Kamis, 29 Maret 2012

Malaysia; A Model of Plagiarize Country?

Kalaulah  ada negara yang sukses dalam merubah perekonomian dan mindset bangsanya -- selain bangsa Jepang, di Asia adalah Malaysia. Mengapa Malaysia? Rekam jejak bangsa Jepang untuk dapat menerobos dominasi negara besar seperti Amerika Serikat dan Jerman (Eropah), membuat bangsa Jepang harus putar otak agar negeri dan produk mereka dikenal di dunia internasional. Menurut pengakuan pakar sejarah bahwa masuknya Jepang ke kancah PD II saat meluluh lantakkan Pearl Harbour adalah dalam rangka memberikan shock therapy kepada Amerika bahwa bangsa Jepang tidak bisa dianggap sebelah mata oleh mereka. Dengan kemampuan armada militer yang mereka miliki, Jepang telah mengobarkan perang ke wilayah Pasifik dimana Amerika menjadi digdayanya.

Setelah usai PD II dimana negara yang kalah perang oleh Sekutu yakni Jerman dan Jepang, sudah hancur lebur infrastruktur dan ekonominya. Korea (Selatan) juga termasuk negara yang luluh lantak setelah usai Perang Korea antara Utara yang didukung komunis dan Selatan yang dibantu Amerika. Beberapa decade setelah PD II, Jepang bangkit dan kembali Berjaya dengan ekonomi dan teknologinya. Begitu juga dengan Korea Selatan. Posisi ekonomi Korsel saat ini di Asia sudah membayang-bayangi Jepang (disamping China dan India).

Malaysia ’belajar’ dari Jepang dan Korea ’bagaimana’ kedua bangsa itu meraih pencapaian besar saat ini karena mereka melakukan  duplikasi dan plagiatisasi dari negara-negara yang sudah sukses sebelumnya. Untuk menguasai teknologi logam untuk industri otomotif, bangsa Jepang harus  ’belajar’ ke Jerman selama 20 tahun. Hal yang sama juga dilakukan oleh Korea Selatan ketika membangun industri otomotif mereka. Malaysia juga ingin seperti bangsa Jepang yang maju dan terpandang. Maka program plagiatisasipun mereka lakukan dengan seksama. Bahkan sekarang ini Malaysia sudah punya visi Malaysia 2050 dimana untuk pencapaian tersebut mereka akan melakukan plagiatisasi bagaimana mindset orang Jepang dalam bekerja (misalnya disiplin, kerjasama tim, loyalitas). Jadi sebenarnya yang dilakukan oleh Malaysia saat ini tidak lebih dari cara mudah dan sederhana dengan meniru ’apa’ dan ’bagaimana’  bangsa Jepang menjadi bangsa yang maju.

Tidak ada yang salah kalau langkah plagiatisasi (positif) dilakukan demi kemajuan bangsa. Toch, tidak ada bangsa yang hidup sendiri ditengah globalisasi ini. Hanya saja janganlah plagiatisasi itu dilakukan membabi buta dan melanggar etika hukum internasional. Sebagai contoh kecil, Malaysia mengklaim produk batik, angklung, tari-tarian sebagai produk asli Malaysia. Padahal semua itu jelas-jelas milik bangsa Indonesia. Tapi di sisi lain kita jangan membenci Malaysia yang telah sukses melakukan plagiatisasi untuk kemajuan bangsanya. Plagiatisasi (negatif) yang dilakukan oleh Malaysia tidaklah perlu ditiru karena membuktikan mereka  (Malaysia) ingin maju tapi kurang didukung kreatifitas dan inovasi. Namun mereka memiliki semangat, disiplin, kerja keras dan kepemimpinan yang baik sehingga apapun yang mereka lakukan untuk negara mereka akan berujung..” right or wrong is my country...”

Hal terakhir sangat kuat dimiliki oleh bangsa Indonesia ketika menghadapi penjajah dan mempertahankan setiap jengkal tanah NKRI.


Banuayu, 25 Maret 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar