Rabu, 27 Juni 2012

Majulah Papua-ku! (Bagian Satu)


Mendengar nama Papua mengingatkan kita akan kisah heroik sekitar awal tahun 1960-an dimana tanah terujung di Bumi Cenderawasih ini direbut kembali ke pangkuan Pertiwi dari penjajah Belanda. Saat Orde Baru berkuasa -- masih sering terdengar ada berita tentang Organisasi Papua Merdeka (OPM) atau tawuran antara desa atau suku. Sungguh miris hati dan perasaan kita sebagai bangsa karena saat inipun ceritera duka tentang saudara-saudara kita di Tanah Papua yang masih belum maju dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia. Otonomi daerah yang didengungkan di Tanah Papua hingga kini belumlah menunjukkan perkembangan yang signifikan.

Dari catatan provinsi yang terkaya di Indonesia, Tanah Papua termasuk daerah yang kaya akan sumber daya alamnya. Kekayaan alam yang tersimpan di perut bumi Tanah Papua hingga kini masih dieksploitasi oleh investor yang nota bene belum memberikan sebesar-besar kemakmuran rakyat meskipun sudah dikeruk sejak awal kembalinya Irian Jaya atau Papua ke Ibu Pertiwi. Kita sedih betapa kekayaan alam yang luar biasa itu tidak paralel dengan kemajuan yang seharusnya dapat dinikmati oleh saudaraku di Tanah Papua. Bila Pemerintah ingin membuat maju Tanah Papua, maka siramlah mereka dengan pendidikan yang baik, infrastruktur yang memadai, akses informasi dan modal yang cukup sehingga berita-berita yang akan kita dengar, baca dan lihat di media surat kabar atau elektronik tidak lagi seperti saat ini. 

Peribahasa yang mengatakan 'ayam mati di lumbung padi', mungkin masih bisa dialamatkan kepada kondisi saudara kita di Tanah Papua. Padahal provinsi tersebut sudah berkembang dari segi otonomi daerah, tapi mengapa percepatan kemajuan hingga kini belum terwujud?

Ada saran untuk percepatan kemajuan Tanah Papua yakni melalui jalur ABG.

Pertama, Akademis. Pendidikan di Tanah Papua harus diberikan akses guru atau dosen yang bermutu. Agar para guru atau dosen mau mengajar di Tanah Papua, maka perlu diberikan insentif khusus bagi para guru atau dosen yang mengajar di sana.

Kedua, Businessmen. Perlu dirangkul para pebisnis dari seluruh tanah air khususnya dan dunia -- agar mau berbondong-bondong menanamkan modalnya di Tanah Papua. Mulai dari perusahaan pertambangan, migas, pariwisata, perkebunan dan lain-lain untuk dapat berkiprah lebih banyak lagi di sana.

Ketiga, Government. Pemerintah dan PNS di Tanah Papua harus diberikan kompetensi yang standar dan sejajar dengan yang dimiliki oleh provinsi lain di Indonesia. Bila perlu PNS di Papua melakukan program magang dengan provinsi di Sumatera atau Jawa.

Saatnya kita berbagi pengalaman, keahlian dan modal kepada saudara kita di Papua. Tanah Papua merupakan benteng pertahanan Indonesia di masa depan. Papua yang kuat, kaya dan makmur tentunya akan membuat bangsa ini lebih dihormati baik oleh orang Papua sendiri atau dunia Internasional.

Banuayu, 27 Juni 2012
 
 


Jumat, 22 Juni 2012

"Cek Kosong" Pemimpin











Salah seorang pengamat politik mengatakan bahwa 'kesalahan' yang dilakukan oleh para demonstran ketika awal berdirinya orde baru tatkala 'menaikkan' pak Harto saat itu adalah hanya fokus pada musuh bersama yang bernama komunis. Tatkala komunis berhasil dipadamkan -- orang sudah lupa bahwa kesalahan yang dilakukan oleh orde sebelumnya dikarenakan kekuasaan yang terlalu lama dan cenderung disalahgunakan oleh penguasa.

Belajar dari hal tersebut ketika era reformasi tahun 1998 yang merupakan koreksi atas orde baru yang sudah kehilangan kepercayaan dari rakyat, memunculkan era reformasi hingga sekarang ini. Hanya saja, sejarah lama berulang kembali. Memang diakui bahwa beda bubarnya orla dengan orba, melahirkan 'cek kosong' buat pemimpin baru. Akibatnya si penguasa yang baru -- lama kelamaan lupa dengan amanah yang dititipkan ke pundaknya untuk berbuat dan bertindak untuk kepentingan rakyatnya -- justru malah kehilangan kepercayaan itu tatkala pemimpin tersebut tidak dapat mewujudkan cita-citanya untuk mensejahterakan rakyat. Meskipun pejabat pengganti pak Harto selanjutnya tidak lagi mengantongi 'cek kosong' alias sudah ada TAP MPR yang berisi butir-butir Reformasi yang harus dilaksanakan. 

Pelajaran dari pergantian kepeimpinan nasional dari sejak Soekarno, Soeharto hingga Habibie merupakan pelajaran bagaimana kepemimpinan era reformasi haruslah diisi dengan cek atas nama si pemimpin tersebut. Jadi siapapun yang menjadi pemimpin di negeri ini haruslah dapat 'mencairkan' cek (isi atas nama tersebut) untuk dapat digunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Mestinya tidak ada lagi pemimpin negeri ini yang tidak tahu apa dan bagaimana tugas yang harus diembannya. Naif rasanya bila ada pemimpin yang mengeluh terhadap persoalan bangsa yang sudah menjadi tanggung jawabnya untuk dapat diselesaikan.Masih ingatkah kita bahwa pemimpin era pasca proklamasi yang masih dibebani perang menghadapi kolonial Belanda, kemiskinan dan kebodohan. Namun sejarah menunjukkan bahwa para pemimpin bangsa saat itu anti keluhan atau protes atas minimnya fasilitas untuk jabatan mereka.

Saat negara dilanda krisis, kita membutuhkan pemimpin yang berani berbuat untuk dapat mengisi 'cek kemakmuran' untuk rakyatnya. Tidak ada pemimpin hebat dilahirkan saat negaranya dalam kondisi aman atau biasa saja. Pemimpin yang hebat muncul saat negara membutuhkan dirinya dengan segala amanah ada kepercayaan yang disematkan di pundaknya.


Banuayu, 22 Juni 2012

Jumat, 15 Juni 2012

Pemimpin Dadakan


Dalam istilah kepemimpinan dikenal dua sistem rekruitmen yakni pemimipin yang dilahirkan (leader was born) atau pemimpin yang diciptakan (leader was made). Namun saat ini kedua pola tersebut nampaknya akan tergerus dengan tampilnya pola kepemimpinan baru yakni pemimpin dadakan (a sudden leader). Kenapa pemimpin dadakan ini lahir? Adapun pemimpin dadakan ini lahir karena jalur untuk menjadi pemimpin selama ini haruslah formal (baik pendidikan atau partai politik) atau jalur singkat (shorcut) yakni pemimpin yang karena kekuatan finansialnya bisa 'membeli' suara dari konstituennya. Akan halnya pemimpin dadakan bisa jadi bukan karena kekuatan jalur formal atau finansial, namun karena sesuatu dan lain hal -- akhirnya ia muncul sebagai pemimpin alternatif dibandingkan dengan  output pemimpin yang selama ini ada (jalur konvensional yakni partai politik atau pemerintahan).

Pemimpin dadakan ini biasanya lebih tegas, lugas, dan tidak banyak basa basi. Ia tidak peduli apakah yang ia lakukan tersebut telah 'menabrak' aturan atau tidak. Yang penting baginya adalah persoalan dapat diselesaikan dengan segera. Sebab bukan berita baru bila ada pemimpin mulai dari bupati/walikota, gubernur hingga presiden yang bila ditanya terhadap persoalan yang ada -- selalu 'tengok kiri-kanan' alias membandingkan apa yang telah dilakukan oleh pemimpin sebelumnya dengan apa yang hendak dilakukan ke depan. Biasanya, ia akan menjadi the Good Promised (Pemberi Janji yang Baik) sebelum ia terpilih, dan akan menjadi the Good Excused (Pemberi Alasan yang Baik) bila dalam kepemimpinannya ia tidak berhasil membuktikan janji-janjinya. 

Yang perlu diwaspadai dengan fenomena pemimpin dadakan tersebut adalah apakah kehadirannya tersebut karena direkayasa secara sistemik atau memang karena stock pemimpin yang ada tidak dapat mengakomodir kebutuhan rakyat akan pemimpin yang dapat memberikan solusi terhadap persoalan yang dihadapi rakyat! Bahasa gamblangnya bila seseorang diangkat menjadi pemimpin lokal atau nasional adalaha bagaimana di daerah yang dipimpinnya tersebut tidak ada yang kelaparan (termasuk pengangguran), tidak ada anak sekolah yang tidak dapat melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi (pendidikan), dan tidak ada yang sakit yang tidak mampu berobat ke dokter atau ke rumah sakit. Boleh jadi ini termasuk job desk dasar bagi siapapun pemimpin yang akan dipilih rakyat sebagai pemimpin mereka.

Namun kehadiran pemimpin dadakan ini dapat dieliminir apabila setiap produsen calon pemimpin (partai politik atau pemerintahan) dapat menjalankan pola rekruitmen yang baik. Jadi setiap orang yang bergabung di partai politik atau pemerintahan adalah orang yang terbaik dari sisi pendidikan, prestasi, dan integritas. Bila hal ini tidak dibenahi karena kecenderungan partai politik merekrut anggotanya hanya untuk kepentingan sesaat (vote getter), apalagi setelah ia terpilih bukanlah memberikan kontribusi terbaik kepada rakyat, maka kelak pemimpin seperti itu akan dicap rakyat sebagai pemimpin yang sebaiknya segera dilupakan (better for forget!)

Banuayu, 15 Juni 2012

Jumat, 01 Juni 2012

Janji Sang Pengusaha India


Bila seorang penguasa prihatin dengan kehidupan rakyat yang dipimpin adalah hal biasa atau sudah semestinya! Namun bila yang prihatin dengan rakyatnya dan berusaha untuk membantu meringankan beban rakyatnya – hal ini patut dihargai. Adalah seorang pengusaha otomotif India bernama Sir Ratan Tata yang melihat betapa kondisi rakyat India yang dari 1.000 orang, yang memiliki kendaraan roda empat hanya 15 orang. Lalu apa moda transportasi rakyat kebanyakan di India? Jawabannya adalah kendaraan roda dua (sepeda motor) atau roda tiga (bajaj). Sayangnya sepeda motor itupun akhirnya ‘dipaksakan’ menjadi kendaraan ‘roda empat’ karena penumpang dari sepeda motor tersebut rata-rata tiga atau empat orang. Boleh jadi sepeda motor diibaratkan sebagai ‘familly vehicle’ bagi rakyat kebanyakan. Jadi memiliki kendaraan roda empat merupakan harapan atau bahkan mimpi dari sebagian besar rakyat India. Namun ada yang lebih memperihatinkan lagi – bahwa meskipun sudah overload – pengemudi atau penumpang sepeda motor tersebut enggan bahkan tidak peduli dengan keselamatan (tidak memakai helm).

Dilatarbelakangi kedua hal tersebut maka sang pengusaha untuk membuat cetak biru (blueprint) mobil rakyat (India) tersebut. Sejarah dunia menunjukkan bahwa Amerika juga punya program mobil rakyat, bahkan Jerman malah membuat icon produk mobil mereka dengan sebutan mobil rakyat (Volkswagen). Indonesia bahkan pernah mengadopsi mobil rakyat tersebut dengan MR 90 (mobil rakyat tahun 1990) yang diproduksi oleh Mazda (Jepang). Begitu juga dengan pencanangan mobil rakyat versi menjelang tahun 2000-an yakni mobil Timor yang diproduksi oleh Kia Motor (Korea). Awal tahun 2012 ini ada juga karya anak bangsa (SMK) diberi nama mobil Esemka. Sayangnya belum ada pengusaha otomotif nasional Indonesia atau  pejabat tinggi di bawah lembaga tertinggi Negara yang mendukung penuh karya anak bangsa ini. Bahkan ada diantara pejabat yang seolah-olah ‘tidak percaya’ bahkan ‘meragukan’ kemampuan anak bangsa sendiri!

Awalnya sang pengusaha otomotif India itu sudah berani mematok harga dengan mengatakan bahwa mobil produksi mereka bakal menjadi the cheapest car in the world (mobil termurah di dunia). Harga mobil tersebut dipatok seharga 100.000 Rupee atau setara 2.100 USD. Untuk mewujudkan membuat produksi mobil murah tersebut tidaklah mudah. Namun sang pengusaha tetap berkomitmen untuk menjadikan mimpi mobil murah tersebut menjadi kenyataan. Ia berpendapat; Promise is as Promise!
Komitmen ingin membantu rakyat agar dapat memiliki mobil dengan harga terjangkau akhirnya terwujudlah.

Adalah pak Sukiat yang mendirikan “Kiat Motor” untuk memproduksi mobil Esemka yang fenomenal itu. Semestinya pengusaha-pengusaha lainnya bisa bergabung untuk mendirikan perusahaan multi nasional yang kelak akan melahirkan mobil nasional yang murah untuk rakyat. Selain membuat mobil Tata Nano yang murah, kabarnya pihak Tata Motors juga akan membuat mobil listrik (Electric Vehicle/EV). Beberapa waktu lalu pak Dahlan Iskan selaku Meneg BUMN juga sempat melontarkan ide bahwa Indonesia sedang mempersiapkan suatu rancangan untuk pembuatan mobil listrik nasional. Langkah ini tentunya kita dukung karena dampak rencana kenaikan BBM (tertunda – red) telah banyak menimbulkan kerugian bagi rakyat. Semakin banyak para spekulan yang menyelundupkan BBM bersubsidi dan ujung-ujungnya konsumenlah (rakyat) yang dirugikan. Kita semua berharap janji pak Dahlan Iskan tersebut tetaplah janji sebagaimana janji yang mesti diwujudkan sebagaimana telah dibuktikan oleh seorang pengusaha otomotif dari India itu. Promise is as Promise!

Banuayu, 01 Juni 2012