Minggu, 05 Mei 2013

Disiplin di Jalan Raya Menunjukkan Disiplin Bangsa

Sangat miris melihat data statistik bahwa akibat kecelakaan di jalan raya selama tahun 2012 (BIN 2013) telah merenggut 27.000 nyawa. Bukan itu saja kerugian yang mengikutinya. Selain meninggalkan korban jiwa, juga menyebabkan korban mengalami sakit atau cacat, belum lagi kerugian karena kerusakan properti dan infrastruktur akibat kecelakaan itu. Berapa lama seorang karyawan tidak masuk kerja karena harus dirawat di rumah sakit. Belum lagi traumatik pasca kecelakaan tersebut. Memang ada benarnya bila orang mengaitkan bahwa disiplin suatu bangsa tidak usah jauh-jauh cara mengujinya. Lihat saja bagaimana masyarakat suatu bangsa itu berperilaku di jalan raya! Bila perilaku berlalu-lintasnya baik dan menghargai hukum (lalu-lintas) -- dapat merefleksikan bahwa bangsa tersebut adalah bangsa yang disiplin dan (tentunya) maju. Indonesia termasuk negeri yang perkembangan kendaraan roda dua dan empatnya tidak diiringi dengan pertambahan luas jalan yang ada. Akibatnya terjadi kemacetan yang semakin hari semakin parah ditambah perilaku pengendaranya yang tidak disiplin.

Lalu bagaimanakah upaya kita sebagai bangsa yang memiliki penduduk dan alat transportasi yang semakin meningkat dari tahun ke tahun? Potret besar tentang amburadulnya sistem dan perilaku berlalu-lintas yang buruk dapat kita lihat di kota Jakarta. Lihatlah, betapa setiap kali turun hujan atau para demonstran turun ke jalan raya -- sudah dapat dipastikan jalanan di Jakarta bertambah parah kemacetannya! Langkah apakah yang harus dilakukan (bersama) sebagai anak bangsa untuk mengatasi hal ini? Persoalan berlalu-lintas merupakan perpaduan antara sistem, infrastruktur, dan behaviour dari setiap pengguna jalan raya bukan? Ujung dari semua kendaraan tersebut adalah pengendaranya. Pemerintah seyogianya menerapkan hal yang ketat untuk mendapatkan SIM bagi siapa saja yang akan mengurus kepentingan untuk mendapatkannya. Mulai dari pengendara sepeda motor, kendaraan roda dua, terutama bagi sopir kendaraan transportasi umum. Nah, khusus bagi pengemudi kendaraan roda empat untuk umum dan atau kendaraan operasional bagi perusahaan -- diberikan sertifikasi. Sama halnya dengan guru atau dosen yang telah memiliki sertifikasi tertentu diberikan tunjangan profesi. Bagi pengemudi angkot atau kendaraan alat berat, mestinya diberikan sertifikasi khusus. Si pengemudi diberikan pendidikan atau training khusus sehingga ia dapat mengoperasikan kendaraannya dengan baik dan benar, mengindahkan kaedah-kaedah keselamatan (safety) dan melayani para penumpangnya dengan nyaman dan ramah (bagi pengemudi angkutan umum). Selain itu di masing-masing daerah diadakan penilaian dan pemilihan sekolah atau instansi terbaik yang nihil pelanggaran lalu-lintasnya. Pihak Polri bisa bekerja sama dengan pihak sekolah (diknas), departemen perhubungan, pemerintah daerah/pusat terkait. Di tingkat nasional nantinya akan dipilih provinsi terbaik dalam menjalankan peraturan berlalu-lintas, memiliki infrastruktur lalu-lintas yang baik, dan memiliki manajemen pengendalian lalu-lintas dan manajemen pasca kecelakaan lalu-lintas yang terbaik pula. Bila perlu penghargaan tersebut diberikan oleh kepala negara di istana!

Satu hal yang selama ini seolah-olah bangsa ini belum pernah belajar dari masa lalu sejarah bagaimana kita sebagai bangsa mengatur dan menjalankan perilaku berlalu-lintas. Ketika laju kendaraan tidak seimbang dengan jumlah kendaraan yang melaluinya; pastilah para konsumen menyalahkan polisi atau pemerintah karena tidak bisa membuat jalan yang luas selebar lapangan bola misalnya. Sementara itu alasan klasik dari polisi atau pejabat publik bahwa laju kendaraan yang tidak bisa dikendalikan dan para pengendaranya yang tidak disiplin! Mestinya yang harus dibentuk adalah bagaimana sebagai pengguna jalan raya, rakyat diberikan banyak pilihan untuk menggunakan moda apa yang ia inginkan. Begitu juga di sisi pemerintah harus melahirkan program yang inovatif untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan serta keselamatan bagi rakyatnya. Langkah yang harus diambil pemerintah itu haruslah langkah yang cerdas (smart) dan bukan langkah yang ragu-ragu dan tidak cerdas. Bukankah setiap ada rencana untuk menaikkan BBM selalu ditentang oleh sebagian besar rakyat kita, mengapa ini terjadi? Salah satunya adalah bahwa pemerintah kita sekali lagi tidak memberikan banyak pilihan untuk bisa memilih moda transportasi yang sesuai dengan yang mereka inginkan. Orang kaya di Jakarta tidak bisa menikmati berkendara dengan nyaman dengan kendaraan pribadi (sekalipun yang mewah dan canggih), apalagi rakyat miskin! Lihatnya apa yang dilakukan oleh pemerintah Jepang yang telah menerapkan angkutan transportasi masal (bus) sudah menggunakan mesin hybrid, begitu juga dengan Malaysia yang menggunakan uang hasil subsidi energi mereka dengan mengkaji energi alternatif bagi kendaraan umum atau pribadi. Jadi uangnya dipergunakan untuk kepentingan jangka panjang dan bukan untuk program ala sinterklas yang berkonotasi tidak efisien dan syarat untuk kepentingan politis belaka.Persoalan berlalu-lintas bukanlah persoalan karena volume kendaraan yang tidak sesuai dengan ruas jalan yang ada an sich. Persoalan yang sebenarnya adalah bagaimana pemegang amanah jabatan tinggi dan tertinggi  di negeri ini mampu memberikan beragam pilihan moda transportasi yang aman, nyaman, dan murah bagi rakyatnya. Jadi bila ada kemacetan dan banyaknya korban kecelakaan di jalan raya, siapakah yang mesti disalahkan? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar