Jumat, 23 Maret 2012

Made in Hollywood

Berbicara tentang Amerika Serikat setidaknya kita akan ingat bahwa negara Paman Sam itu adalah memiliki power bidang militer, politik, ekonomi dan budaya. Meskipun dari segi ekonomi sudah ada pesaingnya yakni Jepang, namun sulit dipungkiri bahwa untuk bidang politik dan militer, Amerika masih diakui kedigdayaannya hingga saat ini. Belajar dari keberhasilan Jepang, Chinapun juga belajar bahwa entry point untuk menjadi negara yang diperhitungkan di dunia internasional dimulai dengan keberhasilan segi ekonomi.Sejarah membuktikan bahwa negara yang kuat dari segi militer an sich tanpa didukung perekonomian yang kuat, lambat laun akan ambruk juga.Lihatlah ketika Uni Soviet masih berdiri, maka poros kekuatan dunia terbagi dua yakni Barat yang dikomandoi Amerika dan Timur oleh Uni Soviet. 

Pasca perang dingin usai dan menguatnya ekonomi di kawasan Asia, China 'berupaya' untuk menjadi negara digdaya seperti Amerika.Meskipun Amerika sempat menghembuskan isu pelanggaran hak azazi manusia di negeri tirai bambu itu -- China terus menggenjot pertumbuhan ekonomi mereka. Alhasil, keberhasilan membangun pertumbuhan ekonomi tersebut paralel dengan kepemimpinan yang kuat yang berorientasi kepada negara dan bukan pada partai atau golongan tertentu -- membuat China sebagai negeri tirai bambu yang dipagari 'tirai kemakmuran' bagi warganya. Tidak ada jalan lain bagi Amerika dan pihak barat untuk tidak bekerjasama dan memanfaatkan pertumbuhan ekonomi China yang 'menggiurkan' bagi para investor tersebut. Maka isu tentang pelanggaran HAM-pun bergeser ke arah komunikasi pasar bebas dan globalisasi ekonomi. Negara yang lambat merespon globalisasi akan tertinggal dengan negara yang pro aktif dan inovatif.

Sebenarnya ada yang luput dari pengamatan kita bahwa Amerika telah 'merajai' globalisasi ekonomi dengan produk perfileman mereka. Jauh sebelum perang dingin atau era globalisasi sekarang ini, produk Hollywood telah merambah dunia. Efek dari produk Hollywood itu jauh lebih dahsyat dari statement dari Gedung Putih. Mengapa? Konotosi produk Gedung Putih adalah masalah politik. Namun ketika Hollywood melemparkan produk filem mereka ke pasar internasional -- itu melewati batas-batas  'kehebatan' Gedung Putih sekalipun! Kemampuan insan filem di Hollywood menjual visi, image dan teknologi perfileman Amerika membuat seolah-olah Hollywood is America but America maybe not Hollywood!

Kemampuan produk Hollywood saat ini sudah sangat mendunia, melewati batas-batas antar negara. Bila Amerika punya mesin kapital dan global bernama Hollywood, maka India punya Bollywood. Saatnya Indonesia punya kawasan perfileman terpadu secara nasional. Kawasan perfileman tersebut merupakan kawah candradimuka bagi sineas muda berbakat Indonesia. Siapa tahu dengan dukungan pemerintah dan swasta nantinya di Indonesia ada kawasan terpadu industri perfileman nasional Indonesia. Siapa tahu pula nanti di dunia ini ada raksasa perfileman dunia yakni Hollywood, Bollywood dan Bali yang selama ini hanya dikenal sebagai pusat wisata dunia -- kelak juga akan dikenal sebagai Baliwood. Semoga ini bisa menjadi kenyataan.

Banuayu, 19 Maret 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar