Rabu, 12 Juni 2013

Lack of Infrastructure vs Low Cost Green Car (LCGC) Policy







Pemerintah akhirnya menyetujui merealisasikan insentif untuk pengembangan mobil murah dan ramah lingkungan (low cost and green car/LCGC). Sementara itu pendapat di masyarakatpun beragam. Ada yang setuju dengan kebijakan ini karena memudahkan rakyat yang berpenghasilan menengah ke bawah untuk dapat memiliki mobil dengan harga di bawah Rp 100 jutaan. Namun di sisi lain ada juga kekhawatiran khususnya warga DKI yang selama ini setiap hari didera kemacetan yang akut -- dengan kebijakan mobil murah ini akan memperparah kemacetan di DKI. Meskipun dari pihak pemerintah juga telah memberikan pernyataan bahwa penjualan LCGC ini 80 % dilakukan di luar Jabodetabek, hanya 20 % saja yang dipasarkan di dalam wilayah DKI. Tapi sekali lagi tidak ada jaminan para pemilik mobil murah tersebut tidak akan membawa mobilnya masuk wilayat DKI bukan? So, kebijakan ini setidaknya bakal menimbulkan permasalahan baru nantinya.

Seyogianyalah Pemerintah Pusat dan DKI khususnya untuk berpikir logis bahwa penyebab kemacetan akut yang selama ini dialami warga DKI karena volume jalan raya yang kabarnya hanya bertumbuh 0,01 % pertahunnya yang tidak sebanding dengan pertumbuhan kendaraan bermotor yang bisa mencapai 24 %! Bisa dibayangkan bila tanpa ada kebijakan mobil murah saja, jalanan di DKI hanya bisa dipacu dengan kecepatan rata-rata 12 km/jam. Akan berapa lambat lagi kendaraan akan melaju di jalanan bila ada tambahan sekitar 10 juta kendaraan murah (LCGC) dari Jabodetabek? Apapun dasar dari pemikiran sebelum dikeluarkannya kebijakan LCGC ini merupakan keputusan yang tidak Smart, mengapa? Bukankah akal sehat kita justru mengatakan bahwa ketika pertumbuhan jalan dengan kendaraan ibarat langit dan bumi, eh..., malah diberikan kebijakan nambah volume macet di jalan raya dengan kebijakan mobil murah tersebut! Sebagaimana iklan Tukul Arwana di televisi -- bahwa kebijakan LCGC ini adalah sangat MENGHARUKAN!

Semestinya Pemerintah memprioritaskan untuk menambah volume jalan (arteri atau tol), atau moda transportasi masal. Dengan tambahan volume jalan yang baru saja (seandainya dicanangkan) -- belum tentu kemacetan yang ada sekarang dapat diatasi. Karena DKI adalah estalase negara Republik Indonesia, maka semua fasilitas dan sarana terbaik di negeri ini haruslah diadakan di DKI. Begitu juga dengan tingkat keselamatan dan kenyamanan bagi pengendara yang melintas. Bisa dibayangkan bagaimana penduduk DKI yang sudah penat dan lelah menghadapi kemacetan selama ini, justru akan dibebani penderitaan yang lebih dahysat lagi apabila kebijakan mobil murah ini jadi dijalankan. Penyelesaian dengan program LCGC ini menunjukkan bahwa pemerintah hanya mengambil jalan pintas (shortcut) saja terhadap ketidakmampuan pemerintah menambah infrastruktur jalan yang sudah sangat minim tersebut. Adalah perlu dipertimbangkan adanya rencana kementerian BUMN yang merencanakan untuk mengeluarkan kebijakan terhadap industri otomotif di Indonesia yang harus memproduksi kendaraan roda empat dengan teknologi mobil listrik (electric car) atau hybrid car. Dengan kebijakan ini, setidaknya negara ini telah melakukan lompatan jauh ke depan dengan memberikan tantangan bagi produsen otomotif yang sebagian besar dikuasai asing untuk memproduksi kendaraan yang high tech tapi dengan biaya murah. Dan untuk pelaksanaan proyek electric atau hybrid car ini, pihak produsen (asing) yang sudah lama menjajah pasar negeri ini dapat bekerjasama dengan UKM atau SMK yang saat ini sudah terbukti membuat mobil sendiri (Esemka). Wahai para petinggi negeri ini, tolong pikirkan solusi terbaik bagi anak negeri untuk jangka panjang, dan jangan hanya berpikir untuk tahun ini saja (2013) atau tahun depan saja (2014). Setelah itu, rakyat dan generasi muda yang akan memikul bebanya....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar