Minggu, 01 September 2013

Turunkan Vs Naikkan Harga Kedelai




Ironis sekaligus memilukan. Begitulah perasaan kita sebagai anak bangsa melihat betapa para perajin tahu dan tempe menjerit karena bahan baku tahu dan tempe yakni kedelai meroket. Pilihan perajin tahu dan tempe adalah sulit. Menaikkan harga sama dengan 'bunuh diri'. Tapi tidak menaikkan harga malah mempercepat 'bunuh diri' itu sendiri. Seperti biasa tanggapan pemangku jabatan di negeri ini melihat 'jeritan' perajin tahu dan tempe itu normatif saja. Sama halnya ketika ada kemacetan menjelang lebaran yang saban tahun mendera negeri ini. Sebenarnya yang perlu diperhatikan saat ini adalah bahwa kebutuhan kedelai mestinya disikapi dengan langkah-langkah strategis dan jangka panjang, bukan dengan jangka pendek dengan menambah kran impor kedelai!

Orang bijak berkata bahwa 'orang yang masih melakukan kesalahan yang sama; bisa diibaratkan sebagai seekor keledai! Nah, kedelai sudah merupakan kebutuhan pokok rakyat ini yang semestinya pula diberikan insentif bagi para petani yang menanam kedelai. Bila tidak, maka mekanisme pasar akan terjadi. Petani yang memiliki skala industri yang lebih besar, efisien, dan modernlah yang akan memenangi persaingan global itu. Sementara lahan yang luas di negeri ini akan kurang diminati oleh petani untuk menanam kedelai karena hanya memberikan keuntungan atau marjin yang tipis saja. Sayangnya lagi, tatkala para perajin tahu dan tempe menjerit -- para petanipun cuek karena tidak ada hubungannya dengan mereka. Menanam komoditas lain lebih menarik daripada menanam kedelai. Kalau sudah begini, siapakah yang harus disalahkan; perajin tahu tempe-kah, atau petani kedelai-kah?

Kalau pemangku jabatan di negeri ini mau berpikir dan bertindak smart, semestinya tidak perlu ragu dan pusing untuk mengatasi kelangkaan atau kenaikan harga kedelai yang menghantui para perajin tahu dan tempe negeri kita. Caranya? Berikan insentif khusus bagi para petani kedelai yang akan menanam kedelai. Dengan demikian para petani akan meningkatkan kapasitas produksi mereka. Untuk menstabilkan harga kedelai saat panen, BULOG membeli dengan harga yang 'pantas' untuk para petani. Selanjutnya para pejabat di daerah (kota atau kabupaten) yang memiliki banyak petani dan atau perajin tahu dan tempe, sebaiknya memberikan motivasi dan inovasi agar meningkatkan nilai tambah (value added) bagi para pengusaha tahu dan tempe agar bisa meningkatkan proses olah dari tahu dan tempe menjadi bahan jadi yang lebih memiliki prospek untuk konsumen di dalam dan luar negeri. Sudah banyak diketahui bahwa kedelai bisa juga dibikin yogurt atau keju. Dengan sinergisitas antara petani kedelai dengan perajin/pengusaha tahu dan tempe yang difasilitasi oleh pemerintah, maka nilai jual petani kedelai dengan pengusaha/perajin tahu dan tempe akan bertambah. Bila semua sinergi itu terjadi; bukan tidak mungkin kita tidak akan melihat lagi demo para perajin tahu atau tempe yang meminta harga kedelai diturunkan, mengapa? Karena para petani kedelai akan menikmati hasil jual kedelai dengan harga bagus, dan perajin/pengusaha tahu dan tempe dapat meningkatkan diversifikasi produk mereka dengan olahan selain tahu dan tempe yang memiliki nilai jual yang lebih prospek lagi.  Mari kita selesaikan persoalan bangsa ini (kedelai) dengan menggunakan semangat kebangsaan kita. Jangan pernah menyelesaikan persoalan mahalnya harga kedelai dengan mengulang kesalahan yang sama dimasa lalu seperti keledai yang masih mau jatuh pada lubang yang sama.Wallahu a'lam bissowab.....


Tidak ada komentar:

Posting Komentar