Rabu, 28 Maret 2012

Cost of Miscommunication


Dalam istilah politik dikenal bahwa suatu perubahan kebijakan yang dilakukan oleh penguasa atau pemerintah akan menimbulkan berbagai dampak. Mulai dari dampak ekonomis, psikologis bahkan dampak social. Biaya social ini awalnya sulit untuk dibuatkan analisa kualitatifnya. Anda bisa bayangkan berapa biaya social akibat miscommunication ketika bakalnya naiknya BBM bulan April 2012 nantinya. Hingga tulisan ini dibuat, para demonstran menuntut agar Pemerintah membatalkan kenaikan BBM ini. Jauh sebelumnya terjadinya social cost ini terjadi, sebenarnya ada fase permulaan dimana bakal terjadi penolakan oleh rakyat. Pertanyaannya adalah mengapa harus timbul social cost bila akar persoalan (root cause) nya dapat dikenali lebih awal?

Seorang ustadz pernah menyentil bahwa bila ada masyarakat yang sering melakukan demo terhadap Pemerintah – sementara itu rakyat tersebut mempunyai perwakilan (DPR) – berarti wakil rakyat tersebut belum menjalankan fungsinya dengan sebenarnya. Untuk apa dewan ada kalau setiap persoalan yang muncul justru bukan disampaikan melalui wakil mereka? Namun di sisi lain Pemerintah juga harus merubah mindset mereka bahwa keberadaan Pemerintah adalah sebagai ‘pengelola’ dari daulat rakyat yang dititipkan kepada mereka. Adalah aneh rasanya bila seolah-olah suara anggota dewan bukanlah suara rakyat, atau program yang akan dijalankan Pemerintah itu bukanlah untuk rakyat? Persoalan sebenarnya adalah ketika pemerintah akan melakukan suatu keputusan atau kebijakan, pertama kali yang harus dikedepankan adalah demi kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat. Hal tersebut haruslah disampaikan dengan jujur, transparan dan cerdas. Jangankan menerima kenaikan BBM, ikut ’berperang’ pun rakyat akan siap bila semua upaya yang dilakukan oleh pemerintah dilakukan demi semata-mata untuk kepentingan rakyat. Yang terjadi saat ini adalah seolah-olah pemerintah tidak mempedulikan suara rakyat atau juga seakan-akan rakyat tidak ’peduli’ dengan persoalan yang sedang dihadapi pemerintah. Rasanya kita sedih mendengar pidato Presiden kita bahwa ”...pemerintahan mana yang rela dan tega untuk menaikkan BBM...” Suatu sisi pernyataan tersebut mengisyaratkan bahwa kenaikan BBM yang dilakukan Pemerintah merupakan pilihan pahit yang mau tidak mau harus ditelan. Namun ada suatu hal yang terlupakan oleh pak Presiden bahwa bila sang Presiden sebagai penyambung lidah rakyat tersebut dapat berkomunikasi dengan assertive langsung  kepada rakyat, maka tidak akan terjadi miscommunication seperti sekarang ini. Persoalan miscommunication ini bila tidak dikelola dengan baik maka akan menimbulkan biaya social dan ekonomi yang tidak sedikit.

Saatnya bangsa ini dapat mengelola komunikasi yang baik antara pemimpin dan rakyatnya. Komunikasi yang jujur dan cerdas akan menimbulkan trust dan energi yang fokus untuk menghadapi persoalan bangsa yang berat sekalipun. Sejarah membuktikan bahwa disaat yang genting bagi negara, sang pemimpin akan tampil dan berbicara lantang dengan rakyatnya bahwa kita harus bersama-sama untuk menghadapi tantangan ini. Karena bersama kita bisa. Mari kita buktikan Bung!

Banuayu, 24 Maret 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar