Rabu, 22 Mei 2013

Un-confidence Leader

 

Salah satu yang menjadi perhatian para kandidat pemimpin public seperti calon walikota/bupati,gubernur, bahkan presiden sekalipun adalah kampanye. Dalam kampanye mereka menggunakan metode langsung dan tidak langsung. Kebanyakan dari calon pemimpin tersebut menggunakan metode tidak langsung. Cukup bikin spanduk atau baliho, iklan di media cetak atau elektronik. Kampanye tidak langsung ini merupakan 'paket hemat' karena tidak perlu menguras tenaga atau pikiran yang berlebihan. Tidak perlu cuap-cuap mengutarakan visi dan misi kepada calon pemilihnya, juga tidak bakal dikomplen oleh masyarakat. Si calon pemimpin tersebut cukup bayar biaya cetak atau iklan yang jumlahnya cukup besar. Besaran biaya seorang calon walikota/bupati atau gubernur tersebut bisa mencapai miliaran rupiah. Bahkan menurut catatan Mendagri Gemawan Fauzi – untuk level provinsi tertentu di tanah air – dalam pemilihan gubernur, angka biaya pelenggaraan pemili han kepala daerah (pilkada) bisa mencapai 0,5 Triliun Rupiah! Tapi ada juga informasi yang cukup mengejutkan dari seorang Joko Wi yang sekarang gubernur DKI yang dalam suatu media menjelaskan bahwa dalam pilgub DKI tersebut ia hanya menghabiskan uang dengan kisaran 4 (empat) milyar Rupiah (?)

Yang menarik juga untuk dicermati bahwa hampir tidak ada calon pemimpin publik itu yang tidak memasang spanduk atau baliho dalam kampanye mereka. Isi dari spanduk tersebut minimal foto calon pasangan dan yel-yel atau motto mereka. Tapi ada spanduk atau baliho para calon pemimpin tersebut yang terkesan kurang pede alias un-confidence. Mau tahu? Cobalah perhatikan – kebanyakan calon pemimpin daearah itu (juga yang mencalonkan diri sebagai legislator/caleg) yang dibekingi (tepatnya background) iklan mereka dengan ketua partai mereka. Lucunya lagi, saking tidak pedenya mereka itu (calon legislator atau pemimpin publik) yang seolah-olah 'mengkerdilkan' diri mereka sendiri. Aneh bukan, masa tampilan iklan di spanduk, baliho, atau teve – justru yang menonjol atau tertonjolkan malah beking atau background mereka yang notabene bukanlah orang yang akan bertarung dalam pemilihan kepala daerah atau legislative. Justru dengan iklan seperti itu menunjukkan betapa tidak percaya dirinya sang calon dewan terhormat atau walikota/bupati dan gubernur tersebut. Ini memberi kesan kepada rakyat yang bakal memilihnya bahwa seolah-olah sang calon tersebut memiliki kualitas dan kapasitas seperti orang yang ada di samping ada di belakang (bahkan di depan mereka - red). Kondisi seperti ini tidak perlu terjadi apabila sang calon tersebut memiliki kepercayaan diri dengan lebih menonjolkan kualitas pikir dan konsep, bukan mengandalkan tampilan atau visualisasi saja. Lebih baik lagi bila calon pejabat publik tersebut diadu konsep mereka dalam debat terbuka yang disiarkan langsung oleh media televisi lokal atau nasional. Dengan debat pubik tersebut akan dapat diketahui hal-hal sebagai berikut;

  1. Tingkat pemahaman akan konsep atau program yang akan dilaksanakan apabila ybs terpilih menjadi legislator atau pejabat publik lainnya;
  2. Kecerdasan emosional tatkala diberikan pertanyaan atau kritikan oleh nara sumber atau peserta debat;
  3. Mengetahui rekam jejak tentang kejujuran dalam menjalankan pekerjaan selama ini (apakah pengusaha, pengacara, atau pejabat yang masih memegang jabatan di pemerintahan), termasuk juga harta kekayaan yang dimilikinya;
  4. Mengetahui kemampuan sang calon untuk melihat persoalan real yang ada dalam jabatan yang akan diembannya kelak dan gambaran apa saja yang bisa dilakukan (bukan dibicarakan saja - red) selama kurun waktu memangku jabatan tersebut;
  5. Terakhir, bagaimanakah sikap ia seandainya ia TERPILIH atau TIDAK TERPILIH dalam jabatan yang akan diperebutkan tersebut. Jawaban ini yang biasanya merupakan closing statement bagi para kandidat, setidaknya akan menjadi klimaks kepada siapa suara rakyat pemilih itu akan diberikan.
Pemimpin yang terpilih adalah pemimpin yang bisa mengeksplorasi potensi komunikasi, menjaga empati atas persoalan yang tengah dihadapi rakyat, mendorong terciptanya kemampuan setiap orang untuk dapat mengembangkan potensi yang ada dalam diri masing-masing yang dapat difasilitasi oleh manajerial pemimpinnya dengan mementingkan kebersamaan dalam kemajuan. Jadi hindari segala sesuatu yang hanya menampilkan cangkangnya saja (shield of visualization) atau berusaha untuk menyembunyikan ketidakmampuannya dengan memberikan data atau penjelasan yang tidak match dengan kondisi yang sebenarnya. Meskipun kita hanya beberapa menit di dalam bilik suara untuk menentukan siapa yang kelak akan menjadi pemimpin kita di masa depan, namun kesalahan Anda tersebut akan mengakibatkan kita atau rakyat akan menderita ditahun-tahun masa kepemimpinannya. Semoga hal ini tidak terjadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar