Menarik sekali wawancara yang dilakukan
oleh TVRI kepada mantan Presiden ke 3 RI (BJ.Habibie) tanggal 07 Maret 2012
lalu. Ketika ditanya apa yang seharusnya dilakukan untuk memajukan bangsa ini?
Kondisi bangsa yang sedang terpuruk ini dimana ada yang menyebut bahwa bangsa Indonesia saat
ini diibaratkan bangsa yang terbang secara ‘auto pilot’. Pak Habibie
menjelaskan bahwa sebagai bangsa kita harus mengedepankan rasional dan bersifat
objektif dalam menilai sesuatu. Namun untuk pelaksanaannya, kita harus
‘subjektif’ demi bangsa ini. Sebagai contoh, ketika ada proyek pembelian
pesawat kepresidenan yang menelan biaya 0.5 Triliun Rupiah, sebenarnya hal
tersebut oke-oke sajalah. Namun di dalam negeri kita punya industri pesawat
terbang sendiri (PT DI) dimana dengan resources yang ada sebenarnya kita dapat
membuat pesawat kepresidenan kita sendiri. Ketika ditanya, bagaimana mungkin Indonesia
membuat pesawat kepresidenan sendiri kalau untuk proyek mobnas saja teryata
tidak lulus uji emisi (sertifikasi). Menurut pak Habibie, bila ada pejabat
negeri ini yang masih mempersoalkan masalah kelaikan ini atau itu…., hal
tersebut hanyalah pekerjaan membual saja!
Bila dalam istilah pemasaran
dikenal dengan ‘think globally, act locally’ maka saatnya bangsa Indonesia untuk
berpikir mendunia (global) dan objective, tetapi bertindaklah secara arif untuk
kemajuan bangsa. Kalau boleh saya menangkap kata ‘subjektif’ dalam kosa kata
pak Habibie, sebenarnya beliau menginginkan tetap menjadikan kepentingan bangsa
dan Negara menjadi prioritas bagi setiap pejabat negeri ini sebelum memutuskan
sesuatunya. Jangan pernah menjadi bangsa yang gampang ciut nyalinya ketika
berhadapan dengan nama besar atau bangsa besar di dunia ini. Pak Habibie
merupakan saksi pelaku terhadap bagaimana putera terbaik bangsa ini mampu
menunjukkan kompetensi dan kontribusinya bagi kemajuan teknologi nasional
bahkan dunia.
Ketika bumi cendrawasih akan
digali perut buminya untuk menambang tembaga sekitar tahun 1960-an, bung Karno
sudah memberikan early warning bahwa negeri ini butuh engineer-engineer terbaik
untuk mengolah hasil tambang di bumi pertiwi. Sayangnya, hingga saat ini bumi
pertiwi perutnya dirobek-robek oleh investor dan engineer asing dengan
leluasanya. Mestinya kita malu karena setelah lebih dari setengah abad setelah ‘peringatan
dini’ itu disampaikan, kemampuan dan kemauan kita untuk dapat menjadi ‘daulat
di negeri sendiri’ belum terwujud.
Wahai
para pejabat dan pengambil keputusan di negeri ini. Saatnya kalian berpikir
logis dan rasional (meskipun banyak pejabat negeri ini sudah bertitel Master
dan Ph.D), namun hati dan pikiran mereka belum sepenuhnya berpikir ‘untuk
negeri’. Masih perlukah mereka (para pejabat negara) kembali menyanyikan lagu “Padamu
Negeri” sebelum mereka memutuskan sesuatu untuk bangsa ini.
Bangsa
yang besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawan atau pendahulunya.
Tugas
generasi sekarang adalah tetap menjaga dan meningkatkan values yang pernah
dilakukan oleh generasi terbaik bangsa ini sebelumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar