Dalam suatu tajuk suatu harian nasional yang
berjudul "Proyek Abadi Jalur Pantura" -- seakan mengingatkan kembali
kepada kita semua bahwa pekerjaan yang sering kita lihat bertahun-tahun tanpa
penyelesaian yang tuntas merupakan penghambat kemajuan bangsa ini. Kabarnya,
KPK sudah mulai menelisik kemungkinan terjadinya penyalahgunaan dana negara
untuk pekerjaan yang dikategorikan sebagai 'proyek abadi' tersebut. Bahkan ada
anekdot; jikalau ada pekerjaan perbaikan jalur pantura -- pastilah sudah
mendekati lebaran! Hal ini dapat dimaklumi karena hampir di seluruh pelosok
negeri, apabila mendekat saat lebaran Idul Fitri yang sebelumnya merupakan
bulan puasa Ramadan -- saat itulah pihak yang berkompeten mengurus perbaikan
jalan dan prasarana. Akibatnya lalu-lintas menjadi terhambat dan jalanan macet.
Fenomena seperti ini seolah-olah sudah 'tradisi' yang harus dibayar mahal oleh
rakyat. Berapa BBM yang dihabiskan selama kemacetan berlangsung, belum lagi
banyak kecelakaan lalu-lintas dikarenakan jalan berlubang yang belum sempat
diperbaiki. Menurut salah seorang pejabat terkait mengatakan bahwa apakah
mungkin pekerjaan perbaikan yang praktis hanya memakan waktu selama 14 (empat
belas) hari atau 2 (minggu) tersebut akan tuntas? Lalu bagaimana dengan mutu
pekerjaan itu sendiri? Siapakah yang bertanggung jawab terhadap mutunya?
Beberapa hari lalu (24/07) ada truk yang
nyemplung ke laut saat keluar dari kapal penyeberangan antara Merak-Bakauheni.
Penyebab sementara diketahui bahwa kualitas proyek dermaga tersebut di bawah
standar sehingga meskipun baru saja diselesaikan, ternyata kualitasnya sangat
bobrok. Untung saja sang pengemudi truk tersebut sempat diselamatkan. Adalah
sangat disayangkan apabila proyek perbaikan yang konon kabarnya menelan biaya
milyaran bahkan triliunan Rupiah (sekitar 1.2 Triliun Rupiah) pertahunnnya tersebut dilakukan asal-asalan dan tidak
memiliki standar mutu dan waktu yang semestinya. Seharusnya pula pihak terkait
sudah mempersiapkan perbaikan infrastruktur jalan, jembatan, pelabuhan, dan
sarana pendukungnya (bus, kereta api, kapal penyeberangan, dan pesawat) --
sudah dapat diprediksi setiap tahunnya berapa orang yang mudik dan berapa
prosen kenaikannya. Dari data statistik tersebut maka pihak pemerintah melalui
aparat terkait akan dapat mempersiapkan sarana dan prasarana tersebut dengan
lebih baik. Mengapa? Sebab selama ini pihak pemerintah seolah-olah tidak
memiliki time management dalam menuntaskan persoalan mudik atau kemacetan
selama mudik berlangsung. Kalaupun ada keluhan bahwa anggaran perbaikan baru
muncul menjelang saat lebaran atau hal-hal lainnya, mestinya hal tersebut dapat
diantisipasi dari awal. Bila saja pemerintah juga melibatkan masyarakat dalam
mengawasi jalannya proyek tersebut dengan memberikan transparansi berapa biaya yang
telah dikeluarkan dengan mempublikasikan kepada rakyat, diharapkan akan terjadi
social control terhadap kemungkinan terjadinya penyalahgunaan dalam
pelaksanaannya.Salah satu indikasi sebagai negara modern adalah clean government dan accountability para penyelenggara negara dalam mengelola anggaran publik.
Melibatkan berbagai pihak seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, cendekiawan, mahasiswa, dan tentunya KPK dalam hal mengawasi pelaksanaan proyek untuk kepentingan umum sudah selayaknya dimulai. Dengan melibatkan para pihak ini, diharapkan ruang lingkup terjadinya KKN akan berkurang ruang geraknya. Penggunaan IT dan media internet sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Wagub DKI yang mengunggah rapat pihak pemda DKI (PU) dengan wagub di you tube -- merupakan terobosan untuk transparansi. Tidak ada yang perlu disembunyikan demi kebaikan kita bersama. Saatnya bangsa ini menghilangkan budaya 'memelihara masalah'. Karena dengan memelihara masalah akan banyak timbul in-efisiensi dan peluang KKN antar penyelenggaranya. Semakin ditunda penyelesaiannya suatu masalah, semakin besar biaya yang akan ditanggung oleh rakyat kita...