Senin, 12 Maret 2012

Think Objectively, Act Subjectively

Menarik sekali wawancara yang dilakukan oleh TVRI kepada mantan Presiden ke 3 RI (BJ.Habibie) tanggal 07 Maret 2012 lalu. Ketika ditanya apa yang seharusnya dilakukan untuk memajukan bangsa ini? Kondisi bangsa yang sedang terpuruk ini dimana ada yang menyebut bahwa bangsa Indonesia saat ini diibaratkan bangsa yang terbang secara ‘auto pilot’. Pak Habibie menjelaskan bahwa sebagai bangsa kita harus mengedepankan rasional dan bersifat objektif dalam menilai sesuatu. Namun untuk pelaksanaannya, kita harus ‘subjektif’ demi bangsa ini. Sebagai contoh, ketika ada proyek pembelian pesawat kepresidenan yang menelan biaya 0.5 Triliun Rupiah, sebenarnya hal tersebut oke-oke sajalah. Namun di dalam negeri kita punya industri pesawat terbang sendiri (PT DI) dimana dengan resources yang ada sebenarnya kita dapat membuat pesawat kepresidenan kita sendiri. Ketika ditanya, bagaimana mungkin Indonesia membuat pesawat kepresidenan sendiri kalau untuk proyek mobnas saja teryata tidak lulus uji emisi (sertifikasi). Menurut pak Habibie, bila ada pejabat negeri ini yang masih mempersoalkan masalah kelaikan ini atau itu…., hal tersebut hanyalah pekerjaan membual saja!

Bila dalam istilah pemasaran dikenal dengan ‘think globally, act locally’ maka saatnya bangsa Indonesia untuk berpikir mendunia (global) dan objective, tetapi bertindaklah secara arif untuk kemajuan bangsa. Kalau boleh saya menangkap kata ‘subjektif’ dalam kosa kata pak Habibie, sebenarnya beliau menginginkan tetap menjadikan kepentingan bangsa dan Negara menjadi prioritas bagi setiap pejabat negeri ini sebelum memutuskan sesuatunya. Jangan pernah menjadi bangsa yang gampang ciut nyalinya ketika berhadapan dengan nama besar atau bangsa besar di dunia ini. Pak Habibie merupakan saksi pelaku terhadap bagaimana putera terbaik bangsa ini mampu menunjukkan kompetensi dan kontribusinya bagi kemajuan teknologi nasional bahkan dunia.

Ketika bumi cendrawasih akan digali perut buminya untuk menambang tembaga sekitar tahun 1960-an, bung Karno sudah memberikan early warning bahwa negeri ini butuh engineer-engineer terbaik untuk mengolah hasil tambang di bumi pertiwi. Sayangnya, hingga saat ini bumi pertiwi perutnya dirobek-robek oleh investor dan engineer asing dengan leluasanya. Mestinya kita malu karena setelah lebih dari setengah abad setelah ‘peringatan dini’ itu disampaikan, kemampuan dan kemauan kita untuk dapat menjadi ‘daulat di negeri sendiri’ belum terwujud.

Wahai para pejabat dan pengambil keputusan di negeri ini. Saatnya kalian berpikir logis dan rasional (meskipun banyak pejabat negeri ini sudah bertitel Master dan Ph.D), namun hati dan pikiran mereka belum sepenuhnya berpikir ‘untuk negeri’. Masih perlukah mereka (para pejabat negara) kembali menyanyikan lagu “Padamu Negeri” sebelum mereka memutuskan sesuatu untuk bangsa ini.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawan atau pendahulunya.
Tugas generasi sekarang adalah tetap menjaga dan meningkatkan values yang pernah dilakukan oleh generasi terbaik bangsa ini sebelumnya.

Banuayu, 12 Maret 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar