bukanlah untuk rakyat?
Persoalan sebenarnya adalah ketika pemerintah akan melakukan suatu keputusan
atau kebijakan, pertama kali yang harus dikedepankan adalah demi kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat. Hal tersebut haruslah disampaikan dengan jujur,
transparan dan cerdas. Jangankan menerima kenaikan BBM, ikut ’berperang’ pun rakyat akan siap bila
semua upaya yang dilakukan oleh pemerintah dilakukan demi semata-mata untuk
kepentingan rakyat. Yang terjadi saat ini adalah seolah-olah pemerintah tidak
mempedulikan suara rakyat atau juga seakan-akan rakyat tidak ’peduli’ dengan
persoalan yang sedang dihadapi pemerintah. Rasanya kita sedih mendengar pidato
Presiden kita bahwa ”...pemerintahan mana yang rela dan tega untuk menaikkan BBM...”
Suatu sisi pernyataan tersebut mengisyaratkan bahwa kenaikan BBM yang dilakukan
Pemerintah merupakan pilihan pahit yang mau tidak mau harus ditelan. Namun ada
suatu hal yang terlupakan oleh pak Presiden bahwa bila sang Presiden sebagai
penyambung lidah rakyat tersebut dapat berkomunikasi dengan assertive langsung kepada rakyat, maka tidak akan terjadi miscommunication seperti sekarang ini.
Persoalan miscommunication ini bila
tidak dikelola dengan baik maka akan menimbulkan biaya social dan ekonomi yang tidak sedikit.
Saatnya bangsa ini dapat mengelola komunikasi yang baik
antara pemimpin dan rakyatnya. Komunikasi yang jujur dan cerdas akan
menimbulkan trust dan energi yang
fokus untuk menghadapi persoalan bangsa yang berat sekalipun. Sejarah
membuktikan bahwa disaat yang genting bagi negara, sang pemimpin akan tampil
dan berbicara lantang dengan rakyatnya bahwa kita harus bersama-sama untuk
menghadapi tantangan ini. Karena bersama kita bisa. Mari kita buktikan Bung!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar