Rabu, 10 April 2013

Menahan Diri untuk Menjadi Pemimpin




Ada anekdot, apa bedanya pemimpin dulu (zaman pra kemerdekaan - red) dengan pemimpin saat ini? Bila menyigi sejarah pergerakan bangsa Indonesia, maka pemimpin yang lahir dikala itu bukanlah pemimpin yang dengan gampang menjadi pemimpin. Berbagai perjuangan, pergerakan, dan pengorbanan yang luar biasa mereka alami hingga akhirnya diakui sebagai pemimpin sejati. Bahkan aneka intimidasi, penyiksaan, bahkan keluar masuk penjara merupakan hal biasa. Di abad XX ini ada juga seorang pemimpin yang harus mendekam di penjara selama 27 tahun sebelum akhirnya bebas -- mendirikan partai -- hingga terpilih menjadi pemimpin Afrika Selatan. Contoh lainnya adalah seorang kanselir Jerman yang partainya harus sabar menanti kesempatan menjadi orang nomor 1 di negara tersebut dengan waktu penantian hingga 98 tahun sejak partainya didirikan!

Fenomena ingin segera menjadi pemimpin nampaknya semakin marak pasca jatuhunya rezim orde baru saat reformasi tahun 1998 lalu. Partai tumbuh ibarat cendawan di musim hujan. Sejak pilpres 1999 lalu -- aneka partai politik lahir, tumbuh, berkembang, bahkan ada juga yang mati -- dan kemudian 'ganti baju' dengan partai 'baru'. Alhasil pendirian partai (baru - red) bukannya media untuk mendapatkan pemimpin terbaik, tetapi malah sebagai 'pelarian' calon pemimpin yang tidak bisa diserap pasar. Konsekwensi logis lainnya adalah bubble party alias partai yang miskin komitmen untuk membuat partai yang tumbuh dan berkembang untuk jangka waktu yang panjang.

Sulitnya mencari pemimpin terbaik di negeri ini sama persis ketika mencari tim sepak bola nasional yang handal dan dibanggakan. Pengalaman membuktikan bahwa klub sepak bola yang hebat dikomandani oleh mantan pemain yang berprestasi dan mempunyai tradisi juara yang membanggakan. Bila ada klub yang karena banyak uang dan membeli para pemainnya dari klub-klub pesaingnya dengan iming-iming pembayaran yang lebih tinggi; bisa jadi klub baru tersebut menjadi juara. Namun belum menjamin untuk menjadi klub yang disegani karena tradisi kualitas mental juara yang dilakoninya. Begitu juga seorang pemimpin, ketika ia hanya mempunyai target menjadi pemenang pemilu dan terpilih menjadi Presiden, tanpa didukung oleh ideologi dan komitmen yang kuat -- kemungkinan suatu saat ia akan dilupakan karena tidak mempunyai komitmen untuk mencetak tradisi pengkaderan yang berdasarkan pencapaian prestasi dan komitmen menjaga tradisi tersebut untuk jangka waktu yang panjang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar