Jumat, 10 Mei 2013

Contraflow Leader

Istilah Contraflow lebih sering dijumpai untuk kategori bidang engineering atau lalu-lintas. Umumnya pengertian contraflow adalah jalur untuk melakukan evakuasi atau jalan darurat karena terjadinya suatu kecelakaan atau bencana. Jadi contraflow biasa diterapkan untuk mengurangi kepadatan lalu-lintas karena faktor volume kendaraan yang melewati suatu jalur jalan yang melebihi kapasitasnya sehingga terjadi stagnant. Indonesia memiliki sejarah yang kurang bagus untuk memberikan infrastruktur untuk angkutan jalan raya. Lebih parahnya lagi ketidakbecusan pemerintah dalam menyediakan sarana dan prasarana angkutan jalan raya justru terjadi di ibukota negara. Jadi untuk kota Jakarta saat ini dijadikan barometer bagi daerah lainnya di tanah air dalam mengatasi setikdaknya 2 (dua) hal yakni kemacetan dan banjir. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah daerah (DKI) untuk mengatasi kedua hal tersebut, setidaknya hingga saat ini persoalan tersebut belum bisa dituntaskan. Oleh sebab itu penggunaan sistim contraflow untuk mengatasi kemacetan lalu-lintas di saat jam-jam sibuk menjadi salah satu alternatif pengurangan kemacetan di DKI.

Selain kemacetan lalu-lintas yang hampir melanda kota-kota besar di Indonesia, negeri ini juga sedang 'kebingungan' untuk mencari sosok calon pemimpin nasional mereka. Mengapa? Karena berdasarkan survey, untuk pencalegan saja -- masih banyak wajah-wajah lama (yang kebanyakan didominasi oleh orang-orang Pusat) untuk bertarung menjadi wakil rakyat di daerah pemilihan tertentu. Artinya, ada kesan seolah-olah produk Pusat lebih bisa diandalkan ketimbang produk daerah, benarkah demikian? Namun sebagai pemimpin daerah yang biasa mengurus daerah, tidak perlu berkecil hati karena pasca terpilihnya Joko Widodo yang mantan Walikota Solo sebagai Gubernur DKI -- telah membuktikan bahwan kualitas pemimpin di daerah tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Dengan kemenangan Joko Wi tersebut telah mematahkan argumen bahwa pemimpin daerah pasti kalah bila bertarung di tingkat pusat (DKI) karena kompleksitas permasalahan yang dihadapi di daerah tidak serumit yang dihadapi di Jakarta. Ternyata asumsi tersebut terpatahkan oleh seorang Joko Wi. Bahkan saat ditanya hal tersebut sesaat sebelum pemilihan gubernur DKI, Joko Wi justru mengatakan bahwa hakekat manajemen itu adalah bagaimana melihat permasalahan yang ada dan mencari solusi.

Hal yang menarik lainnya adalah masih ada keinginan pemimpin yang sudah berkiprah di tingkat pusat atau nasional untuk bertarung menjadi pemimpin di daerah. Mulai dari jabatan walikota, bupati, bahkan gubernur termasuk yang saat ini sedang getol-getolnya diincar. Lalu melihat fenomena ini apakah kita mengatakan bahwa pejabat pusat atau nasional yang sudah berkiprah, sebaiknya tidak usah mengadu nasib lagi untuk menjadi pemimpin di daerah? Jawabannya; tidak mesti. Mengapa? Sebab, keinginan pejabat pusat atau orang pusat untuk menjadi pemimpin di daerah karena mereka telah memiliki bekal kompetensi, capital, atau network yang luas yang apabila kelah terpilih menjadi pemimpin di daerah, semua kelebihan tersebut akan dimanfaatkan untuk kemajuan daerah tersebut. Jadi mana yang lebih baik; pejabat atau pemimpin daerah yang berlaga di tingkat nasional atau justru pemimpin nasional yang berlaga untuk menjadi pemimpin di daerah? Sekali lagi kedua pilihan itu (pusat ke daerah atau sebaliknya) dapat diibaratkan sebagai CONTRAFLOW LEADER. Mengapa mereka tetap dibutuhkan saat ini? Karena di negeri ini masih terjadi sumbatan atau stagnant kaderisasi pemimpin baik di tingkat partai politik ataupun pejabat publik....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar