Rabu, 29 April 2015

Indonesia Menegakkan Hukum (Ekskusi Mati Kejahatan Narkoba)

Revolusi Mental vs Revolusi Sistem




 
Menarik tulisan di salah satu surat kabar nasional tanggal 10 Mei 2014 lalu -- dimana salah seorang kandidat presiden (Joko Widodo) memaparkan visi dan misinya seandainya menjadi RI 1. Revolusi Mental! Ya, itulah hal yang digadang-gadang dan didengungkan oleh sang kandidat presiden sebelum akhirnya terpilih menjadi orang nomor satu di Republik ini.

Mantan Presiden ketiga RI yakni BJ Habibie pernah 'hati-hati' sekali dalam menggunakan istilah tatkala menggantikan Soeharto sebagai presiden. Bila dicerna lebih lanjut maka pengertian revolusi merupakan perubahan cepat dan fundamental terhadap suatu keadaan atau kondisi -- dimana dalam sejarah pemerintahan dunia; lebih banyak menimbulkan korban yang tidak perlu. Di sisi lain ada teori lain tentang perubahan yakni Evolusi. Namun ini terlalu lama waktunya dan kemungkinan akan ketinggalan kereta alias kehilangan momen. Untuk itu pak Habibie mengistilahkan era Reformasi adalah sebagai "Evolusi yang Dipercepat!". Maksudnya perubahan jangan sampai merusak tatanan yang telah dibangun selama ini, dan tentunya jangan sampai menimbulkan korban (yang tidak perlu) lagi.

Hari ini (30/04) -- menjelang beberapa hari Kabinet Kerja Jokowi-JK mengemban amanah menjadi pemimpin negeri ini; publik sudah dapat menilai apakah ada progres yang telah berhasil diraih oleh pemerintahan saat ini. Pengamat ekonomi secara gamblang menyatakan bahwa untuk mengukur apakah kinerja presiden itu lebih baik daripada presiden sebelumnya dapat dilihat dengan menakar nilai tukar Rupiah saat hand over dengan presiden sebelumnya berapa? Kemudian tingkat pengangguran berapa orang, lalu berapa pendapatan perkapita penduduk Indonesia sekarang dibandingkan era presiden sebelumnya. Meskipun banyak variabel lainnya yang lebih empirik dan detail.

Terlepas apakah revolusi mental ala Jokowi sudah berhasil atau belum, namun jauh istilah mental building sudah ada jauh sebelum jabang bayi yang bernama Indonesia itu ada. Adalah WR Supratman yang menciptakan lagu "Indonesia Raya" yang dalam salah satu bait lagunya mendengungkan kata ...'bangunlah jiwanya, bangunlah badannya....'

Sebagaimana sinyalemen pak Habibie bahwa untuk revolusi bisa menimbulkan 'side effect' atau konsekwensi yang bisa positif atau negatif, atau evolusi yang terlalu lama. Maka perlunya yang namanya Second Option bilamana Revolusi Mental kurang gregetnya atau memiliki resistensi yang kuat di masyarakat.

Barengi dengan Revolusi System

Untuk mengubah mindset anak bangsa yang sudah puluhan bahkan ratusan tahun mengalami panca roba zaman (penjajahan, kemerdekaan, orla/orba, dan sekarang Era Reformasi), maka perlu dipikirkan alternatif lain untuk menunjang percepatan Revolusi Mental yang memiliki tujuan mulai dan strategis tersebut. Revolusi System dimaksud adalah dengan membuat dan menerapkan sistem pemerintahan yang open system, accountable, easy to access dan bagi siapa yang tidak mematuhi sistem tersebut, maka ia akan menuai konsekwensinya. Bilamana seorang pejabat yang mematuhi aturan main yang telah ditetapkan -- bisa dianalogikan seorang nasabah bank yang karena lupa nomor PIN ATM sehingga salah memasukkan kode PIN hingga 3 (tiga) kali, maka ia tidak bisa bertransaksi menggunakan kartu ATM-nya dan ia harus mengikuti prosedur dan mekanisme yang berlaku di bank penerbit ATM tersebut untuk dapat mengambil dan menggunakan kartunya seperti semula.

Mulailah dari Walikota atau Gubernur untuk dapat menerapkan system yang baik bagi pelayanan publik seperti kesehatan, pendidikan, transportasi, dll. Bilamana hal ini terwujud, bukan hal tidak mungkin akan terjadi fase dimana Kota/Kabupaten atau Provinsi akan mengepung Ibukota. Dengan kata lain pemerintahan pusat akan dibuat malu oleh pejabat kota/kabupaten atau provinsi yang telah berhasil memiliki dan memaintance system -- sehingga pemerintahan dapat berlangsung lebih baik, efektif, dan lebih smart dibandingkan dengan pelayanan yang berlaku di ibu kota negeri ini.
Wallahu 'alam bissowab.