Minggu, 16 Juni 2013

Jakarta Fair 2013, Pesta Rakyat atau Pebisniskah?

Dalam Jakarta Fair 1992 yang merupakan pelaksanaan Jakarta Fair atau Pekan Raya Jakarta terakhir yang biasanya dilaksanakan di Monumen Nasional. Pelaksanaan Jakarta Fair yang selama ini dilakukan di Monas adalah hal yang tepat, mengapa? Keberadaan Monas yang merupakan monumen kebanggaan bagi seluruh bangsa dan rakyat Indonesia itu merupakan pesta ajang tahunan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan ekonomi kerakyatan kita. Namun sejalan dengan perkembangan ekonomi dan kepemimpinan yang ada di DKI Jaya, Pekan Raya Jakarta seolah telah kehilangan jati dirinya. Betapa tidak. Menurut sejarahwan Betawi Bang Ridwan Saidi dalam suatu dialog di teve swasta (15/06) bahwa pemindahan tempat pelaksanaan Jakarta Fair yang selama ini dilakukan di Monas dan sekarang di Jakarta International Expo (JIEX) Kemayoran adalah salah kaprah dan mencederai rasa keadilan di tengah masyarakat.
“Zaman Belanda saja, Jakarta Fair gratis untuk rakyat. Masa’ iya, setelah Indonesia merdeka malah harus membayar!” kata bang Ridwan yang asli Betawi itu dengan nada tinggi. Secara tidak langsung bang Ridwan yang akraba disapa ‘Babe’ ini merefleksikan protes keras terhadap pemerintah Indonesia c.q. Pemda DKI yang telah memberikan ‘kuasa’ kepada pihak swasta untuk mengelola pesta rakyat ini ke tangan pebisnis. Bukankah peruntukkan Jakarta Fair ini sejak zaman Soekarno untuk memberikan kesempatan kepada seluruh rakyat menikmati hiburan gratis, berbelanja barang kebutuhan hasil produksi rakyat dengan harga terjangkau? Namun, saat ini Jakarta Fair seolah pesta yang ekslusif milik golongan ekonomi tertentu yang harus merogoh kocek sebesar Rp 30.000-an hanya untuk karcis masuknya saja. Ajang Jakarta Fair di Kemayoran itu lebih banyak didominasi oleh produsen otomotif, elektronik, property, perbankan dan industry makanan ringan (snack).
      “Jadi masyarakat ke sono (PRJ Kemayoran – red) hanya dijejali brosur mobil, perumahan, atau property saja. Pulangnya bawa chicki (makanan ringan yang bukan produk UKM  - red). Ini jelas bukan pesta rakyat!”, pungkas Bang Ridwan Saidi dengan nada gusar.
Revitalisasi Aset Pemda DKI
Menarik disimak kembali bahwa ada rencana gubernur Joko Wi untuk mendata ulang asset milik Pemda DKI yang selama ini merupakan wilayah publik. Salah satu yang akan dikembalikan ke habitatnya semula adalah keberadaan pantai yang selama ini justru ‘dikuasai’ pihak swasta dan dijadikan pusat rekreasi berbayar untuk rakyat. Padahal menurut orang nomor satu di DKI ini, semestinya pantai itu dikembalikan fungsinya sebagai prasarana untuk publik. Bahkan menurutnya DKI harus mempunyai ciri khas atau kota yang memiliki karakter. Kota yang tidak memiliki karakter justru akan kehilangan akar budaya dan identitasnya.
Di sisi lain menurut beberapa pengamat perkotaan bahwa hingga saat ini keberadaan Pemda DKI seolah teralienasi dengan pemerintah pusat. Padahal pemda DKI memiliki otonomi khusus untuk dapat mengelola wilayahnya dengan sebaik-baiknya. Persoalan pengelolaan tata ruang kota, manajemen transportasi publik, pengelolaan banjir atau sampah, merupakan hal-hal yang menjadi core business Pemda DKI. Hanya saja dengan kompleksitas permasalahan dan kedudukan sebagai ibukota negara RI -- membuat DKI syarat berbagai kepentingan tatkala Pemda DKI berusaha untuk menyelesaikan persoalan yang ada di wilayah mereka. Alhasil mobilitas dan otoritas Pemda DKI menjadi sedikit tergerus. Salah satu contoh yang menyolok tatkala pengelolaan tata ruang kota yang seharusnya menjadi domain Pemda DKI an sich, dalam pelaksanaannya justru menjadi ajang 'negosiasi' bagi pengusaha untuk dapat memperlancar dan memperluas bisnis mereka. Dengan demikian -- ada kesan bahwa pemilik modal yang berada di balik semua master plan kota DKI selama ini. Fakta menunjukkan bahwa berkurangnya lahan hijau di Jakarta -- salah satunya disebabkan karena daerah resapan air dan hijau telah disulap untuk digunakan oleh pemilik modal sebagai tempat membangun pusat perbelanjaan, apartemen, bahkan perumahan mewah.
Pekan Raya Jakarta merupakan sarana tahunan untuk menunjukkan kembali bahwa Pemda DKI memiliki daulat rakyat terhadap ajang pesta tahunan rakyat ini. Pemda DKI berhak secara mutlak untuk memilih dan menentukan apa dan dimana penyelenggaraan Pekan Raya Jakarta dilakukan. Tujuannya jelas bahwa PRJ dipersembahkan oleh rakyat dan untuk rakyat. Adalah tidak benar terkesan pelaksanaan PRJ yang selama ini dilakukan di Kemayoran seolah-olah Pemda DKI sebagai 'pengikut' saja apa yang dimaui oleh pihak investor. Jakarta adalah milik semua komponen bangsa ini. Bukanlah milik sekelompok etnis tertentu atau sekelompok pengusaha. Dan Jakarta harus dikelola secara profesional oleh Pemda DKI.
Nasib JEIXPO Kemayoran 2014
Agar tidak terjadi kesan seolah-olah pelaksanaan PRJ di Kemayoran lebih canggih dibandingkan bila pelaksanaannya dilakukan di Monas, alangkah baiknya areal bekas PRJ Kemayoran khusus untuk kegiatan tahunn bertaraf internasional saja. Bila kota Bangkok ada International Automotive Show yang dilaksanakan setiap tahunnya, maka dengan fasilitas yang ada sekarang -- lahan JIEXPO Kemayoran tersebut dapat digunakan sebagai sarana promosi untuk produk otomotif terbesar di tanah air. Dengan demikian tidak ada lagi dikotomi antara PRJ yang dilaksanakan diluar Kemayoran yang terkesan tidak profesional atau canggih. Peruntukan ex PRJ Kemayoran dapat full business oriented karena memang didesain untuk komersial dan mencari untung. Sedangkan PRJ di Monas digunakan untuk UKM, Koperasi, dan Home Industry yang akan memperkenalkan aneka produk mereka kepada rakyat. Harapannya ke depan, semua UKM peserta PRJ Monas akan naik kelas menjadi pengusaha yang besar di masa yang akan datang. Tidak seperti saat ini yang terkesan peserta PRJ Kemayoran adalah pengusaha kuat dan canggih dan tidak sebanding dengan UKM. Terjadilah persandingan dan persaingan yang tidak fair antara pengusaha kuat dan belum kuat (UKM) di PRJ Kemayoran selama ini. Kita harapkan Joko Wi segera menentukan peruntukan JIEXPO Kemayoran khusus produk high tech dan pangsa pasarnya adalah konsumen ekonomi kelas atas dan pesertanya juga harus internasional. Sedangkan PRJ Monas adalah sarana bagi calon-calon intrepreneur baru bangsa ini untuk dapat berkiprah sebagai calon pengusaha kuat di masa yang akan datang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar